Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Cara Taliban Membentuk Pemerintahan Baru

Taliban akan membentuk pemerintahan Emirat Islam Afganistan yang melibatkan perwakilan berbagai suku. Para ulama sudah berhimpun di Kabul.

4 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Taliban akan membentuk pemerintahan Emirat Islam Afganistan yang melibatkan perwakilan berbagai suku.

  • Korea Utara menolak bantuan tiga juta vaksin Covid-19 bikinan Sinovac.

Afganistan

Taliban Akan Membentuk Pemerintahan Inklusif

TALIBAN berencana membentuk pemerintahan sementara Emirat Islam Afganistan yang melibatkan perwakilan berbagai suku di sana. Hampir selusin nama sedang dipertimbangkan untuk masuk ke pemerintahan, tapi masa pemerintahan sementara ini belum dipastikan. Sumber-sumber Taliban menyampaikan hal tersebut kepada Al Jazeera pada 27 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberagaman suku di Afganistan telah lama menjadi masalah politik utama dan memantik konflik di negeri itu. Tak ada suku yang menjadi mayoritas mutlak di negeri berpenduduk 40 juta jiwa itu. Pashtun adalah suku terbesar yang mendominasi 42 persen lebih populasi. Kelompok muslim Sunni ini mendominasi politik sejak abad ke-18, tapi berbagai daerah dikuasai oleh kelompok suku lain dan panglima perang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintahan sementara akan dipimpin seorang amirul mukminin (pemimpin kaum mukmin). Para ulama dari berbagai suku telah berkumpul untuk memutuskan bentuk pemerintahan dan calon-calon menterinya. Mullah Baradar, salah seorang pendiri Taliban, sudah berada di Kabul. Mullah Mohammad Yakub, putra Mullah Omar, yang juga pendiri kelompok itu, telah datang dari Kandahar.

Taliban menyatakan tetap memegang hasil perundingan damai di Doha pada 2020 yang diteken bersama Amerika Serikat. Salah satunya tidak mengizinkan tanah Afganistan menjadi basis kelompok teror. Mereka juga berjanji mengizinkan perempuan bekerja di lembaga pemerintah, khususnya di sektor kesehatan dan pendidikan.

Taliban kini menghadapi masalah pemerintahan yang serius. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan negeri itu akan menghadapi krisis pangan dalam sebulan ke depan dengan perkiraan satu dari tiga penduduk menderita kelaparan. "Situasi di Afganistan dari perspektif kemanusiaan makin ekstrem," kata Ramiz Alakbarov, koordinator kemanusiaan PBB di sana, pada Rabu, 1 September lalu.

Sebagian besar bantuan internasional terhenti sejak Taliban menguasai Kabul pada 15 Agustus lalu. Harga makanan kini melonjak sekitar 50 persen dan harga bensin naik 75 persen. Pelayanan pemerintah tak berjalan dan pegawai pemerintah tak memperoleh gaji. Sementara itu, sebuah pesawat Qatar Airways telah mendarat di Kabul bersama tim yang akan membantu memulihkan bandar udara agar dapat menerima bantuan kemanusiaan lagi.

Haji Mohammad Idris, gubernur bank sentral baru yang ditunjuk Taliban, berjanji memastikan sistem perbankan berjalan lagi. Tapi dia tak merinci cara menyediakan dana untuk menjalankannya. Taliban telah memerintahkan bank-bank agar buka lagi, tapi ketat membatasi jumlah pengambilan dana setiap pekan. Berbagai anjungan tunai mandiri di Kabul sudah kosong dan bank sentral memperingatkan bahwa cadangan dolar sudah hampir nol.


Korea Utara

Pemerintah Tolak 3 Juta Vaksin Sinovac

Siswa Korea Utara berpartisipasi dalam peringatan 76 tahun pembebasan nasional,di Pyong Yang, Korea Utara, 16 Agustus 2021. KCNA/via REUTERS

KEMENTERIAN Umum Korea Utara menolak bantuan sekitar 3 juta vaksin Covid-19 bikinan Sinovac Biotech dalam skema penyediaan vaksin global Covax pada Rabu, 1 September lalu. Menurut badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk anak-anak, UNICEF, kementerian itu menyatakan pasokan vaksin global terbatas sehingga bantuan tersebut sebaiknya dikirim ke negara yang paling menderita karena pandemi.

Institute for National Security Strategy, lembaga penelitian milik badan mata-mata Korea Selatan, National Intelligence Service, menyatakan Korea Utara tidak yakin akan kemujaraban vaksin bikinan Cina itu dan lebih tertarik pada vaksin buatan Rusia. Pada Juli lalu, Korea Utara juga menolak pengiriman vaksin bikinan AstraZeneca karena khawatir akan efek sampingnya.

Sejauh ini tak ada laporan adanya kasus Covid-19 di negeri itu. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 37.291 orang, termasuk tenaga kesehatan dan warga yang menderita penyakit mirip flu, telah dites dan terbukti negatif Covid-19. Negeri itu juga menerapkan aturan ketat untuk mengatasi pandemi, termasuk menutup perbatasan dan membatasi perjalanan domestik.

"Kami akan terus bekerja sama dengan otoritas Korea Utara guna membantu merespons pandemi Covid-19," tutur juru bicara Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (Gavi), salah satu organisasi yang memimpin skema Covax, seperti dikutip Reuters.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus