Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Berita Tempo Plus

Hantu Merah di Tanah Filipina

Banyak aktivis hak asasi Filipina yang masuk daftar teroris dan komunis bikinan pemerintah yang berujung dibunuh. Dituduh memberontak.

19 September 2020 | 00.00 WIB

Demonstran menentang pemberlakukan UU Anti Teror yang bisa disalah gunakan untuk membungkam demokrasi di Manila, Filipina, Juni 2020. Reuters/Eloisa Lopez
Perbesar
Demonstran menentang pemberlakukan UU Anti Teror yang bisa disalah gunakan untuk membungkam demokrasi di Manila, Filipina, Juni 2020. Reuters/Eloisa Lopez

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Jumlah aktivis dan pekerja hak asasi manusia Filipina yang dibunuh terus bertambah.

  • Hingga Juli lalu, 134 pembela hak asasi telah dibunuh sejak 2016.

  • Berbagai organisasi sipil dan hak asasi memohon perlindungan kepada Mahkamah Agung.

AGNÈS Callamard, pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pembunuhan di luar hukum, meminta Mahkamah Pidana Internasional (ICC) segera menyelesaikan pra-penyelidikan kasus Filipina. “Dalam dua bulan terakhir, lebih banyak orang kehilangan nyawa, lebih banyak di antaranya pembela hak-hak asasi manusia dan korban dari kaum termiskin dan kelompok melarat,” katanya melalui video yang dirilis pada Senin, 14 September lalu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus