Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUNYI tembakan dari senapan serbu Sig Sauer MCX teredam oleh musik yang berdentam-dentam. Banyak yang tidak menyadari maut sedang mendatangi ratusan orang yang sedang bersenang-senang, kecuali dari status Facebook klub malam Pulse yang berbunyi: "Siapa saja yang ada di dalam cepat keluar dan terus berlari."
Saat itu, Ahad pekan lalu, jam baru menunjukkan pukul dua. Di Pulse, klub malam kaum gay di Orlando, Florida, penembakan paling mengerikan dalam sejarah Amerika Serikat berlangsung. Pengunjung baru menyadarinya saat musik sudah mati, meski suasana tidak serta-merta sunyi. Suara kepanikan dan kengerian, serta tembakan beruntun, memecah kegelapan.
Seorang korban yang bersembunyi di kamar mandi mengirimkan rangkaian pesan pendek kepada sang ibu. "Dia datang, aku akan mati," tulis Eddie Jamoldroy Justice, 30 tahun, seorang akuntan. Sang ibu mendapati nama anaknya sebagai salah satu korban keesokan hari.
"Waktu seperti berhenti," kata Dr Joshua D. Stephany, kepala tim medis Orlando, yang memasuki Pulse pagi harinya. Jenazah dan darah di mana-mana, lampu dan televisi masih menyala. Terlihat pula minuman yang baru tersaji, nota pembayaran, dan hidangan yang baru setengahnya disantap.
Tidak jelas apa yang mendorong sang pelaku, Omar Mateen, yang tewas dalam tembak-menembak dengan polisi, beraksi. Polisi menyatakan kejadian itu adalah terorisme domestik. Orang tuanya berasal dari Afganistan, meski dia lahir di Amerika.
Ada yang menuding Mateen gay setelah istri dan dua mantan istrinya yang lain menyatakan dia adalah pengunjung klub itu. Meski tak tahu pasti, Sitora Yusufiy tidak heran jika suami yang dia ceraikan pada 2009 itu memiliki kehidupan ganda. Saat diwawancarai stasiun televisi CNN, dia mengungkapkan, dari foto-fotonya, dia tahu Mateen senang berkunjung ke klub-klub khusus kaum gay.
Meski demikian, dia tidak tahu orientasi seksual suaminya. "Dia suka pergi ke klub malam, banyak foto dia. Saya pikir ada sisi lain dari dirinya yang dia sembunyikan," ujar Yusufiy, wanita pertama yang dinikahi Mateen.
Mantan istri Mateen yang lain mengaku kerap dipukuli. Bertemu secara online pada 2009, mereka lalu menikah. Karena perempuan itu kerap mengalami kekerasan, orang tuanya campur tangan dan memindahkannya dari rumah beberapa bulan kemudian. "Dia bukan orang yang stabil. Dia sering memukuli saya untuk alasan kecil, seperti cucian belum selesai," katanya.
Si mantan yang diceraikan Mateen pada 2011 itu mengaku suaminya tak terlalu religius dan gemar berlatih di gym. Dia memiliki sebuah pistol kecil saat bekerja sebagai penjaga di fasilitas anak-anak nakal tak jauh dari rumah mereka.
Setelah itu Mateen menikahi Noor Salman. Surat nikahnya menunjukkan mereka menikah pada 29 September 2011. Dia mengaku berusaha menghentikan aksi Mateen. Penyelidik kini mengincarnya.
Mateen juga pernah ikut ngobrol di ruang online khusus gay. Dia menyatakan kemurkaannya saat melihat dua pria berciuman. Dia memaki-maki kaum gay.
Belum diketahui apakah Mateen mengunjungi klub dan ruang ngobrol itu untuk mengamati sebelum beraksi membantai 49 orang dan melukai lebih dari 53 orang lainnya.
Pada malam kejadian, Mateen menyewa sebuah mobil, lalu menyetir dari rumahnya di Fort Prince ke Orlando. Menurut Salman, sang istri, Mateen berbohong soal ke mana dia akan pergi. Sebelum beraksi, dia menelepon seorang teman untuk mengucapkan selamat tinggal. Tampaknya dia tahu tak akan lolos dari kepungan polisi. Menurut temannya itu, Mateen juga menelepon ke panggilan darurat 911, menyebut serangan Boston Marathon 2013 yang melibatkan Tamerlan dan Dzhokhar Tsarnaev.
Dia juga menghubungi produser News13 Orlando, afiliasi CNN. Kepada stasiun televisi itu, dia menyebutkan akan melakukan pembantaian demi sumpah setianya kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Namun polisi menegaskan bahwa tindakan Mateen hanya terinspirasi ISIS, tidak ada kaitan langsung dengan kelompok militan itu.
Mateen diketahui mengajukan permohonan perubahan nama dari Omar Mir Seddique menjadi Omar Mir Seddique Mateen pada 2006. Sang ayah, Seddique Mateen, dikabarkan memiliki acara televisi di stasiun berbasis di California yang berhaluan antipemerintah Pakistan dan bersimpati kepada Taliban Afganistan.
Mateen sebetulnya telah terendus radar Biro Penyelidik Federal (FBI) tiga tahun lalu. Saat itu dia marah karena dituduh terlibat terorisme oleh teman kerjanya. "Tapi penyelidik tidak dapat memverifikasi substansi pernyataannya," kata agen khusus FBI, Ronald Hopper.
Pada 2014, FBI kembali memeriksanya soal kemungkinan keterkaitan Mateen dengan Moner Mohammad Abu-Salha, pria Florida yang menjadi pelaku peledakan bom bunuh diri di Suriah. Keduanya kerap mengunjungi masjid yang sama. Tapi Mateen tetap bebas. Hingga tragedi itu terjadi.
Natalia Santi (BBC, CBS, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo