Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI Den Haag, Belanda, Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Israel “mengambil segala tindakan sesuai dengan kewenangannya untuk mencegah dilakukannya semua tindakan dalam lingkup hak asasi manusia” sehubungan dengan nasib warga Palestina dalam perang Hamas-Israel di Gaza pada 26 Januari 2024. Presiden ICJ Joan Donoghue juga menyerukan pembebasan tanpa syarat semua tawanan yang berada di tangan Hamas dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara eksplisit ICJ memerintahkan Israel segera memastikan pasukan militernya tidak melakukan tindakan apa pun yang berkaitan dengan genosida sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida. Konvensi itu menyebutkan sejumlah tindakan genosida, yakni membunuh anggota suatu kelompok, menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius terhadap anggota kelompok, dengan sengaja menciptakan kondisi yang mengakibatkan kehancuran fisik kelompok tersebut, dan mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ICJ mengeluarkan putusan sela itu atas permintaan Afrika Selatan, negara yang menuntut Israel ke pengadilan internasional PBB tersebut atas tindakan genosida terhadap bangsa Palestina di Jalur Gaza pada 29 Desember 2023. Pengadilan kasus genosida Israel akan berlangsung lama, bisa bertahun-tahun. Sementara itu, menurut ICJ, kondisi penduduk sipil di Gaza sudah sangat rentan dan situasi bencana kemanusiaan di sana benar-benar berisiko memburuk sebelum pengadilan membuat putusan akhir. Mahkamah juga mengutip keterangan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang memperkirakan 15 persen ibu yang melahirkan di Gaza kemungkinan besar mengalami komplikasi serta mengindikasikan angka kematian ibu dan bayi baru lahir meningkat karena kurangnya akses terhadap perawatan medis.
Dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyambut baik putusan ICJ. “Dampak perintah yang diberikan ICJ hari ini adalah adanya kemungkinan terjadinya kasus genosida,” katanya pada 26 Januari 2024. “Perintah ini mengikat Israel dan harus dihormati oleh semua negara anggota Konvensi Genosida. Kami berharap Israel sebagai negara yang memproklamasikan diri sebagai negara demokrasi dan menghormati supremasi hukum akan mematuhi langkah-langkah yang diputuskan oleh Mahkamah Internasional.”
Amerika Serikat tetap meyakini “tuduhan bahwa Israel melakukan genosida tidak berdasar”. Namun, “Kami akan terus menjelaskan kepada mitra kami di Israel bahwa mereka hanya perlu mematuhi hukum humaniter internasional ketika melakukan operasi terhadap Hamas, tapi mereka juga memiliki kewajiban moral dan strategis untuk mengambil langkah-langkah yang layak, langkah-langkah tambahan untuk mencegah kerugian sipil, juga tanggung jawab untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan pelanggaran itu secara kredibel,” ucap Vedant Patel, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika.
Duta Besar Afrika Selatan untuk Indonesia, Mpetjane Kgaogelo Lekgoro, mengingatkan bahwa putusan ICJ bukan akhir segalanya. “Putusan pada hari Jumat bukanlah akhir kasus ini,” ujarnya kepada Tempo pada 25 Januari 2024. “Kami berseru kepada dunia untuk mengatakan putusan pengadilan bukanlah akhir segalanya. Putusan tersebut bagus, tapi Israel mungkin tidak akan mempertimbangkannya karena hal itu tidak mungkin dilakukan.”
Perkiraan Lekgoro tak meleset. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali melontarkan alasan yang sama ketika dia mengumumkan perang terhadap Hamas, yakni Israel berhak membela diri. “Upaya keji menolak hak fundamental Israel ini adalah diskriminasi terang-terangan terhadap negara Yahudi,” katanya. Netanyahu bersumpah terus melanjutkan perang ini.
Di Gaza, keadaan terus memburuk. Pusat Pelatihan Khan Younis, gedung Badan Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) yang diubah menjadi tempat penampungan 800 pengungsi, terbakar dihantam peluru tank Israel pada 24 Januari 2024. UNRWA menyatakan sedikitnya 13 orang tewas dan 56 lainnya cedera dalam serangan itu.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, sedikitnya 25.700 warga Palestina terbunuh sejak 7 Oktober 2023 hingga 24 Januari 2024. Sekitar 70 persen korban adalah perempuan dan anak-anak. Sebanyak 63.740 lainnya cedera.
Pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul di dekat Mahkamah Internasional (ICJ), di Den Haag, Belanda 12 Januari 2024. Reuters/Thilo Schmuelgen
Mpetjane Kgaogelo Lekgoro menuturkan, Afrika Selatan tak punya banyak pilihan untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina. Negaranya sudah berupaya mendiskusikan masalah ini secara damai dengan Israel, tapi Israel tidak menanggapi. Negeri itu juga terus mencoba menggalang dukungan komunitas internasional. “Tapi skala kekerasan yang dihadapi rakyat Palestina oleh pemerintah Israel perlu segera diintervensi, kan. Salah satu cara yang terbuka adalah melalui ICJ,” ucapnya.
Banyak negara telah mendukung upaya Afrika Selatan dalam tuntutan di ICJ, termasuk Turki, Malaysia, Yordania, Bolivia, Maladewa, dan Namibia. Indonesia juga mendukung, tapi menempuh jalur lain di ICJ karena Indonesia bukan pihak dalam Konvensi Genosida.
Lekgoro mengakui bahwa sejarah negerinya, yang pernah mengalami masa penjajahan dan pemerintahan apartheid, membuat mereka peduli pada nasib bangsa Palestina. “Masyarakat Afrika Selatan akan membenci segala bentuk penindasan terhadap masyarakat mana pun dan berpihak kepada mereka yang ditindas secara tidak adil oleh pemerintah mana pun,” ujar mantan anggota parlemen dari Kongres Nasional Afrika (ANC), partai politik yang pernah dipimpin Nelson Mandela, ini.
Dukungan Afrika Selatan terhadap Palestina sudah ada bahkan sejak masa negeri itu berjuang untuk merdeka dari pemerintahan apartheid. “Itu sebabnya Nelson Mandela, ketika dibebaskan, mengatakan Afrika Selatan tidak bisa merdeka sampai Palestina merdeka. Itulah suasana hati orang Afrika Selatan,” kata Lekgoro.
Menurut Lekgoro, genosida Israel sudah sangat jelas. “Di depan mata kita Israel mengebom Gaza setiap hari dengan niat mungkin membunuh warga Palestina yang mereka temui tanpa pandang bulu. Mereka tidak peduli apa itu sekolah, tempat perlindungan, atau masjid. Apa lagi yang bisa disebut genosida lebih dari itu?” tutur bekas Duta Besar Afrika Selatan untuk Uni Emirat Arab ini.
Lekgoro menilai perang di Gaza sekarang hanya dapat diselesaikan jika Amerika Serikat tidak lagi mendukung Israel dalam genosida tersebut. “Sebagai negara adidaya, jika mereka memilih meminta Israel menghentikan apa yang mereka lakukan, hal itu akan terjadi. Namun tampaknya mereka ingin Israel melakukan apa yang mereka lakukan,” ucap Lekgoro, yang menyebutkan Amerika turut bertanggung jawab atas genosida Israel.
Diplomat 67 tahun yang pernah mengalami kekejian rezim apartheid itu mengakui bahwa perang di Gaza mungkin berlanjut terus dan rakyat Palestina akan makin menderita. Upaya di Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan Israel juga selalu diveto oleh Amerika Serikat. “Tapi Afrika Selatan bersama orang-orang yang cinta damai di seluruh dunia harus melanjutkan. Kita tidak boleh menyerah. Jika menyerah, kita memberikan pelajaran kepada Israel untuk memusnahkan penduduk Palestina lain.”
Afrika Selatan, Lekgoro menambahkan, akan terus mendukung rakyat Palestina. “Dukungan kami terus-menerus terhadap Palestina adalah sampai mereka memperoleh kemerdekaannya. Kemunduran apa pun yang mereka alami dalam proses perjuangan itu tidak akan membuat kami tidak terus mendukung mereka,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Satu Langkah Kemenangan Afrika Selatan"