Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Antara bom dna budi baik

Orang as eks sandera iran punya pengalaman berbeda yang diperlakukan secara kejam ingin membalas dendam, tapi beberapa orang mengalami perlakuan baik. laporan carter memperburuk citra iran.

31 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM itu di berbagai gedung umum keramaian pesta dansa sedang berjalan, menyambut pelantikan Presiden Ronald Reagan. Para pirsawan di rumah, lapor pembantu TEMPO An Nanda, mengikuti siaran televisi langsung dari Aljazair. Pesawat yang membawa 52 sandera (termasuk dua wanita) dari Iran sedang mendarat di lapangan udara Aljir. Dan terjadilah percakapan antara penyiar dan korespondennya di Aljir itu. "Bagaimana penglihatan anda, apakah para sandera baik-baik saja?" Koresponden: "Yang saya lihat, mereka baik-baik saja." Penyiar: "Apakah tidak ada yang pincang, atau tanda-tanda bahwa mereka telah diperlakukan dengan kejam oleh teroris Iran?" Koresponden: "Tidak, saya tidak lihat." Bekas sandera yang turun dari pesawat Aljazair itu semua tampak sehat. Banyak yang tersenyum. Tapi percakapan televisi tadi jelas menjadi tema yang bertujuan mencari konfirmasi bahwa para sandera telah diperlakukan secara kejam. kemudian setibanya mereka di rumah sakit Amerika di Wiesbaden, Jerman Barat, tema tadi berkembang. Bekas Presiden Jimmy Carter, sebagai utusan khusus Reagan, datang menjumpai bekas sandera yang sedang dirawat itu. Sesudah pertemuan emosional itu Carter menyatakan kesannya bahwa orang Iran telah berlaku biadab. Acts of barbarism, demikian ungkapannya yang tersiar luas pekan lalu. Selanjutnya beruntun pemberitaan pers tentang perlakuan keji terhadap sandera. Sebagian kisah ini tersiar setelah bekas sandera menelepon keluarga masing-masing dari Wiesbaden. Patsy, misalnya, mendengar dari suaminya, Gary Lee yang mengaku dirinya pernah diteror oleh mahasiswa militan di Teheran. Bersama Richard Queen, sandera yang terlebih dulu dilepas karena sakit, Lee konon diikat dikursi. Mata mereka ditutup erat dengan kain. "Gary mengatakan dia mengira dia akan mati. Para pengawal memainkan pelatuk senjata selalu di belakang mereka. Kemudian para pengawal menganggap semua itu seperti main-main," cerita Patsy. Malcolm Kalp, diplomat yang dituduh jadi agen CIA, menelepon keluarganya bahwa ia pernah ditendang dan dipukul dalam tahanan. Selama 374 hari ia disisihkan dari yang lain karena ia berulang kali berusaha minggat. Kalp mengatakan ia ingin kembali ke Iran dengan pesawat B-52 dan "menjatuhkan bom seharga delapan milyar dollar." Tidak semua punya perasaan dendam terhadap Iran. Kathryn Koob, salah seorang dari dua sandera wanita, bercerita bahwa perlakuan terhadap dirinya baik. "Semua yang saya butuhkan mereka berikan. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka bukan teroris. Orang Iran itu orang yang baik. Kita hendaknya tidak menyamaratakan," kata wanita itu. BARRY Rosen, atase pers, menelepon temannya di New York Times. "Tiap hari," katanya, "kematian hadir dalam pikiran saya. Tapi orang Iran itu tak pernah mengatakan mereka akan membunuh saya dan saya tak pernah dianiaya." Penyandera menuduh Rosen seorang mata-mata dan dirty Zionist. Sebagai orang Yahudi, Rosen menduga perlakuan kasar akan dialaminya tapi, katanya, dia tidak merasakan sikap anti-Yahudi yang terus-menerus. Dari John Limbert Jr. tak mungkin ada sakit hati. Parvaneh, istrinya, adalah keturunan Iran. Bersama dua anaknya, sang istri tinggal di Jedah, Arab Saudi, selama Limbert disandera. Perihal keluarganya sangat dirahasiakan selama ini.n Walaupun mungkin tak cidera karena pernah dipukuli, Limbert dan bekas tahanan lainnya diduga akan lama menderita. Mereka, kata Dr Jerome Krcak yang mengepalai tim medis dari Deplu Amerika di Wiesbaden, mengharapkan pengertian keluarga. "Sabarlah selalu mendengar cerita mereka. Bekas sandera ini akan berulang kali menceritakan pengalaman masing-masing selama dalam tahanan." Kini pengalaman pahit mereka diberitakan secara besar-besaran. Citra Iran jadi cemar karenanya. Seolah ada semacam kampanye membina pendapat umum di Amerika supaya akhirnya pemerintahan Reagan tidak merasa terikat oleh perjanjian Aljir. "Orang Amerika kita di Iran telah diperlakukan jauh lebih buruk daripada yang pernah diungkapkan semula," demikian Carter. Mendengar laporan ini Reagan konon marah sekali. Bantahan Iran sudah jelas tak dipercayainya. Memang "diplomat Amerika yang mengejar kesenangan itu," kata Behzad Nabavi yang memimpin delegasi Iran ke perundingan pembebasan sandera hingga tercapai persetujuan di Aljir itu, "tak pandai berterima kasih . . . dan tak memahami arti budi baik."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus