Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Isu Myanmar sudah mengemuka sejak pertemuan Presiden Indonesia Joko Widodo dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin.
Para menteri luar negeri mulai saling berkomunikasi hingga bertemu di Jakarta.
Semalam sebelum pertemuan puncak ASEAN, rancangan konsensus dibahas.
MALAM menjelang pertemuan para pemimpin negara Asia Tenggara di Jakarta pada Sabtu, 24 April lalu, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengundang para menteri luar negeri negara tetangga makan malam bersama. Mereka berkumpul di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri dan mendiskusikan rencana isi pertemuan yang membahas penyelesaian krisis Myanmar. “Selama dua setengah jam kami bicara terbuka, berdebat,” kata Retno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Retno, acara itu digelar untuk menyatukan pandangan tentang apa yang akan diajukan pada pertemuan puncak para pemimpin Asia Tenggara. Semua menteri luar negeri hadir kecuali dari Myanmar, Thailand, dan Laos, yang baru tiba keesokan harinya. Retno juga mengundang Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) Dato Lim Jock Hoi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembicaraan berjalan lancar ketika mereka membahas mengenai usul pembentukan utusan khusus dan bantuan kemanusiaan untuk Myanmar sebagai bagian dari konsensus. Pembicaraan mulai alot ketika mereka masuk ke perkara penghentian kekerasan.
Menurut Retno, kalau aksi kekerasan tidak dihentikan, korban jiwa akan terus berjatuhan. “Saya sampaikan, buat Indonesia itu red line, harus ada. Kami berdebat lagi. Pada akhirnya yang lain menyetujui,” tutur Retno dalam wawancara daring dengan Tempo pada Kamis, 29 April lalu.
Pagi hari menjelang pertemuan dimulai, Retno langsung membahas isi pembahasan saat makan malam itu kepada Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai dan Menteri Luar Negeri Laos Saleumxay Kommasith. Retno lega setelah sikap kedua koleganya tak berbeda dengan apa yang sudah dibahas di acara makan malam. Namun dia tak sempat membahasnya dengan delegasi Myanmar, apalagi berkomunikasi langsung dengan Jenderal Min Aung Hlaing. “Enggak sempat lagi. Waktunya enggak banyak. Manuver terbatas karena sudah banyak pemimpin negara di satu ruangan,” kata Retno.
Pertemuan langsung para pemimpin ASEAN menjadi puncak rangkaian diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam membahas krisis di Myanmar dalam dua bulan terakhir. Kisruh politik di Myanmar sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu telah berubah menjadi krisis kemanusiaan. Lebih dari 700 orang dilaporkan tewas diserang aparat keamanan Myanmar. Lebih dari 4.400 orang, termasuk jurnalis dan aktivis prodemokrasi hingga pelajar, ditangkap dan masuk bui karena berunjuk rasa menentang kudeta.
Pembahasan penanganan krisis Myanmar sebenarnya sudah mengemuka dalam pertemuan antara Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, yang berkunjung ke Jakarta pada 5 Februari lalu. Mereka menugasi menteri luar negeri masing-masing untuk bertemu. “Kami prihatin terhadap perkembangan politik di Myanmar dan kami berharap perbedaan politik itu dapat diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Joko Widodo di Istana Negara saat itu.
Menteri Retno Marsudi lalu mulai berkomunikasi dengan Sultan Hassanal Bolkiah, pemimpin Brunei Darussalam dan Ketua ASEAN, serta para menteri luar negeri dari negara anggota ASEAN. Indonesia juga membahas isu Myanmar dengan kantor Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa serta sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, India, Cina, Inggris, dan Jepang.
Dalam pertemuan informal para menteri luar negeri ASEAN pada 2 Maret, mereka bersepakat agar kekerasan di Myanmar dihentikan dan demokrasi dikembalikan melalui dialog. Presiden Jokowi juga mendesak militer Myanmar menghentikan kekerasan dalam menghadapi demonstran.
Namun situasi tak berubah hingga akhirnya Jokowi menelepon Sultan Hassanal Bolkiah pada 23 Maret dan menyampaikan perlunya menggelar pertemuan para pemimpin ASEAN. “Ini untuk menjaga mekanisme kerja ASEAN. Kami harus berkonsultasi juga dengan Ketua ASEAN,” ucap Retno.
Sebulan kemudian, acara makan malam itu digelar dan esoknya para pemimpin negara anggota ASEAN bertatap muka dengan Jenderal Min Aung Hlaing. “Lima poin konsensus adalah pengerucutan diskusi pada saat working dinner itu,” kata Retno.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo