Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah pemimpin dunia mendesak Armenia-Azerbaijan menahan diri.
Mereka meminta dua negara pecahan Uni Soviet tersebut menghentikan konflik dan berunding.
Kedua negara mendeklarasikan perang di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh, Ahad lalu.
NEW YORK — Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sejumlah pemimpin negara kemarin mendesak Armenia dan Azerbaijan menahan diri. Mereka meminta dua negara pecahan Uni Soviet tersebut menghentikan konflik dan melakukan perundingan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah ini dilakukan setelah kedua negara mendeklarasikan perang di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh wilayah yang dihuni kelompok etnis Armenia yang telah memerdekakan diri dari Azerbaijan sejak 1991 pada Ahad lalu. Pertempuran ini disebut sebagai yang terburuk sejak 2016.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baku tembak hingga hari kedua kemarin dilaporkan menewaskan 39 orang. Kementerian pertahanan di Karabakh menyatakan 32 tentara mereka tewas dalam pertempuran yang terjadi kemarin.
Adapun tujuh korban lainnya merupakan warga sipil, dengan lima di antaranya adalah keluarga warga Azerbaijan, serta seorang perempuan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melalui juru bicaranya, Stephane Dujarric, menyatakan sangat khawatir akan berlanjutnya aksi bermusuhan di sepanjang zona konflik Nagorno-Karabakh.
"Ia mengecam penggunaan kekuatan dan menyesalkan adanya korban jiwa," kata Dujarric.
Guterres meminta Armenia dan Azerbaijan segera menghentikan pertempuran, menurunkan ketegangan, serta kembali bernegosiasi. Ia berencana berbicara langsung dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan.
Selain itu, Guterres menegaskan kembali dukungannya terhadap peran penting OSCE dalam konflik Armenia-Azerbaijan. Ia mendorong Armenia dan Azerbaijan berkoordinasi dengan OSCE untuk melanjutkan dialog damai tanpa syarat.
OSCE Minsk Group dibentuk pada 1992 untuk mencari solusi damai atas konflik Armenia-Azerbaijan. Namun, hingga kini, konflik keduanya belum juga menemukan titik temu, meski gencatan senjata sempat dideklarasikan pada 1994.
Seruan senada diungkapkan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). "Kedua kubu harus segera mengakhiri pertempuran," kata James Appathurai, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal NATO untuk Kaukasus dan Asia Tengah.
"Mereka harus melanjutkan negosiasi demi mencari solusi damai. NATO mendukung upaya Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) Minsk Group dalam mengakhiri konflik.”
Upaya mediasi pun datang dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Dalam jumpa pers pada Ahad malam lalu waktu setempat, Trump mengatakan sedang mengamati kondisi di wilayah itu dengan sangat cermat.
"Kami memiliki banyak hubungan baik di area itu. Kami akan melihat apakah bisa menghentikannya."
Ia juga mendesak kedua negara itu bekerja sama dengan Ketua Bersama Grup Minsk agar kembali ke negosiasi substantif secepat mungkin. “Sebagai Co-Chair OSCE Minsk Group, AS tetap berkomitmen untuk membantu pihak mencapai penyelesaian konflik yang damai dan berkelanjutan.”
Rusia, yang juga pecahan Uni Soviet, menyebutkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mendiskusikan situasi melalui percakapan telepon. Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menginisiasi langkah agar kedua pihak melakukan gencatan senjata serta berunding guna mencari solusi.
Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan kekerasan baru itu "menjadi perhatian paling serius" dan menyerukan diakhirinya pertempuran. "Segera kembali ke negosiasi, tanpa prasyarat, adalah satu-satunya jalan ke depan," begitu dia menulis di Twitter.
Armenia dan Azerbaijan pada Ahad lalu saling tuduh pihak lain memulai serangan di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh. Puluhan tentara tewas, termasuk penduduk sipil, menurut Komite Palang Merah Internasional (ICRC).
Kementerian Pertahanan Armenia menuduh Azerbaijan lebih dulu melancarkan serangan bom terhadap sasaran sipil. Militer Armenia lalu menembak jatuh empat helikopter militer Azerbaijan serta menghancurkan 15 drone dan 10 tank.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dalam pidato televisi menyatakan bahwa "rezim otoriter Azerbaijan sekali lagi menyatakan perang terhadap rakyat Armenia."
"Kami berada di ambang perang skala penuh di Kaukasus Selatan, yang mungkin memiliki konsekuensi tak terduga," katanya. "Kami siap untuk perang ini."
Adapun Azerbaijan menuduh pasukan Armenia melancarkan serangan "yang disengaja dan terarah" di Nagorno-Karabakh. "Ada laporan tentang korban tewas dan luka-luka di antara warga sipil dan prajurit militer," ujar Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev.
REUTERS | FRANCE24 | DW | SITA PLANASARI AQUADINI
Proksi Ankara-Suriah di Kaukasia Selatan
Eskalasi konflik antara Armenia dan Azerbaijan memicu kekhawatiran menjadi perang proksi. Musababnya, Turki dilaporkan menawarkan bantuan diplomatik kepada Azerbaijan menggunakan milisi dari Suriah. Dilansir Arab News, Ankara telah mengatur sejumlah milisi Turki untuk meningkatkan ketahanan militer mitra regionalnya selama bentrokan.
“Kami mengutuk keras serangan Armenia yang menyebabkan kerugian warga sipil dan itu melanggar hukum internasional. Turki mendukung Azerbaijan," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki, Ahad lalu. Turki dan Azerbaijan merupakan sekutu regional.
Sejumlah sumber menyebutkan Turki telah mengirim milisi Suriah dan tiba di Baku, ibu kota Azerbaijan. Hikmet Durgun, jurnalis Turki, mengklaim bahwa sumber dari Tentara Nasional Suriah (SNA) menyebutkan milisi Suriah dikerahkan ke Nagorno-Karabakh, wilayah sengketa yang terkurung daratan di Kaukasia Selatan.
Perekrutan relawan militer di Yerevan, Armenia, 27 September 2020. Reuters/Melik Baghdasaryan/Photolure
Sumber yang dihubungi Arab News juga mengklaim bahwa beberapa tentara bayaran diambil dari faksi yang didukung Turki di medan pertempuran Libya. Mereka direkrut melalui perantara badan intelijen Turki dengan gaji bulanan US$ 2.000 (sekitar Rp 29 juta). Milisi diangkut melalui pesawat kargo militer Turki ke kota-kota Azeri di Ganja dan Baku menggunakan wilayah udara Georgia.
Lindsey Snell, jurnalis Amerika yang pernah diculik teroris di Suriah, mencuit lewat Twitter bahwa milisi tiba di Baku melalui Turki. Menurut dia, para milisi itu sebagian besar dari Suriah tapi sekitar 70 di antaranya pernah berada di Libya.
Adapun Kementerian Luar Negeri Azerbaijan membantah laporan tersebut. “Tuduhan itu tidak berdasar dan sepenuhnya menyesatkan. Kami mengamati di beberapa media asing adanya kampanye fitnah terhadap Azerbaijan, menyebarkan informasi tidak berdasar dan palsu,” kata juru bicara Azerbaijan. Dia menuding bahwa Armenia berada di balik kampanye palsu ini.
Armenia dan Azerbaijan berselisih atas wilayah Artsakh, atau lebih dikenal sebagai Nagorno-Karabakh, sejak Uni Soviet mulai runtuh pada akhir 1980-an. Armenia mengklaim mengendalikan secara penuh situasi ini. "Kami yakin dengan kapasitas kami melindungi Armenia dan Artsakh, serta memastikan keamanan dan hak-hak rakyat Armenia di tanah air mereka,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Armenia.
ARAB NEWS | GREEK CITY TIMES | SUKMA LOPPIES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo