Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA malam terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, awal November 2016, Maria Butina, gadis Rusia yang sedang menempuh pendidikan magister di American University, Washington, DC, terbangun saat dinihari. Dia mengirim pesan ke seorang pejabat Rusia melalui Twitter untuk mendiskusikan calon menteri luar negeri pilihan Trump lewat telepon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun,"Semua telepon kita sedang disadap!" kata sang pejabat, yang diduga Alexander Torshin, deputi gubernur bank sentral Rusia."Bagaimana kalau lewat WhatsApp?" Butina membalas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Esoknya, Butina mengirim pesan berisi prediksinya mengenai calon menteri pilihan Trump. Dia juga mengirim usul untuk berdialog dengan politikus Amerika dalam sebuah konferensi."Ini akan menjadi acara positif yang berkaitan dengan Rusia di Washington…. Acara ini juga akan membangun dasar bagi pembicaraan lebih lanjut di tingkat pejabat pemerintah," tulis Butina.
Transkrip percakapan Butina itu disodorkan Kevin Helson, agen khusus Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI), dalam dokumen dakwaan terhadap Butina, yang disangka sebagai matamata Rusia di Washington. Dokumen yang diserahkan kepada hakim Deborah A. Robinson di Pengadilan Distrik Columbia itu berisi catatan berbagai aktivitas Butina yang berhubungan dengan Rusia dan Amerika.
Butina didakwa melakukan konspirasi yang melanggar hukum terhadap pemerintah Amerika. Gadis 30 tahun itu dituduh menjadi agen Rusia tanpa izin, mengeksploitasi hubungan pribadi dengan orang Amerika untuk mempengaruhi politik Negeri Abang Sam, dan menyusup ke organisasi yang aktif dalam politik Amerika demi kepentingan Rusia. Dia terancam hukuman 10 tahun penjara atas tuduhan menjadi matamata dan 5 tahun bui atas konspirasi.
Agenagen FBI menangkap Butina pada Ahad dua pekan lalu di apartemennya di Washington, DC. Apartemen itu penuh dengan barang yang telah siap diangkut dengan truk. Pengacara Butina, Robert Neal Driscoll, mengatakan saat itu Butina bersiap pindah ke South Dakota, bukan pulang ke Rusia, untuk tinggal bersama pacarnya.
Driscoll juga membantah semua dakwaan terhadap kliennya."Maria Butina bukan agen Rusia. Dia warga Rusia yang berada di Amerika dengan visa mahasiswa dan baru saja lulus dari American University dengan gelar master di bidang hubungan internasional," ucapnya, seperti dikutip media Rusia, TASS, setelah penangkapan."Dia punya izin kerja dan menggunakan gelarnya untuk membangun karier di bidang bisnis."
MARIA Butina lahir di Barnaul, Altai Krai, Rusia, pada 10 November 1988. Ibunya insinyur dan ayahnya pengusaha furnitur di Barnaul, pusat pemerintahan Altai Krai, bagian dari Distrik Federal Siberia. Butina tumbuh di komunitas yang dekat dengan senjata api. Dia berasal dari Altai, kawasan berbukitbukit di pegunungan Siberia. Selama berabadabad, Siberia adalah garis depan Rusia, rumah bagi budak yang melarikan diri dari tuannya, dan tujuan akhir bandit serta pelarian politik."Jarang ada orang Siberia yang membayangkan dirinya tanpa senapan di rumah," kata Butina kepada The New Republic.
Ayahnyalah yang mengenalkan senjata api kepadanya saat dia berusia 10 tahun."Ayah membawaku ke tambang dan menembak sebuah botol. Dia lalu memberikan senapan itu," ujar Butina kepada GQ, media gaya hidup Rusia. Di media itu, Butina tampil dalam berbagai pose sambil memegang pistol dan mengenakan pakaian dalam Dolce & Gabbana, jaket Christian Dior, serta aksesori bermerek lain.
Butina mempelajari ilmu politik di Altai State University dan lulus dengan akta mengajar. Dia juga membuka sejumlah toko furnitur di Barnaul. Pada usia 19 tahun, perempuan berambut pirang ini terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Altai Krai, pemilihan langsung terakhir untuk dewan ini.
Tiga tahun kemudian, Butina menutup enam tokonya dan pindah ke Moskow. Dia menjadi asisten Alexander Torshin, mantan senator dan anggota Partai Rusia Bersatu pimpinan Vladimir Putin. Torshin kemudian menjadi mentor Butina.
Di kota ini, Butina membuka biro periklanan. Dia sini pula dia melanjutkan kecintaannya pada senjata api dengan mendirikan organisasi Pravo na Oruzhiye (Hak Memiliki Senjata Api). Tujuannya adalah membuat undangundang yang mempermudah orang memiliki senjata api. Torshin anggota kehormatan organisasi ini. Jumlah anggotanya kini lebih dari 9.000 orang.
Butina melangkah lebih jauh dengan menjalin hubungan dengan Asosiasi Senapan Nasional (NRA), organisasi pemilik senjata api Amerika Serikat. NRA adalah salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar dan berpengaruh di Negeri Abang Sam. Pada 2016, dia merantau ke Amerika sebagai mahasiswa American University. Menurut dokumen pengadilan, dia menjalin hubungan pribadi dengan seorang politikus Amerika. Washington Post menyebutkan orang itu adalah Paul Erickson, pelobi dan konsultan Partai Republik. Butina juga tidur dengan sejumlah politikus untuk mendapatkan akses ke organisasi target.
Dia makin dekat dengan NRA hingga bisa membuat Torshin menjadi anggota seumur hidup organisasi itu. Melalui NRA pula, Butina dapat bertemu dengan Rick Santorum, mantan senator Pennsylvania; dan Scott Walker, Gubernur Wisconsin. Dia tak menyembunyikan segala kegiatannya dan bahkan mempublikasikan fotofoto pertemuannya itu di Facebook.
Pada Juli 2015, Butina menjadi sorotan publik ketika muncul dalam sebuah acara di Las Vegas yang dihadiri Donald Trump, yang baru saja mengumumkan dirinya sebagai calon presiden. Dia menjadi orang pertama yang secara terbuka bertanya kepada Trump mengenai sanksi Amerika terhadap Rusia."Apakah Anda akan melanjutkan politik sanksi yang merusak ekonomi kedua negara itu?" tanya Butina."Saya percaya saya akan berhubungan baik dengan Putin, oke. Saya pikir kalian tak memerlukan sanksi itu," Trump menjawab.
Butina juga menembus National Prayer Breakfast, pertemuan rutin eksklusif di Washington, DC, yang dihadiri politikus konservatif dan liberal. Sejak 2015, dia berupaya memasukkan orang Rusia ke acara itu dan meminta sejumlah dana ke Moskow. Februari tahun lalu, Butina berhasil memasukkan 12 orang Rusia, termasuk Torshin, ke acara"sarapan politik" tersebut. Paul Erickson lalu mengupayakan pertemuan antara Torshin dan Donald Trump. Tim kampanye Trump menolak rencana itu, tapi Donald Trump Jr., putra Trump, bertemu dengan Torshin dalam sebuah acara NRA di Louisville.
Musim panas tahun lalu, Butina mulai diawasi FBI. Pada musim gugur, dia mulai diperiksa FBI dan komite Kongres yang menangani dugaan keterlibatan Rusia dalam pemilihan presiden. Penyelidik dari Komite Keuangan Senat lalu meminta Butina menyerahkan dokumen yang berhubungan dengan Torshin.
April lalu, Komisi Pemilihan Umum Federal menanyakan kepadanya soal dana kampanye"mencurigakan". Butina juga bertemu dengan penyelidik dari Komite Intelijen Senat dan memberi keterangan selama delapan jam, termasuk ribuan halaman catatan komunikasinya. Pada bulan yang sama, Departemen Keuangan menjatuhkan sanksi keuangan kepada Torshin serta 23 pejabat dan pengusaha Rusia dalam kaitan dengan Vladimir Putin serta peran mereka dalam kegiatan"jahat" Rusia. Penyelidik Spanyol pernah menuduh Torshin melakukan pencucian uang untuk sindikat Moskow, tapi politikus itu membantahnya.
FBI kemudian menggerebek apartemen Butina dan menyita laptop, dokumen, serta barangbarang lain. Puncaknya, pertengahan Juli lalu, FBI menangkap perempuan pirang dari Siberia itu.
Iwank Kurniawan (TASS, The New Republic, Washington Post, NPR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo