Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi untuk memberikan “hak dan keistimewaan” baru kepada negara Palestina melalui pemungutan suara pada Jumat, 10 Mei 2024. Pemungutan suara itu mendorong pula Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan kembali pengakuan terhadap Palestina sebagai anggota PBB ke-194.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 143 negara mendukung resolusi tersebut, sembilan negara menentangnya, dan 25 negara abstain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sembilan negara yang menolak Palestina bergabung adalah Argentina, Republik Ceko, Hongaria, Israel, Mikronesia, Amerika Serikat, Papau Nugini, Nauru, dan Palau. Berikut alasan 9 negara ini menolak resolusi tersebut.
1. Amerika Serikat
Dilansir dari laman resmi United Nations atau PBB, perwakilan Amerika Serikat menyebutkan bahwa perdamaian berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui solusi dua negara dengan jaminan keamanan Israel. Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan dalam kebebasan dan martabat.
“Langkah-langkah sepihak di PBB dan di lapangan tidak akan mencapai tujuan ini,” kata perwakilan Amerika Serikat, dikutip dari press.un.org.
Oleh karena itu, menurut Perwakilan Amerika Serikat, pilihan mereka tidak mencerminkan penolakan terhadap Negara Palestina. Namun, justru merupakan pengakuan bahwa status kenegaraan hanya akan tercapai melalui proses yang melibatkan negosiasi langsung antara para pihak.
Lebih lanjut, perwakilan Amerika Serikat menyebutkan bahwa resolusi ini tidak menyelesaikan kekhawatiran mengenai permohonan keanggotaan Palestina yang diajukan di Dewan Keamanan melalui proses Komite Penerimaan pada bulan April lalu. Selain itu, rancangan resolusi tersebut juga tidak mengubah status Palestina sebagai misi pengamat non-negara anggota.
2. Hongaria
Dilansir dari situs yang sama, perwakilan Hongaria menyebutkan bahwa penolakan mereka berangkat dari keinginan untuk menjaga kejelasan hukum dan proses yang cermat di PBB mengenai penerimaan dan partisipasi dalam pekerjaan Majelis.
Menurutnya, resolusi yang ada tidak kondusif untuk meredakan situasi dan menemukan solusi damai terhadap konflik di Timur Tengah. Ia juga mengutuk serangan teroris pada 7 Oktober oleh Hamas yang memicu perang saat ini di Gaza dan menyerukan segera pembebasan tanpa syarat terhadap sandera yang tersisa.
3. Papua Nugini
Perwakilan Papua Nugini menyatakan keprihatinannya mengenai tantangan serius perdamaian dan keamanan yang dihadapi Palestina dan Israel serta dampaknya yang lebih luas terhadap kawasan Timur Tengah dan sekitarnya. Ia menyatakan menolak resolusi tersebut lantaran tak memberikan solusi jangka panjang.
“Setiap hak dan keistimewaan yang diberikan kepada pihak-pihak yang ingin menjadi anggota PBB dan kewajiban mereka yang timbul dari upaya tersebut harus diberikan dengan cara yang sepenuhnya sesuai dengan Piagam PBB,” kata perwakilan Papua Nugini, dikutip dari press.un.org.
Ia menyatakan akan melepaskan diri dari pernyataan yang akan disampaikan Gerakan Non-Blok karena unsur-unsur di dalamnya tidak sejalan dengan posisi nasional negaranya.
4. Israel
Perwakilan Israel menyatakan bahwa pemungutan suara ini akan membuka pintu PBB bagi Otoritas Palestina yang mendukung teroris dan bahkan tidak memiliki kendali atas wilayahnya sendiri.
“Meskipun Hari Peringatan Holocaust diperingati minggu ini, badan yang tidak tahu malu ini telah memilih untuk memberi penghargaan kepada Nazi zaman modern dengan hak dan keistimewaan,” kata perwakilan Israel, dikutip dari press.un.org.
Lebih lanjut, menurut perwakilan Israel, pemungutan suara hari ini telah mengabaikan Dewan Keamanan dan melanggar Piagam PBB.
“Menurut Piagam PBB keanggotaannya dapat diberikan kepada semua negara yang cinta damai, sementara Palestina kebalikannya. Mereka (Palestina) hanya mencoba menghancurkan Israel. Orang-orang Palestina mengindoktrinasi anak-anak mereka untuk membunuh orang Israel dan melakukan terorisme,” kata perwakilan Israel.
5. Argentina
Dilansir dari laman thenationalnews.com, Argentina secara historis memiliki hubungan yang kuat dengan Israel dan negara-negara Arab. Argentina sendiri mengakui Palestina sebagai negara yang bebas dan merdeka dalam batas-batas yang ada pada tahun 1967.
Presiden baru Javier Milei mengunjungi Israel pada bulan Februari lalu dan berjanji untuk memindahkan kedutaan besar negaranya ke Yerusalem. Hal ini menunjukkan perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri Buenos Aires, setelah bertahun-tahun mendukung negara-negara Arab.
Milei juga telah mengumumkan bahwa pemerintahannya akan menyatakan Hamas sebagai kelompok teroris terlarang dan menyebutkan bahwa warga Argentina termasuk di antara ratusan orang yang disandera oleh kelompok tersebut pada tanggal 7 Oktober.
6. Mikronesia, Palau, dan Nauru
Dilansir dari laman thenationalnews.com, Kepulauan Mikronesia, Nauru, dan Palau adalah negara kepulauan kecil di Pasifik dan secara historis memiliki kesamaan suara dengan Amerika Serikat.
Pada tahun 2010, misalnya, Mikronesia memberikan suara setuju dengan AS sebanyak 47 kali dan hanya berbeda pendapat sebanyak tiga kali. Rekor perolehan suara di Palau setara dengan rekor perolehan suara di Amerika Serikat, yaitu sekitar 96,5 persen.
Richard Gowan, direktur PBB untuk International Crisis Group, menunjukkan bahwa sejumlah sekutu AS, mungkin tidak mendukung resolusi ini.
“Saya pikir perang yang berkepanjangan di Gaza telah mengubah suasana hati PBB secara keseluruhan mengenai perlunya mencapai solusi dua negara,” katanya kepada The National News.
7. Republik Ceko
Dilansir dari laman yang sama, Republik Ceko secara historis lebih pro-Israel dan pro-AS. Perwakilan Republik Ceko, Jakub Kulhanek mengatakan bahwa keanggotaan PBB tidak akan membawa perdamaian dan kesejahteraan bagi warga Palestina. Ia juga menambahkan bahwa hal ini hanya dapat dilakukan di meja perundingan.
“Semua pihak perlu mengambil keputusan politik yang sulit dan berkompromi. Itulah yang sebenarnya harus kita perjuangkan,” katanya, dikutip dari The National News.
Ia juga mendorong kedua Palestina dan Israel untuk memulai jalur kerja sama termasuk melalui Perjanjian Abraham demi mendorong masa depan yang lebih baik bagi Timur Tengah.