Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 15 orang dilaporkan tewas dan tiga lainnya hilang setelah hujan lebat memicu banjir di provinsi Shanxi, China utara. Shanxi adalah salah satu daerah penghasil batu bara utama China.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut media Global Times, sekitar 1,75 juta orang telah terkena dampak banjir. Sebanyak 120.000 orang mengungsi setelah 19.500 rumah mereka runtuh. Banjir diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi sekitar US$ 770 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah China sudah menyatakan tanggap darurat atas bencana ini. Menurut Xinhua, situasi telah stabil dan debit air sungai makin kecil.
Pada Juli, banjir hebat juga melanda provinsi Henan tengah dengan korban tewas lebih dari 300 orang. Bencana banjir ini menimbulkan kekhawatiran tentang pasokan energi menjelang musim dingin.
Shanxi adalah provinsi yang umumnya memiliki cuaca kering. Namun dalam sepekan terakhir, curah hujan amat tinggi. Tambang batu bara di sana telah mengantisipasi untuk mencegah dampak akibat banjir.
Setidaknya 60 tambang batu bara yang berada di Shanxi berhenti beroperasi karena banjir, menurut pernyataan pemerintah setempat. Hal ini mempengaruhi pasokan listrik di China yang sedang mengalami krisis.
Pemerintah China telah memerintahkan tambang batu bara tidak mengeluarkan biaya untuk meningkatkan produksi. Pemerintah juga memastikan pasokan. China telah dilanda pemadaman listrik akibat naiknya harga batu bara.
Banjir menyebabkan 190.000 hektare lahan pertanian hancur, menurut surat kabar lokal Shanxi Evening News.
Rekaman video yang diterbitkan oleh media milik Partai Komunis China ini menunjukkan penyelamat mengarungi air keruh dan mengambang di atas rakit di jalan-jalan kota yang banjir. Sementara itu, rekaman CCTV milik negara menunjukkan pekerja memperbaiki bendungan yang rusak. Rel kereta api dibiarkan menggantung di atas air setelah bagian dari jembatan yang mereka tumpangi runtuh.
AL JAZEERA