Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Australia, Kanada dan Selandia Baru Desak Israel Batalkan Serangan Darat ke Rafah

Perdana menteri Australia, Kanada dan Selandia Baru serempak mendesak Israel membatalkan invasi darat ke Rafah di selatan Gaza.

15 Februari 2024 | 10.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Australia, Kanada dan Selandia Baru menyerukan gencatan senjata segera ketika Israel sedang berencana melancarkan serangan darat ke Rafah di selatan Gaza.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini dilontarkan dalam sebuah pernyataan bersama para perdana menteri pada Rabu, 14 Februari 2024. Mereka mendesak Israel membatalkan rencana menyerang kota yang menampung jutaan pengungsi Palestina itu atau separuh dari populasi Gaza.
 
Ketiga perdana menteri – Anthony Albanese, Justin Trudeau dan Christopher Luxon – menilai operasi militer ke Rafah akan menjadi “bencana besar”, ditambah dengan krisis kemanusiaan yang sudah sangat buruk di Gaza.
 
“Kami mendesak pemerintah Israel untuk tidak melakukan hal ini. Tidak ada tempat lain bagi warga sipil untuk pergi,” kata mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini bukan pertama kalinya Australia, Kanada, dan Selandia Baru mendukung gencatan senjata kemanusiaan di Gaza.

Ketiganya termasuk di antara 153 negara yang memberikan suara mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera pada 13 Desember tahun lalu.

Namun, pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh perdana menteri dari tiga negara yang memiliki hubungan kuat dengan Amerika Serikat dan Israel patut dicatat mengingat meningkatnya kekhawatiran internasional mengenai rencana invasi darat Israel ke Rafah.
 
Sebanyak 1,7 juta orang atau lebih dari 75 persen populasi Gaza telah menjadi pengungsi internal sejak pembantaian Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023, menurut data terbaru dari badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
 
Dari jumlah tersebut, 1,5 juta pengungsi mencari perlindungan di Rafah yang berbatasan dengan Mesir. Meski sebelumnya telah menetapkan Rafah sebagai “zona aman”, kini Israel mengancam akan melakukan invasi darat, menyebabkan jutaan orang terjebak di sana tanpa tempat lain untuk pergi.
 
Rencana invasi darat ini telah diumumkan secara resmi oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Rabu, sehari setelah pembicaraan di Kairo, Mesir mengenai kemungkinan gencatan senjata dan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas berakhir dengan tidak meyakinkan.
 
“Kami akan berjuang sampai kemenangan penuh dan ini termasuk tindakan yang kuat di Rafah juga, setelah kami mengizinkan penduduk sipil meninggalkan zona pertempuran,” kata Netanyahu melalui akun Telegram-nya.
 
Pemimpin Israel itu tidak memberikan indikasi kapan invasi darat akan dilakukan atau ke mana ratusan ribu orang yang kini berdesakan di Rafah akan berlindung.
 
Netanyahu tengah berada di bawah tekanan internasional untuk menunda rencana serangan tersebut. Bahkan Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan operasi militer di Rafah tidak boleh dilanjutkan tanpa rencana yang jelas untuk keselamatan warga sipil, melalui percakapan telepon dengan Netanyahu pada Ahad, 11 Februari 2024.
 
“Ada konsensus internasional yang berkembang. Israel harus mendengarkan teman-temannya dan harus mendengarkan komunitas internasional,” kata Albanese, Trudeau dan Luxon dalam pernyataan bersama.
 
Mereka lantas menyerukan gencatan senjata segera, pembebasan sandera Hamas yang masih ada di Gaza dan akses bantuan kemanusiaan yang cepat, aman dan tanpa hambatan kepada warga sipil Gaza.
 
“Gencatan senjata apa pun tidak bisa dilakukan secara sepihak. Hamas harus meletakkan senjatanya dan segera membebaskan semua sandera,” tulis para perdana menteri.
 
Mereka merujuk pada perintah Mahkamah Internasional (ICJ) pada Januari lalu dalam kasus Afrika Selatan melawan Israel tentang tuduhan genosida di Gaza, bahwa Israel wajib mencegah dilakukannya genosida, melindungi warga sipil dan memberikan layanan dasar serta bantuan kemanusiaan yang penting.
 
“Mahkamah Internasional telah menyatakan dengan jelas: Israel harus menjamin penyediaan layanan dasar dan bantuan kemanusiaan penting serta harus melindungi warga sipil. Keputusan Pengadilan mengenai tindakan sementara bersifat mengikat,” ujar ketiga perdana menteri.

Nabiila Azzahra

Nabiila Azzahra

Reporter Tempo sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus