SIAPA yang menang di Nikaragua, negeri Amerika Tengah berpenduduk 3,7 juta? Mungkin tak ada. Daniel Ortega, presiden pemerintahan kiri Sandinista, kalah oleh calon dari oposisi, Nyonya Dona Violeta Chamorro. Gerilyawan kanan Contra, yang dibiayai dan dilatih oleh Amerika Serikat, akhirnya bersedia membubarkan diri. Chamorro? Ia masih harus membuktikan kecakapannya mengatasi kerunyaman ekonomi negeri yang dilanda inflasi 1.800% dan penurunan upah buruh sampai 90% ini. Tapi memang ketegangan di negeri yang dikoyak perang saudara kini reda. Pelantikan presiden terpilih Chamorro, pemenang pemilu awal Maret lalu, tampaknya berlangsung tanpa gangguan, Rabu pekan ini. Presiden yang segera turun, Ortega, yang semula mengajukan syarat pembubaran total Contra sebelum hari pelantikan Chamorro, tak ngotot lagi. Yakni setelah diteken perjanjian gencatan senjata antara pihak Contra dan pemerintahan Sandinista, Rabu pekan lalu. Dalam perjanjian disebutkan bahwa tentara Sandinista akan ditarik dari lima kawasan tempat Contra akan dilokalisasikan. Mulai Kamis pekan lalu pihak Contra sudah bergerak ke kawasan lokalisasi, diharapkan Rabu pekan ini semua anggotanya, sekitar 14.000 gerilyawan, sudah berada di zone lokalisasi. Dan pelan-pelan Contra -- yang dianggap duri dalam daging oleh pemerintah Sandinista -- akan membubarkan diri batas waktu terakhir, 10 Juni. Pekan lalu, di bawah terik matahari, pembubaran pertama berlangsung di pantai utara Nikaragua. Sebanyak 260 pria berseragam tentara menyerahkan senjatanya, pada satu peleton tentara, Venezuela berbendera PBB. Bisa jadi ini menjadi pertanda Washington akan mengakhiri campur tangannya sejak abad ke-19 d negeri ini. Pada awal abad ke-20, AS pertama kali campur tangan secara nyata. Yakni ketika Presiden Jose Santos Zelaya menolak permintaan Amerika membangun terusan di Nikaragua. Sebuah pemberontakan yang didukung AS menggulingkan Zelaya. Rezim baru yang sangat pro AS dilantik. Tapi, di antara rakya muncul seorang pengacara yang bekerja sebagai guru sekolah, Benyamin Zeledon namanya, yang melihat pemerintahan Nikaragua tidak sehat. Ia angkat senjata, tapi dengan mudah Pemerintah Nikaragua dengan bantuan marinir AS menumpasnya. Celakanya, Pemerintah bersikap tidak semena-mena. Mayat Zeledon diseret seekor kuda sepanjang jalan di sebuah kota. Seorang anak muda, Augusto Cesar Sandino, menyaksikan kebrutalan itu. "Darahku menggelegak," katanya mengenang di suatu hari setelah itu. Sepuluh tahun kemudian, Sandino, yany menyebut diri "jenderal orang-orang merdeka", bersama sejumlah petani angkat senjata. Enam tahun, pasukan yang lebih bermodal semangat dan rasa amarah mengganggu tentara pemerintah dan marinir AS. Baru, setelah marinir AS ditarik pulang, sang "jenderal" bersedia berunding dengan Anastasio Somoza Garcia, penguasa yang dipasang AS. Tapi perdamaian rupanya memang bukan tujuan Somoza. Sandina terbunuh dalam sebuah jamuan makan malam. Darah sang "jenderal" rupanya menjadi pupuk sebuah gerakan bawah tanah antipemerintah Somoza. Ledakan ke permukaan terjadi pada 1977. Sejumlah orang bersenjata menyerbu gedung Dewan Majelis Nasional, menyandera sejumlah pejabat, termasuk dua menteri Tuntutan para penyandera, dibebaskannya sejumlah tahanan politik dan uang tebusan sejuta dolar Sukses. Dan yang mengejutkan Pemerintah Nikaragua, di lapangan terbang beribu orang mengelu-elukan orang-orang bersenjata itu -- satu hal yang membuat tentara Nikaragua takut melepaskan tembakan. Kemudian diketahui mereka adalah anggota Frente Sandinista Liberacion Nasional, gerakan bersenjata yang dibentuk oleh para pengikut Sandino. Tujuan mereka, mewujudkan cita-cita yang pernah dilontarkan oleh Sandino: "Bila saja ada 100 orang yang mencintai Nikaragua seperti aku mencintainya, bangsa kami akan memperoleh kedaulatannya yang mutlak." Dan bukan cuma seratus, tapi ratusan ribu. Maka, perang saudara pun tak terelakkan. Dua tahun Sandinista -- demikian akhirnya kelompok ini populer disebut berjuang dan tergulinglah rezim Somoza. Ironisnya, sukses Sandinista tak bisa lepas dari bantuan Amerika Serikat, yang rupanya tak lagi merasa penting membela Somoza. AS (baca: Presiden Jimmy Carter waktu itu memilih bersekutu dengan Sandinista untuk membendung berkembangnya komunisme di Amerika Tengah. (Carter kemudian benar-benar hadir di samping pemerintah Sandinista dalam pemilu Maret lalu sebagai pengawas agar alat demokrasi itu berjalan semestinya). Pemerintahan Sandinista pun segera didirikan, dan segera ketahuan warnanya. Bantuan Carter ternyata tak membuat Sandinista meninggalkan kecenderungannya. Ideologi pemerintah baru ini jelas: memandang rendah kaum kapitalis, menggunakan Marxisme sebagai dasar falsafahnya. Itu sebabnya dua tahun kemudian pemerintah Sandinista berpihak pada oposisi di negeri tetangganya El Salvador. Langsung AS memutuskan hubungan dengan negeri yang dituduhnya "menyebarkan paham komunisme" itu. Bantuan AS pun dihentikan. Sekali lagi AS bermanuver. Kini negeri superkual ini memasok bantuan dan pelatih militer pada pengikut Somoza yang lari ke hutan-hutan. Terbentuklah gerilyawan Contra (Counter Revolutionary Forces, atau kekuatan kontrarevolusi). Pada mulanya tentara Contra jauh lebih keren daripada tentara Sandinista. Mereka lebih punya seragam dan persenjataan mentereng dari AS. Toh, Contra sulit memperoleh kemenangan. Selain jumlahnya cuma belasan ribu sementara pihak lawan memiliki 70.000 tentara, semangat juangnya memang lain. Tentara Sandinista lebih bersenjatakan ideologi dan harga diri, sementara gerilyawan Contra berharap AS cepat membantu mereka dengan menerjunkan pasukannya -- suatu hal yang mustahil dilakukan AS mengingat pengalaman dalam Perang Vietnam. Sementara itu, moral Contra terus merosot. Citra gerilyawan yang pada mulanya bergengsi itu, terutama setelah bantuan AS seret, berubah. Dari pejuang antikomunisme menjadi teroris masyarakat. Mereka sering memperlakukan penduduk sipil yang dicurigai memata-matai mereka dengan kasar -- menganiaya, memperkosa, bahkan membunuh. Rakyat pun menyebut mereka "pasukan bayaran". Bila kemudian Contra setuju mendukung calon presiden dari koalisi oposisi, Chamorro, karena dijanjikan akan ada perubahan dalam tubuh militer Sandinista. Hingga anggota Contra nantinya tak perlu sembunyi. Tapi bukan karena dukungan Contra bila Dona Violeta Chamorro memenangkan pemilu. Sebelas tahun pemerintahan Sandinista ternyata tak memberikan kemakmuran yang didambakan rakyat. Terhadap musuh-musuh negara, pemerintahan Sandinista pun akhirnya bersikap sebagaimana juga rezim Somoza. Oposisi dibatasi geraknya, tokoh-tokohnya dipenjarakan atau diawasi ketat. Pers disensor. Bedanya, Somoza mengambinghitamkan komunisme, sedangkan pemerintah Sandinista menakut-nakuti masyarakat dengan mengatakan betapa berbahayanya CIA. Beda yang lain, rezim Somoza lebih mementingkan kelompok penguasa, pemerintah Sandinista -- betapapun compang-campingnya -- memperhatikan rakyat banyak. Contohnya, pelayanan kesehatan diberikan sampai ke pelosok. Ini yang membuat seorapg dokter tetap bertahan di Nikaragua, membantu program kesehatan masyarakat. Menurut dr. Parajon, nama dokter itu, kepada wartawan The New York Times Magazine, dulu pemerintah cuma memperhatikan kelas kaum berduit. Maka, Pak Dokter tak peduli meski ia tahu ia dan beberapa teman cendekiawannya teleponnya disadap, surat-suratnya disensor. Sementara itu, ekonomi Nikaragua terus memburuk. Pabrik-pabrik gula merosot produksinya bukan karena langkanya tebu, melainkan onderdil mesin dan traktor tak bisa diperoleh hingga mesin dan traktor itu menganggur. Konsep ekonomi Ortega makin sulit dipahami. Buruh dilarang menerima bonus. Alasannya, untuk meghindarkan persaingan dan privilese di kalangan kelas pekerja. Tapi akibatnya, semangat kerja menurun, dan akhirnya produksi pun merosot. Buntut akhirnya, ekonomi negara morat-marit. Yang menimbulkan protes, banyak anak-anak muda usia di bawah 15 tahun direkrut untuk menjalani dinas militer. Tujuannya jelas, guna melawan Contra. Sebagian anak-anak muda itu konon memang dengan senang hati menjalaninya. Tapi banyak juga yang mencoba menghindarkan tugas itu. Rakyat, yang konon tetap mencintai Ortega, mencoba memilih Chamorro yang berkursi roda itu. Dengan memilih Chamorro rakyat Nikaragua mengharapkan bantuan AS bakal mengalir lagi, dan kondisi ekonomi bakal cepat pulih. Dan itulah tantangan yang dihadapi oleh presiden baru yang dilantik pekan ini. Mendatangkan bantuan dan perdamaian. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini