JIMMY Carter jadi presiden, lalu apa politik luar negerinya?
Jawaban yang umum diberikan ialah: tak akan banyak berbeda dari
yang digariskan Kissinger. Bagaimanapun juga, dalam kampanye
Carter dengan sendirinya ingin mempunyai cirinya sendiri. Ia
mengatakan bahwa ia Ingin menggunakan cara baru dalam
tawar-menawar dengan Uni Soviet. Ia ingin memakai pendekatan
yang lebih santai menghadapi partai-partai komunis yang kini
maju di Eropa Barat. Ia ingin mengambil strategi yang berbeda
dalam perundingan Timur Tengah. Ia akan mengurangi penjualan
senjata Amerika ke luar. Ia akan mengambil sikap yang lebih
lunak menghadapi tuntutan negeri-negeri miskin.
Semua itu baru pernyataan yang masih umum dan samar. Dan dalam
banyak hal cuma merupakan perbedaan tekanan saja dengan apa yang
dilakukan Kissinger. Yang barangkali akan jadi ciri yang
benar-benar membedakan Carter dengan pemerintah sebelumnya
ialah: hubungannya dengan Kongres. Dalam sebuah pidato di
lapangan terbang Illinois lima hari sebelum pemilihan, ia
mempermaklumkan tekadnya untuk "memulihkan satu kesadaran
kerjasama antara presiden yang terpilih dengan para anggota
Kongres". Sebab, katanya: "Setiap kali kita membuat kesalahan
serius dalam politik luar negeri, itu disebabkan rakyat Amerika
disisihkan dari proses (perumusannya)".
Lone Ranger
Dalam satu hal Carter lebih beruntung dari masa Ford: mayoritas
dalam Kongres adalah dari partai yang sama dengan sang Presiden.
Hubungan yang kurang baik antara Kissinger dengan Kongres --
meskipun pada akhirnya ia coba perbaiki mungkin antara lain
karena Nixon dan Ford harus menghadapi Kongres yang kurang akur.
Carter sendiri menilai cara-cara Kissinger sebagai cara Lone
Ranger: tokoh koboi bertopeng yang sendirian bekerja, hanya
dibantu seorang sahabatnya.
"Kissinger punya sikap Lone Ranger, sikap politik luar negeri
rahasia, yang praktis melenyapkan kemungkinan berkonsultasi
dengan sekutu-sekutu kita . . . dan kemungkinan mendekati kedua
partai untuk sokongan dan nasihat Kongres".
Mungkin dengan dasar itu pula Carter akan memperluas jangkauan
diplomasinya: tak cuma meIlgurus perimbangan dengan Uni Soviet
dan RRT. Kesibukan Kissinger dengan negara-negara besar
semata-mata menyebabkan pelbagai sekutu AS yang lama merasa tak
dianggap ada. "Kita harus menggantikan politik pertimbangan
kekuatan dengan politik tata dunia", kata Carter. Sebab, "dalam
masa depan yang dekat ini agaknya masalah perang dan damai lebih
ditentukan masalah ekonomi dan sosial daripada masalah keamanan
militer yang telah menguasai hubungan internasional sejak Perang
Dunia II".
Tapi sampai sejauh mana nanti Carter akan lebih meluaskan
diplomasinya? Masih ada yang meragukan pada diri orang ini.
Carter diketahui sangat dekat dengan Zbigniew Brzezinski, ahli
masalah internasional teman sekelas Henry Kissinger di Harvard,
dan kolumnis untuk Newsweek. Hubungan Carter juragan kacang dari
Georgia yang bersemangat "kerakyatan" -- dengan intelektuil kota
besar itu bermula waktu Carter menjadi anggota Trilateral
Commission (Komisi Trilateral). Komisi ini adalah sekelompok
kakap politik dan keuangan, dari Eropa Barat, Jepang, Kanada dan
AS, yang dibentuk untuk merumuskan sikap bersama negeri-negeri
kapitalis dalam pelbagai perundingan. Yang mendirikan: David
Rockefeller, bankir dari keluarga jutawan itu.
David Rockefeller rupanya di tahun 1972 terkesan oleh Jimmy
Carter. Gubernur Georgia ini diajaknya serta. Carter tak pernah
absen dari pertemuan-pertemuan Komisi -- satu cara untuk
mendapatkan pendidikan politik luar negeri, setelah ia berniat
jadi presiden. Dan Brzezinski adalah salah satu otak di sana.
Dilihat dari sini, nampaknya semangat memperluas jangkauan
diplomasi dalam politik luar negeri Jimmy Carter memang tak
terlalu meyakinkan seb agai sesuatu yang benar-benar segar.
Tapi barangkali memang politik luar negeri AS tak bisa didekati
dengan semangat "kerakyatan". Makin lama makin diperlukan keahlian
tinggi, dan memang bukan mustahil Brzezinski akan muncul jadi
Kissinger baru. Tapi seorang pembantu dekat Carter, Hamilton
Jordan, pernah menyatakan: Jika setelah pelantikan nanti anda
menjumpai seorang Cyrus Vance menjadi Menteri Luar Negeri dan
Zbigniew Brzezinski jadi kepala Dewan Keamanan Nasional, maka
akan saya katakan bahwa kami telah gagal. Dan saya akan
berhenti. Tapi itu tak akan terjadi. Anda akan menemukan
wajah-wajah baru, ide-ide baru. Pemerintahan nanti akan
dijalankan oleh orang-orang yang tak pernah anda dengar
namanya".
Lalu siapa?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini