Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Air Mata yang Memikat

Air mata Hillary memikat kaum perempuan. Strategi berbau gender yang berbuah kemenangan tipis di New Hampshire.

14 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI sebuah kedai kopi di Ports­mouth,­ Amerika Serikat, seorang perempuan paruh baya ber­diri dan bertanya dengan lem­but kepada Hillary Clinton: ”Bagaimana Anda bisa lelah tapi tetap tam­pil hebat?”

Dan runtuhlah citra wanita baja yang di­tampilkan kandidat Presiden Ame­ri­ka­ dari Partai Demokrat itu. Istri Bill Clin­­t­on, Presiden Amerika ke42, itu ter­se­trum hatinya. Dengan air mata meng­ambang, Hillary, 60 tahun, meng­akui kegiatan kampanye yang memanas­ membuat ia lelah. ”Tapi ini sangat perso­nal untuk saya. Ini bukan sekadar politik,” katanya. Suaranya bak orang ter­­cekik. Tepuk tangan dari puluhan per­em­puan lokal yang ada di kedai itu lang­sung menyambut.

Momen air mata itu muncul sehari se­belum kaukus Negara Bagian New­ Hamp­shire, pemilihan uji coba kedua­ yang ter­jadi dalam dua pekan ter­akhir. Dan ter­bukti, strategi ini berhasil mendongkrak­ kemenangan Hillary. Ia me­nang tipis (39 persen) dari Barrack Obama (37 persen), yang lebih dulu me­nu­ai dukungan perempuan dalam ke­unggulannya dua pekan lalu di Iowa. Sementara itu, Partai Republik punya dua kandidat yang berbeda untuk masingmasing Iowa dan New Hampshire: Mike Huckabee dan John McCain.

Sejumlah pemilihan uji coba seperti ini masih akan dilalui para kandidat sebelum konvensi Partai Republik dan Partai Demokrat memutuskan calon pre­siden tunggalnya tiga bulan menda­tang. Baru pada 4 November, delapan bulan lagi, rakyat Amerika menentukan pilihan final atas presiden berikutnya setelah George W. Bush yang berkuasa dua periode berturutturut.

Di kedai kopi itu, Hillary menyatakan ketulusannya dalam memperbaiki keadaan. ”Saya sudah mendapat banyak sekali kesempatan dari negeri ini. Saya tak mau melihat kita semua bergerak mundur,” katanya.

Harian Chicago Tribune melihat ta­ngis Hillary itu sebagai kunci kemenang­annya. ”Saat ini, air mata berlinang­ mem­bantu, bukannya menjatuhkan. Per­sis kebalikan dari momen Muskie,” editorial harian ini menulis. Penulisnya merujuk pada Senator Ed Muskie, yang justru menuai kekalahan—setelah merajai di posisi depan—pada 1972 tatkala menunjukkan air mata dalam kampanye.­

Hillary sedang mengukir sejarah. Inilah pertama kalinya Amerika Serikat memiliki perempuan sebagai kandidat presiden. Untuk pertama kalinya pula, seorang perempuan bisa unggul dalam pemilihan primer, yang mewakili suara publik di sejumlah negara bagian kunci. Dalam perjuangannya menuju Gedung Putih itu, secara konsisten Hillary selalu menampilkan sosok yang kuat dan stabil. Namun, tak dapat disangkal, Hilla­ry juga bisa menggunakan ”kepe­rempuanannya” sebagai sesuatu yang tak dimiliki kandidat lain.

Lebih dari separuh pemilih primer­ yang datang ke bilik suara di New Hamp­­shire adalah perempuan. Sebagi­an besar dari mereka memilih Hillary, ter­masuk mereka yang berumur 40 tahun atau le­bih. Dari kelompok usia ini, ia mendapat 70 persen suara. Di ta­ngan mereka, Hilla­ry berada di tempat ter­atas, setelah dua pekan lalu ia hanya mampu ber­ada di posisi ketiga, setelah Obama dan John Edwards, kandidat wa­kil presiden dalam pemilihan presiden 2004. ”Minggu lalu, saya mendengar kalian, dan menemukan diri saya kembali,” kata Hillary, senator Negara Bagian New York, mengomentari kemenangannya­.

Banyak analis mengatakan, perubah­an yang terjadi pada pemilih perempu­an sangat penting bagi kemenangan Hillary. ”Saya cuma punya satu kata, saya akan pilih perempuan,” kata analis CNN Bill Schneider, ”Suara perempuan kembali ke tangannya.”

Tak ada yang menduga Hillary akan ung­gul di New Hampshire. Bahkan, pa­da awal pekan, ketika ia dan suaminya­ bergerilya turun langsung menyapa rak­yat, publik New Hampshire tak terlalu antusias meresponsnya. Tatkala ia berbicara di aula sekolah Winnacunnet ham­pir dua jam penuh, menjawab berba­gai pertanyaan dengan penuh tawa dan perhatian, separuh lebih audiens pergi, meninggalkan dua pertiga bangku aula yang kosong melompong

Kurie Suditomo (The Times, CNN, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus