Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=brown><B>Pakistan</B></font><BR />Sebuah Titanic Berseragam Hijau

Militer menikmati banyak perlakuan istimewa di dalam negeri. Musharraf menakhodai kelompok yang terlibat dalam banyak urusan politik dan bisnis.

14 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKERJAAN apakah yang paling berbahaya di dunia dan siapa yang tengah memegangnya? Majalah Time mengatakan, "the world's most dangerous job" itu berada di pundak Jenderal Pervez Musharraf, 64 tahun, Presiden Republik Islam Pakistan.

Dukungan total Amerika Serikat terhadap bekas Panglima Militer Pakistan ini tak membuat tugasnya menjadi lebih mudah. "Saya terlibat dalam permainan perang ini setelah Amerika Serikat datang kepada saya dan berkata, 'Jika Anda tidak bersama kami, maka menentang kami.' Saya sadari akan lebih banyak keuntungan jika bersama AS ketimbang menentang mereka," tulis Musharraf dalam memoarnya, In The Line of Fire, yang terbit pada 25 September 2006.

"Permainan perang" yang dimaksud jenderal lulusan Royal College of Defence Studies, London, itu adalah ambisi George Bush untuk membasmi kelompok ekstrem Al-Qaidah dan Taliban yang bercokol di wilayah utara Pakistan seperti Provinsi Perbatasan Barat Laut, North West Frontier Province (NWFP), setelah terjadinya Serangan 11 September 2001.

Sehari sebelum memoarnya dirilis, Musharraf yang diwawancarai jurnalis kawakan Steve Kroft untuk program 60 Minutes di CBS News mengungkapkan bahwa mantan Wakil Menteri Luar Negeri Richard Armitage bahkan mengultimatumnya, "Bersiap-siaplah untuk dibom untuk kembali ke Zaman Batu (jika tak membantu AS)." Musharraf tak punya pilihan lain. Sejak itu para pengkritiknya menyebut Pakistan di bawah Musharraf sebagai "Americastan".

Namun, loyalitasnya terhadap Gedung Putih ternyata dicibir rakyatnya sendiri. Pamornya bahkan jauh di bawah Usamah bin Ladin, tokoh Al-Qaidah yang diperanginya. Menurut hasil jajak pendapat Terror Free Tomorrow pada Agustus 2007, Bin Ladin dipercaya 46 persen responden dibandingkan 38 persen yang diperoleh Musharraf. Posisi Bush, mudah ditebak, berada di urutan terbawah, hanya 9 persen. "Hasil ini sangat mengganggu karena kami sudah melakukan jajak pendapat di 23 negara muslim," ujar Ken Ballen, Direktur Terror Free Tomorrow. "Dan Pakistan adalah satu-satunya negara muslim yang memiliki nuklir, dan rakyatnya lebih percaya pada teroris ketimbang sekutu Barat seperti Musharraf."

Popularitas pengagum negarawan Turki Kemal Attaturk ini di kalangan militer, "rumah asal" yang membesarkan namanya, juga tak terlampau membanggakan. Kelompok utama yang menentang Musharraf adalah mereka yang bernaung di bawah biro Inter-Services Intelligence (ISI), organisasi militer yang dimanfaatkan CIA untuk membesarkan kelompok Islam garis keras di Pakistan seperti Jamaat a-Islami, Lashkar-e-Tayyaba, Jehad a-Kashmiri, Hizbul-Mujahidin, dan Jaish-e-Mohammed.

Konflik Musharraf-ISI pertama kali terkuak pada kudeta tak berdarah selama 17 jam yang terjadi pada 12 Oktober 1999. Ketika itu Perdana Menteri Nawaz Sharif memanfaatkan kunjungan Musharraf ke Sri Lanka sebagai upaya untuk mendongkel sang Jenderal dari tampuk tertinggi militer. Sharif mengumumkan pemecatan Musharraf dan mengangkat Direktur ISI, Letnan Jenderal Khwaja Ziauddin, sebagai panglima baru. Namun, para kepala staf dari pelbagai angkatan saat itu menolak keputusan Sharif dan memilih untuk setia pada Musharraf, yang segera angkat koper dari Kolombo menuju Karachi. Meski pesawatnya sempat berputar-putar di atas Karachi karena tak diperkenankan mendarat oleh Sharif, jalan sejarah sudah tak bisa diubah: Sharif sendiri yang akhirnya terdongkel dari jabatan perdana menteri.

Menyusul kesepakatan Pakistan-Amerika Serikat atas program "War on Terror", Musharraf mendapat pukulan kedua dari ISI. Letnan Jenderal Mahmud Ahmad, Direktur ISI (1999-2001) yang pernah menjadi loyalisnya saat terjadi kudeta 1999, diduga merupakan salah seorang dalang tragedi 11 September.

Ahmad memerintahkan Syekh Ahmed Omar Saeed mentransfer dana sebesar US$ 100 ribu dari sebuah bank di Dubai untuk dua rekening Muhammad Atta di Florida, beberapa bulan sebelum serangan dahsyat itu terjadi. Atta sendiri disinyalir sebagai ketua kelompok pembajak pesawat yang menubrukkan diri ke menara kembar WTC. Perintah kedua Ahmad untuk Saeed adalah menculik dan membunuh wartawan Wall Street Journal Daniel Pearl. Saat kedua tudingan itu muncul di media massa, Musharraf akhirnya memecat Jenderal Ahmad dari jabatannya.

Sejak itu semua posisi penting di ISI selalu mendapat pengawasan khusus dari sang Presiden, termasuk langkah terakhirnya menempatkan Letnan Jenderal Najeem Taj, sebagai Direktur ISI mulai September 2007. Taj adalah mantan sekretaris militer Musharraf yang masih memiliki ikatan keluarga dengannya. Ia menggantikan Letnan Jenderal Ashfaq Parvez Kayani, yang saat itu diduga sebagai calon terkuat pengganti Musharraf untuk mengisi posisi panglima angkatan bersenjata.

Tentang Kayani sendiri beredar kabar yang menarik. Meski dalam memoarnya Musharraf menyebut Kayani sebagai salah seorang petinggi militer "yang paling memiliki kompetensi" dan "bisa dipercaya", rencana kepulangan Benazir Bhutto ke Pakistan berikut pembagian kekuasaan Musharraf-Benazir yang didukung AS justru ikut mendongkrak popularitas Kayani, salah seorang tokoh yang paling menjauhi publisitas. Peran Kayani sebagai negosiator dalam urusan kepulangan Benazir, tak dinyana, membuat namanya ikut digadang-gadang para pendukung PPP. Syahdan, faktor ini pula yang membuat Musharraf menjadi syak terhadap "faktor Kayani" dan segera menggantinya dengan Taj.

Pengaruh Musharraf atas Angkatan Bersenjata Pakistan, yang merupakan angkatan perang ketujuh terbesar di dunia, memang belum terkalahkan para penentangnya. Dalam dua periode jabatannya sebagai presiden, Musharraf memang memberi jalan bagi pemotongan porsi APBN untuk militer. Jika pada periode 1958-1973 militer mendapat 60 persen alokasi dana APBN, pada 2007 anggaran menurun jauh hingga tinggal 25 persen.

Di sisi lain, bantuan asing yang diperoleh angkatan bersenjata Pakistan juga semakin menjulang. Sejak 2001 saja, dana yang dikucurkan AS untuk program "War on Terror" sudah mencapai US$ 10 miliar. Belum lagi bantuan teknik yang diulurkan Cina dan Prancis dalam pembuatan pesawat tempur, tank, dan kapal selam (lihat Profil Militer Pakistan). Namun, yang membuat militer kaya-raya adalah terlibatnya militer dalam banyak sektor komersial di Pakistan.

Military Inc.: Inside Pakistan's Military Economy (2007), buku karya Dr. Ayeesha Siddiqa, mantan Direktur Riset di Angkatan Laut Pakistan, yang dilarang beredar menyebutkan, "Satu-satunya perusahaan yang mempunyai laba sangat tinggi di Pakistan adalah militer." Menurut taksiran sang penulis, kekayaannya sekitar 10 miliar pound sterling (sekitar Rp 175 triliun).

Mereka bahkan mempunyai pabrik sereal, pengolahan kayu manis, gula, selain bergerak di bidang finansial seperti perbankan dan asuransi, bahkan maskapai penerbangan. "Bahkan jika Anda sekarang ke Pakistan," ulas Husain Haqqani, Direktur Pusat Hubungan International Universitas Boston, "perumahan terbaik adalah yang berada di lingkungan militer."

Dengan cengkeraman komersial yang merasuk di pelbagai bidang ini, tak mengherankan jika studi terbaru Transparency International menyatakan bahwa Pakistan di masa jabatan Musharraf, yang ditulangpunggungi militer, jauh lebih korup dibandingkan pada masa jabatan Benazir Bhutto dan Nawaz Sharif, dua politikus sipil yang selama ini mendapat cap koruptor kakap.

Kondisi ini membuat Haqqani pesimistis terhadap niat Musharraf menjelang pemilu 18 Februari, yang berulang kali menyatakan akan membuat Pakistan yang lebih demokratis dan memangkas korupsi. "Musharraf menjadi nakhoda sebuah angkatan perang (yang besarnya) seperti Titanic," ujar Haqqani. "Bagaimana mungkin ia bisa mengubah arah Titanic itu dalam waktu pendek?"

Akmal Nasery Basral (The Guardian, Dawn, situs Center for Research on Globalization)

Profil Militer Pakistan

Jumlah total pasukan (aktif dan cadangan): 1.449.000 orang.

Peringkat: 7 dunia (Indonesia peringkat 16)

AngkatanPasukan AktifPasukan Cadangan
Darat550.000513.000
Laut24.0005.000
Udara40.00010.000
Paramiliter302.0000
Pengawal Pantaiclassifiedclassified

Produksi mesin tempur: jet JF-17 Thunder dan tank Al-Khalid (bersama Cina), dan kapal selam Agosta 90-B (bersama Prancis).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus