Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi menemukan lusinan jasad korban pembunuhan di pekarangan rumah mantan polisi di El Salvador.
Pelaku ditengarai menjadi bagian kelompok kriminal yang menipu para korban dengan iming-iming pekerjaan di Amerika Serikat.
Penanganan kasus orang hilang dan pembunuhan di El Salvador menjadi sorotan.
RUMAH berkelir hijau di Jalan Estevez nomor 11, Chalchuapa, El Salvador, itu menarik perhatian banyak orang. Mereka datang ke sana dengan harapan mendapat kabar tentang anggota keluarganya yang dilaporkan hilang. Bangunan yang dijaga aparat keamanan itu adalah tempat tinggal bekas polisi Hugo Ernesto Osorio Chavez. Di halaman belakang rumah tersebut, petugas forensik menggali delapan lubang dan menemukan lebih dari 15 jenazah. Sebagian besar adalah jasad perempuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Candelaria Carranza Castro adalah bagian dari rombongan orang yang datang ke Chalchuapa pada 21 Mei lalu. Mereka khawatir anggota keluarganya yang hilang menjadi korban kekejian Osorio Chavez. Candelaria mencari informasi tentang putrinya yang hilang sejak Juli 2015 dan kini berusia 24 tahun. “Apa pun yang terjadi saya ingin menemukannya,” ucap Candelaria, seperti dilaporkan The Guardian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lokasi kuburan massal itu terungkap saat polisi memeriksa rumah Osorio pada 7 Mei lalu setelah para tetangga menelepon polisi dan melaporkan ada suara tangisan perempuan muda di rumah itu. Polisi datang terlambat. Perempuan muda itu, Jackeline Christina Palomo Lima, dan ibunya, Mirna Cruz Lima, keburu tewas di tangan Osorio.
Pembunuhan itu menambah panjang daftar kejahatan Osorio, yang pernah melakukan kekerasan seksual, termasuk memperkosa anak di bawah umur. Kepala Kepolisian El Salvador Mauricio Arriaza Chicas mengatakan Osorio dipecat pada 2005. Osorio diduga melakukan pembunuhan setidaknya dalam satu dekade terakhir. Dia disebut-sebut mencari korbannya di media sosial dan menawarkan mereka pekerjaan di Amerika Serikat. “Psikopat ini dan orang-orang yang membantunya selama ini sudah ditahan,” ujar Mauricio, seperti dilaporkan Associated Press.
Christina dan Mirna diduga ditipu oleh Osorio. Menurut kakek Christina, Jose Cruz, cucunya itu memberikan uang sebesar US$ 7.000 ke Osorio agar membantu saudaranya, Alexis Palomo Lima, pergi ke Amerika Serikat. Alih-alih diantar untuk mendapatkan pekerjaan, pemuda 23 tahun itu dibunuh dan jasadnya dipendam di septic tank bersama satu korban laki-laki lain.
Osorio ditengarai menjadi bagian dalam kelompok gangster dan sengaja mengincar korban perempuan. Polisi juga menangkap sembilan orang yang ditengarai terlibat dalam kejahatan Osorio. Penemuan makam massal yang diperkirakan bisa berisi 40 jasad itu membuat terkejut tetangga Osorio. Selama ini, mereka mengenal Osorio sebagai orang yang kalem dan tak mengganggu siapa pun.
Terbongkarnya lokasi kuburan massal di rumah Osorio menambah panjang daftar kasus orang hilang dan korban pembunuhan yang membayangi El Salvador. Persaingan antargeng ditengarai sebagai pemicu tingginya angka pembunuhan. Mayat-mayat tak dikenal yang menjadi korban pembunuhan kerap dijumpai di tepi jalan atau di pelosok negara yang pernah dijerat perang sipil selama tiga dekade lalu tersebut.
Hingga April lalu, polisi sudah mendapatkan 577 laporan orang hilang. Adapun laporan lembaga kajian kebijakan dan hak asasi, Americas Program, pada 17 Juni lalu menyebut El Salvador sebagai salah satu negara dengan tingkat pembunuhan terburuk di kawasan Amerika Tengah. Sepanjang Mei lalu saja, jumlah korban pembunuhan mencapai 484 orang. Sementara itu, Organisasi Perempuan El Salvador untuk Perdamaian (Ormusa) melaporkan 541 perempuan hilang pada tahun lalu.
Para pengunjuk rasa menentang aksi penghilangan perempuan selama Hari Aksi Internasional untuk Kesehatan Perempuan di San Salvador, El Salvador 28 Mei 2021. REUTERS/Jose Cabezas
Banyaknya kasus orang hilang dan pembunuhan membuat warga El Salvador tak pernah tenang. Ana Estela, 48 tahun, tak pernah mendengar lagi kabar tentang kedua anaknya, Jose dan Omar, sejak mereka meninggalkan rumah pada pertengahan Maret lalu bersama seorang tetangganya. “Di mana mereka sekarang? Apa yang terjadi dengan mereka?” ujar Ana, seperti dilaporkan The Intercept pada Ahad, 13 Juni lalu.
Flor Maria Garcia dan Benjamin Mirna juga tak pernah kembali ke rumahnya. Pada pertengahan Maret lalu, Flor pergi dari rumahnya di Cojutepeque dan menumpang bus ke Ibu Kota San Salvador untuk membeli perlengkapan medis bagi suaminya yang bekerja sebagai dokter gigi. Kontak terakhir Benjamin adalah pada akhir April lalu ketika mengemudi pulang dari bekerja menuju San Salvador. Kabar yang beredar menyebutkan bahwa Benjamin sempat disetop kelompok bersenjata di jalan.
Para keluarga korban hilang itu menempuh segalanya untuk mencari informasi tentang kerabat mereka. Foto-foto anggota keluarga, dari saudara, anak, hingga pasangan yang hilang, itu disebar di media sosial. Mereka juga sudah bolak-balik mencari informasi ke berbagai otoritas El Salvador. “Mereka tak memberi tahu kami apa pun,” kata keponakan Flor Maria, Jorge Garcia.
Presiden El Salvador Nayib Bukele menyebut Osorio sebagai pembunuh berantai dan dia akan dipenjara dalam waktu lama. Namun pemerintah Bukele dikritik karena diduga menyembunyikan informasi yang berhubungan dengan kasus korupsi, pembunuhan, hingga orang hilang. Pakar hak asasi manusia dari Americas Program, Celia Medrano, menyebut tindakan pemerintah menyembunyikan kebenaran dapat merusak hak-hak para korban kejahatan.
Bukele, seperti dilaporkan The Intercept, menyatakan pemerintahnya berhasil membuat Al Salvador menjadi tempat yang lebih aman lewat program Rencana Pengendalian Teritorial. Pada tahun pertama program ini, jumlah pembunuhan dilaporkan turun 45 persen menjadi 1.322 kasus. Namun hasil laporan investigatif media El Salvador, El Faro, menunjukkan justru upaya negosiasi di bawah tangan yang dilakukan pemerintah dengan gangster-lah yang memicu penurunan angka kasus pembunuhan.
Menurut laporan Foundation for Studies for The Application of Law yang terbit pada April lalu, diperkirakan 20 ribu warga El Salvador lenyap dalam tujuh tahun terakhir. Dalam empat bulan pertama tahun ini saja ada 451 orang yang dilaporkan hilang. Ini berarti setidaknya ada tiga orang yang lenyap setiap hari. Kasus-kasus orang hilang ini sebenarnya sudah menyeruak setidaknya sejak 2005. Namun penanganan serius baru dimulai pada 2012 ketika pemerintah El Salvador melakukan rangkaian negosiasi dengan gangster dan bandit demi menekan tingkat pembunuhan.
Jaksa Wilayah Graciela Sagastume menyatakan investigasi terhadap kejahatan Osorio akan berfokus pada femisida alias kasus pembunuhan yang pelakunya sengaja menyasar kelompok perempuan. “Para korban dalam kasus ini mengalami kekerasan seksual,” ucap Sagastume, seperti dilaporkan Washington Post.
El Salvador sebenarnya memiliki aturan keras soal penanganan kekerasan berbasis gender dan femisida yang terbit pada 2011. Para pelaku femisida bisa dihukum hingga 50 tahun penjara. Meski demikian, kasus-kasus femisida terus bermunculan dan menjadi sorotan dunia.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2018 menyebut femisida di Amerika Latin memakan korban hingga 12 perempuan setiap hari. El Salvador pun masuk dalam daftar dengan laju femisida tertinggi—setidaknya satu perempuan dibunuh setiap 24 jam pada 2018. Adapun data kepolisian El Salvador menunjukkan, pada 2019 ada 111 perempuan dibunuh. Tahun lalu jumlah perempuan yang tewas dibunuh mencapai 70 orang.
Kekerasan terhadap perempuan pun memburuk selama pandemi Covid-19. Saat Presiden Nayib Bukele mengumumkan karantina di El Salvador pada Maret tahun lalu, sejumlah organisasi pembela hak asasi berkolaborasi dan merilis nomor kontak khusus agar bisa diakses para perempuan yang terkungkung di rumah bersama para penyiksanya. Hingga awal Juni lalu, lembaga pembela hak perempuan, Colectiva Feminista, mendokumentasikan 26 femisida selama periode karantina Covid-19 di El Salvador.
Para pakar meyakini upaya menghilangkan korban pembunuhan oleh penjahat, aparat keamanan, dan pasangan pelaku kekerasan domestik sebagai cara menghindari investigasi kepolisian El Salvador. “Tanpa jasad berarti tidak ada kejahatan dan ujungnya tidak ada dakwaan,” tutur Reina Ponce, jurnalis El Salvador yang bekerja untuk media feminis Revista La Brujula dan meneliti kasus-kasus orang hilang.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (ASSOCIATED PRESS, REUTERS, BBC, NACLA, COUNTER PUNCH, THE INDEPENDENT, TIME)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo