Sama-sama bintang film. Sama-sama kesengsem masuk Istana Malacanang. Itulah yang terjadi pada Joseph Estrada dulu dan Fernando Poe Jr. kini. Estrada sudah berhasil memimpin Filipina walau kemudian terlempar ke bui dan masih mendekam di penjara sampai sekarang. Fernando Poe Jr. justru baru akan mulai bertarung dalam pemilihan Presiden Filipina, Senin ini. Dari media massa hingga pasar taruhan, semuanya sudah meramal bahwa persaingan paling ketat akan berlangsung antara Gloria Macapagal Arroyo dan Fernando Poe Jr. Untuk meneguhkan posisinya, Poe telah merekrut 40 staf ahli yang terdiri atas para akademisi; ekonom, ahli politik, tata negara, keuangan, administrasi publik, perencanaan kota, dan hubungan internasional, serta pakar keamanan nasional. Diharapkan mereka mampu memberikan visi pembangunan sosial dan ekonomi dalam kampanye bertema "Filipina yang Lebih Baik."
Itu bukan berarti Poe bermaksud membidik konstituen menengah ke atas. Sebaliknya, ia justru berusaha merangkul warga miskin—80 persen dari 43 juta pemilih—yang sejak semula memang mendukung Poe. Bahkan, dalam jajak pendapat Maret silam, Poe berhasil meraup suara 39 persen, sementara Arroyo hanya 31 persen. Tapi jajak pendapat Komisi Survei Alyansa mengungkapkan, kekuatan kedua kandidat itu hampir berimbang, hanya terpaut satu persen. Arroyo didukung 25 persen, sedangkan Poe 24 persen pemilih. Maka, untuk menjegal Arroyo, yang diperkirakan unggul satu juta suara, Poe bersekutu dengan kandidat oposisi lainnya, Panfilo Lacson, yang mengantongi 10 persen suara—meski, menurut para pengamat, aliansi oposisi itu tak akan menghasilkan kemenangan yang signifikan bagi Poe.
Mengapa? Sebab Poe adalah pendatang baru yang belum menunjukkan prestasi kecuali retorika dan janji politik. Ia bahkan dinilai gagal menawarkan program perbaikan kesejahteraan bagi warga miskin. Staf ahli yang terdiri atas akademisi itu juga dinilai gagal merumuskan gambaran platform politik dan ekonomi. Itu sebabnya ia hanya mengandalkan janji-janji kampanye, antara lain makan tiga kali sehari bagi kaum papa Filipina. Tak aneh jika pada April lalu posisi kedua calon presiden itu bergeser. Dalam jajak pendapat, posisi Poe hanya naik 1 persen, sementara dukungan bagi Arroyo, yang semula 31 persen, April lalu naik menjadi 34 persen. Hal itu menunjukkan perubahan sikap warga miskin yang lebih realistis, tak lagi terbuai oleh janji-janji politik.
Sebaliknya, Arroyo telah berhasil menunjukkan komitmen dalam melayani warga miskin: menyediakan bahan makanan, air bersih, kesempatan belajar, dan lapangan kerja. Tak kurang dari 800 ribu keluarga miskin di Metro Manila dan provinsi-provinsi Bulacan, Rizal, dan Cavite mendapat manfaat dari program air bersih selama pemerintahan Arroyo.
Posisi Arroyo juga cukup aman berkat dukungan Inglesia ni Cristo (INC) dan Couples for Christ, dua sekte agama cukup berpengaruh yang menjanjikan satu juta suara. Tapi belakangan klaim itu dibantah kalangan INC yang selama ini akrab dengan kandidat presiden yang lain, Panfilo Lacson. Bukan hanya itu, Senator Gregorio Honasan, yang selama ini dikenal sebagai pembuat onar, kini mendukung Arroyo lewat Lakas-Christian Muslim Democrats. Padahal ia masih menjabat kepala keamanan kampanye bagi Fernando Poe.
Honasan sempat berperan di panggung politik Filipina pasca-Marcos. Dan kini, meski ia bukan lagi militer aktif, banyak perwira muda masih loyal kepadanya. Bukan hanya (bekas) Presiden Corazon Aquino yang pernah terganggu, Presiden Arroyo pun sempat direpotkan oleh upaya kudeta sejumlah perwira muda pendukung Honasan. Karena itu, kesediaan Arroyo menerima Honasan merupakan rekonsiliasi antara Arroyo dan kelompok penentangnya, terutama kalangan militer. Jika menang pemilu nanti, setidaknya ia boleh berharap enam tahun ke depan posisinya aman dari rongrongan tentara.
Raihul Fadjri (Manila Time, AFP, Inquirer News Service)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini