MENJELANG hari dibebaskannya 52 orang sandera Amerika, suasana
di Teheran tampak tenang saja. Apalagi cuaca agak lain dari
biasanya. Sampai akhir Januari salju masih belum juga turun.
Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, dalam musim dingin seperti
ini orang sudah tak bisa lagi ke luar rumah tanpa pakaian tebal.
Bagi kebanyakan penduduk, cuaca begini merupakan 'rahmat
tersembunyi' dari Tuhan. Terutama di saat terbatasnya persediaan
bahan bakar untuk alat pemanas.
Memang sejak beberapa minggu terakhir ini, rakyat sudah tidak
tertarik lagi apakah sandera itu akan dibebaskan atau diadili.
Yang nampak sibuk hanyalah beberapa tokoh pemerintahan Iran,
termasuk PM Mohammad Ali Rajai dan Behzad Nabavi, Menteri Negara
Urusan Pemerintahan yang ditugaskan sebagai ketua perundingan.
Presiden Abolhassan Bani Sadr -- yang sebelumnya begitu gigih
untuk membebaskan sandera -- lebih banyak diam. Ia kelihatan
menjauhkan diri dari masalah sandera setelah dibukanya
perundingan Iran-AS lewat perantara Aljazair, awal November
lalu.
Namun pembebasan sandera bukanlah diputuskan tanpa perhitungan.
PM Rajai tahu betul bahwa Ayatullah Khomeini adalah kunci segala
masalah, dan rakyat pasti akan patuh pada apa pun yang
diucapkannya.
Dua minggu sebelum sandera dibebaskan, Rajai mengunjungi
Khomeini di kediamannya di Jamaran, Teheran Utara. Ia melaporkan
perkembangan perundingan yang sulit, hampir menemui jalan buntu,
dan didesak oleh batas waktu yang diberikan Presiden Carter,
yaitu 16 Januari. Khomeini konon memerintahkan agar menerima
saja usul apa pun yang diajukan Aljazair, negara perantara.
Iran rupanya sudah tidak ingin masalah sandera menjadi beban
politik yang melelahkan. Di samping itu ada kepercayaan penuh
bahwa Aljazair tidak akan mengkhianati Iran. Dan empat hari
menjelang pembebasan sandera, Hajatoleslam Ali Khamenei
menyampaikan khotbah di depan ribuan massa sholat Jumat di
halaman Universitas Teheran. Koresponden TEMPO di Teheran, M.
Firuz melaporkan: Seperti biasanya dengan bertongkatkan senjata
dan bayonet terhunus, Imam Jumat yang bertubuh kurus ini
dengan suara lantang dan sedikit lantam berkata "Iran akan
membebaskan sandera sesuai dengan watak Islam yang penuh kasih
sayang dan kelembutan. Kita akan membuat dunia terheran-heran
dengan cara kita ini."
Benar, banyak orang yang heran melihat perubahan sikap yang
begitu mendadak. Semula semua orang mengetahui Khamenei adalah
tokoh penganut haluan keras dari tiga serangkai Behesti
Rafsanjani-Khamenei. Khotbahnya sering berisi kutukan kepada si
Sithon Bozorg (Setan Besar), sebutan yang dipakai kaum militan
bagi AS. Tapi bagi kalangan pengamat, perubahan ini terlihat
cukup punya dasar. Ini tentu saja tidak terlepas dari
kebijaksanaan PM Rajai yang didukung Partai Republik Islam serta
perintah Khomeini.
Sholat Jumat di Universitas Teheran sudah biasa digunakan
sebagai forum pengumuman kebijaksanaan pemerintah. Dan Khamenei
yang memberikan isyarat akan dilepaskannya sandera itu memang
bukan orang sembarangan. Ia selama ini dikenal sebagai
penghubung antara Imam Khomeini dan kelompok mahasiswa militan
yang menyandera staf kedutaan besar AS. Di samping jabatan Imam
Jumat Ibukota -- suatu jabatan yang cukup terhormat -- ia juga
penasihat militer sang ayatullah dan Sekjen Dewan Pertahanan
Tertinggi.
Tapi karena pernyataan 'akan dibebaskan' dan 'akan diadili'
selalu datang serentak dari berbagai tokoh, isyarat yang
diberikan Khamenei ini hampir tenggelam. Walaupun kemudian itu
menjadi kenyataan. Dan dalam penyelesaian masalah sandera ini,
peran Behzad Nabavi yang memimpin delegasi Iran dalam
perundingan termasuk sangat menentukan. Semula hanya sebagai
jurubicara pemerintah Rajai, ia mendadak diangkat sebagai
menteri negara urusan pemerintahan ketika sedang berlangsungnya
perundingan di Aljir.
Sejak meletusnya revolusi Iran, kaum revolusioner seakan-akan
terbagi dua. Pcrtama, kelompok Presiden Bani Sadr yang di situ
termasuk Sadeq Ghotbzadeh, Ibrahim Yazdi dan teman-temannya yang
mendapat pendidikan Barat. Ataupun mereka yang selama masa rezim
Syah Iran hidup dalam pengasingan di luar negeri. Kedua,
kelompok mereka yang terus menetap di Iran, yang secara langsung
terlibat dalam aksi kekerasan melawan Syah. Dan sering harus
masuk penjara.
Nabavi tergolong orang yang berada di kelompok kedua. Ia seperti
juga PM Rajai secara resmi bukanlah anggota Partai Republik
Islam, yang dipimpin Ayatullah Behesti. Namun mereka berdua
cukup dekat dengan kalangan partai para mullah itu. Dan selama
masa perundingan pengaruh pertentangan antara kedua kelompok itu
ternyata bisa diatasi Nabavi.
Behzad Nabavi lahir tahun 1944 di Teheran. Ia menyelesaikan
studinya di Universitas Polyteknik, Teheran, dari jurusan
Elektronik. Ia memulai aktivitas politik dalam aksi mahasisa
tahun 1959 Dan tahun 1970 ia mulai bergabung dengan kelompok
gerilya kota. Ketika keluar dari persembunyian, 1973, Nabavi
ditangkap dan dijatuhi hukuman seumur hidup. Dan selama di
penjara ia bergabung dengan Mujahiddin Khalq, kelompok Islam
sayap kiri.
Tapi hubungannya dengan kelompok Mujahiddin Khalq tidak
berlangsung lama. Tahun 1975 ia memisahkan diri. Dan kelompok
ini sekarang melawan PRI. Sekeluarnya dari penjara tahun 1978,
Nabavi bergabung dengan kelompok Islam radikal. Dan setelah
meletusnya revolusi, ia bergabung dengan Komite Sentral
Revolusioner di Teheran, salah satu di antara organisasi yang
terkuat pada masa itu.
Memang dekatnya Nabavi dengan ara mullah mungkin merupakan
salah satu sebab mengapa kalangan berhaluan keras itu bisa
menurunkan tuntutannya. Dan ini terutama terlihat ketika Majlis
membicarakan dua peraturan yang menyangkut pembebasan sandera,
pertengahan Januari lalu. Pertama, masalah kekuasaan arbitrase
dalam menyelesaikan masalah kekayaan Iran di AS. Kedua, masalah
nasionalisasi harta kekayaan Syah.
Perdebatan selama empat jam itu ternyata lebih banyak
mempersoalkan apakah masalah sandera perlu diakhiri atau tidak.
"Secara politik kita sudah menang dengan fantastik," kata
Nabavi, dalam sidang Majlis yang sudah tertunda selama dua hari.
"Bagaimanapun superpower sudah berjanji tidak akan mencampuri
urusan dalam negeri Iran. Kita sudah membuat negara besar itu
memberi pengakuan dan menuliskannya dalam secarik kertas," ujar
Nabavi.
Pernyataan Nabavi ini ternyata membuahkan hasil, meskipun ada
juga usaha dari kalangan haluan keras untuk menunda dulu
persetujuan itu. "Apakah revolusi sudah berakhir?" ujar Hassan
Ayat, anggota Majlis dari kelompok Islam radikal. Sementara itu
Hajatoleslam Mahallati secara tegas mendukung usaha pemerintah
untuk menyelesaikan krisis sandera itu. "Kita sudah membiarkan
pemerintah memulai perundingan melalui negara ketiga dan kita
tentu saja tidak bisa menentangnya kemudian," kata Mahallati.
Dengan keluarnya putusan Majlis ini pemerintah mempunyai
pegangan yang kuat untuk masuk pada langkah berikutnya. Dan
sejak itu suara yang menolak penyelesaian masalah sandera tak
terdengar lagi. Agaknya semua sudah sependapat bahwa pembebasan
sandera juga berarti berkurang beban yang menghimpit Iran. Beban
itu termasuk konflik bersenjata dengan Irak.
"Menahan sandera selama 14« bulan merupakan hasil terbesar dari
revolusi Iran. Di samping telah tercapai tujuan yang diinginkan,
yakni menunjukkan kemampuan berdiri di atas kaki sendiri dalam
menghadapi sanksi perdagangan negara Barat sekaligus kita telah
menyadarkan AS atas kesalahannya masa lalu," kata PM Rajai
setelah sandera AS meninggalkan Teheran.
AYATULLAH Khomeini rupanya tak suka membicarakannya lagi. Dalam
pesannya yang disiarkan televisi ia sama sekali tidak
menyinggung soal pembebasan sandera. Ia lebih prihatin dengan
situasi politik dalam negeri.
Soalnya ialah setelah sandera dilepas, Nabavi dalam suatu pidato
televisi mengatakan bahwa Presiden Bani Sadr terus mengikuti
perkembangan jalannya perundingan. Tapi keesokan harinya, Bani
Sadr membantah berita itu. Ia menyatakan tidak pernah
diberitahu. Ini tentu saja akan membuka peluang munculnya soal
baru di kalangan kaum revolusioner.
Koran Revolusi Islam, yang biasanya mencerminkan pendapat Bani
Sadr, dalam tajuknya awal pekan ini mengecam Rajai yang "membius
rakyat Iran". Tidaklah benar pembebasan sandera itu sesuai
dengan persyaratan Khomeini, tulis koran itu.
Tapi apakah dengan pembebasan sandera ini hubungan AS dan Iran
akan pulih? Ayatullah Mohammad Behesti dalam suatu jumpa pers
tegas menyatakan, "Iran tetap menganggap AS sebagai musuh utama,
dan tidak ada kemungkinan bagi suatu pendekatan." Yang jelas,
pembebasan sandera adalah penyelesaian bab pertama. Setelah itu,
masih ada soal lain? yaitu pelaksanaan persetujuan Aljir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini