Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Tentara Myanmar menembaki anak-anak.
Sejak kudeta pecah, 48 anak sudah tewas tertembak.
Korban termuda berusia tujuh tahun.
KHIN Myo Chit berlari menghampiri ayahnya ketika para tentara Myanmar memaksa masuk ke rumah mereka di Chanmyathazi, Kota Mandalay, pada Selasa, 23 Maret lalu. Sejak siang tentara menggerebek kawasan itu untuk menangkap para demonstran dan mencari senjata yang disembunyikan. "Mereka merangsek rumah kami dan memerintahkan semua orang duduk," ujar Aye Nyein San, kakak Khin Myo Chit, seperti dilaporkan Myanmar Now.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ayah mereka, Maung Ko Hashin Bai, memberi tahu tentara bahwa anggota keluarganya ada enam orang dan semua sudah berkumpul di ruangan yang sama. Tentara menuduhnya berbohong dan langsung menggeledah rumahnya. Sang ayah mengulang ucapannya. Tentara tak percaya dan malah menembaknya. Peluru itu pun menembus perut Khin Myo Chit yang sedang duduk di pangkuannya ayahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi juga memukuli putra Hashin Bai dengan popor senapan. Hashin Bai masih berusaha mempertahankan putranya ketika polisi hendak menggelandangnya keluar. "Ayah tak bisa berbuat apa-apa karena mereka mengancam bakal menembaknya lagi," ucap Aye Nyein San.
Khin Myo Chit sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi dokter tak bisa menolongnya lagi. Bocah tujuh tahun itu menjadi korban termuda yang tewas ditembak tentara Myanmar sejak kudeta terjadi pada 1 Februari lalu. "Kami masih berduka dan juga cemas atas keselamatan kakaknya," ujar Aye Nyein San.
Hari itu polisi dan tentara juga menggerebek dua kampung lainnya, Pyigyitagon dan Chanayethazan. Setidaknya enam orang tewas dalam serangan itu. Salah satunya adalah Zaw Myo Htet, remaja 15 tahun yang sedang menjaga toko teh di Chanayethazan. Dia tewas tertembak di kepala ketika berusaha keluar dari tokonya. "Apa salah anakku? Dia bahkan tak ikut aksi protes," kata sang ibu, Hla Hla Yee. "Anakku meninggal dibunuh. Para diktator militer itu harus dihentikan!"
Kematian dua anak itu menambah kelam masa depan anak-anak Myanmar di bawah tekanan junta militer. Sehari sebelumnya, tentara juga menyerbu permukiman Mya Yee Nandar di Mandalay yang menyebabkan seorang anak laki-laki berusia 14 tahun dan tujuh orang dewasa tewas tertembak.
Krisis politik sudah menelan lebih dari 600 nyawa dan 48 di antaranya adalah anak-anak sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu. Sebagian anak-anak itu tewas ditembak aparat keamanan ketika mengikuti aksi protes damai di jalanan. Sisanya meninggal terkena peluru nyasar, seperti yang menimpa Htoo Myat Win, bocah 13 tahun yang diterjang pelor ketika sedang bermain di halaman rumahnya.
Organisasi sipil Save The Children menyebut situasi di Myanmar sudah sangat buruk bagi anak-anak. Mereka tak lagi bisa mendapatkan haknya, seperti belajar dan bermain, karena tentara terus menebar teror. "Banyaknya anak yang terbunuh hampir setiap hari menunjukkan aparat keamanan itu tidak menghargai nyawa manusia," tutur mereka.
Krisis politik itu juga bisa membuat anak-anak terseret ke penjara, yang membuat mereka terancam diperlakukan tak layak dan menjadi korban kekerasan seksual. Sedikitnya ada 17 anak, satu di antaranya perempuan 11 tahun, dilaporkan berada dalam tahanan. Save The Children dan mitra mereka di Myanmar menangani lebih dari 140 kasus anak yang ditahan. Sekitar 480 pelajar juga dilaporkan berada dalam tahanan.
Junta militer Myanmar menolak bertanggung jawab atas kematian anak-anak itu. Mereka justru menyalahkan para demonstran. Para pengunjuk rasa, menurut juru bicara militer Mayor Jenderal Zaw Min Tun, "memanfaatkan" anak-anak di garis depan. Tun mengatakan demonstran juga memprovokasi anak-anak ikut merusuh. "Jadi mereka bisa saja tertembak ketika aparat keamanan berusaha membubarkan kerumunan," katanya seperti dilaporkan CNN.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (MYANMAR FRONTIER, REUTERS, BBC, THE NEW YORK TIMES)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo