DUA hari sesudah Jenderal Fidel Ramos mendesak pemerintah agar melancarkan perang total terhadap pemberontak komunis, Presiden Corazon Aquino justru menawarkan amnesti lengkap kepada mereka. Dengan harapan, amnesti itu akan "mempersatukan keluarga, memulihkan hati yang rusak binasa, dan menyembuhkan luka-luka bangsa kita," kata Cory dalam pidatonya, Sabtu lalu, berusaha merangkul pemberontak yang bersedia meletakkan senjata dalam tempo enam bulan mendatang. Dua hari kemudian, tepatnya Senin pekan ini, amnesti lengkap dan hampir-hampir tanpa syarat itu ditolak dengan keras oleh NDF (Front Demokratik Nasional), payung ormas komunis dan sayap politik CPP (Partai Komunis Filipina). Juru bicara NDF, Antonio Zumel, menyatakan amnesti itu hanyalah taktik supaya pemerintah, selama enam bulan itu, bisa melakukan konsolidasi ke dalam tubuh militer. Dia menuduh bahwa amnesti sepenuhnya mencerminkan sikap munafik pemerintahan Cory -- yang bertujuan membujuk gerilyawan revolusioner agar menyerah. Zumel secara agak mengejutkan berkata bahwa NDF bersedia melanjutkan perundingan, tetapi "untuk menyerah" sama sekali tidak. Tetapi pernyataan Kastaf AFP (angkatan bersenjata Filipina) Fidel Ramos pekan lalu bisa dianggap sebagai pernyataan perang terhadap pemberontak. Dia bukan saja menyarankan "perang total" melawan komunis, tetapi pada saat yang sama memperingatkan bahwa pemerintahan Cory "harus membayar harga tertentu" dalam upaya mengakhiri pemberontakan yang sudah berlangsung 16 tahun itu. Tentu saja, harga yang dimaksud bukanlah amnesti, melainkan rencana terpadu dan menyeluruh -- mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, dan militer. Dalam penerapannya, rencana itu bisa berupa program landreform untuk pemberontak di kawasan pertanian. Di balik itu, tampaknya, Ramos -- dengan pandangan murni militer -- berusaha menegaskan bahwa bertarung melawan kekuatan komunis itu sesungguhnya, "Mahal, makan waktu lama, dan bisa membawa akibat sangat tidak menyenangkan bagi penduduk sipil." Dalam nada prihatin, ia menyesalkan bahwa banyak orang, termasuk pejabat pemerintah, tidak memahami masalah pemberontakan komunis. "Sebagian besar berpendapat bahwa people power mampu menyelesaikan masalah itu," kata Ramos di depan Manila Rotary Club, Sabtu lalu. "Tetapi pendapat seperti ini berbahaya satu ilusi yang pada dasarnya mengandung benih-benih kehancuran kita sendiri." Lalu Ramos mengulangi data yang populer itu: bahwa gerilyawan komunis NPA berkekuatan 24.000 pasukan reguler, yang menyebar di 65 dari 73 provinsi, mempunyai pemerintah bayangan pada sedikitnya 20% dari 41.000 barangay (desa). Kastaf AFP itu tampaknya ingin menegaskan bahwa people power bukanlah jawaban untuk setiap masalah dan keruwetan. Tanpa menyinggung rendahnya mutu personel di kalangan militer -- sesuatu yang dikecam keras oleh Menhan Rafael Ileto akhir-akhir ini -- Ramos malah melontarkan satu kejutan. Ia menyarankan agar militer duduk dalam pemerintahan. Kejutan Jenderal Ramos itu agaknya bukanlah hadiah ulang tahun people power yang menyenangkan bagi Cory. Terutama di saat ia menghunus pedang bermata dua ke arah pemberontak: amnesti bagi yang ingin damai dan tindak kekerasan bagi yang membangkang. Satu paket dengan amnesti adalah uang tunai, tanah, atau kesempatan kerja. Menurut Ileto, kampanye dua arah itu cukup sukses di Muangthai. Tidak heran jika pemerintah terus menggalakkan perundingan dengan pemberontak di tingkat daerah. Menarik untuk dicatat bahwa komunis tampaknya akan meniru taktik pemerintah. Seorang juru bicara NDF, Carolina Malay Ocampo, berkata, "Kami akan secara serentak menerapkan perjuangan parlementer (maksudnya: politik) dan perjuangan bersenjata." Kalau ini benar, pertarungan melawan komunis itu memang bisa "mahal dan makan waktu lama", seperti yang sudah diramalkan Jenderal Ramos. I.S., Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini