Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Barter Korupsi dengan Perdamaian?

Jaksa Agung Israel, Meni Mazuz, mencabut tuduhan korupsi atas Perdana Menteri Ariel Sharon. Patgulipat untuk menyelamatkan kabinet?

21 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sharon lega. Selasa pekan lalu, Jaksa Agung Meni Mazuz menelepon Sharon untuk memberi tahu: kejaksaan telah mencabut tuduhan korupsi atas dirinya dan anaknya, Gilad Sharon. Hebatnya, Mazuz menyampaikan keputusan itu sebelum mengumumkannya ke media massa—sebuah perlakuan khusus buat seorang perdana menteri. Menurut televisi Israel, Channel Two, dalam pembicaraan per telepon itu Sharon mengucapkan terima kasih.

Setelah itu, barulah Mazuz mengumumkannya kepada pers. "Tidak ada bukti yang kuat mengenai tuduhan korupsi itu. Kalaupun ada bukti, hal itu tak akan memungkinkan jaksa memenangkan perkara itu. Kasus Ariel Sharon dan Gilad Sharon harus ditutup karena tidak cukup bukti," ujarnya.

Inilah kemenangan Sharon untuk kedua kalinya dalam sebulan ini, setelah dua pekan lalu kabinet Israel menyetujui proposal Sharon untuk menarik pasukan Israel dari Jalur Gaza dan Tepi Barat. Sebelumnya, ia menjadi bulan-bulanan kelompok garis keras sayap kanan, termasuk partainya sendiri, Likud. Sebab, proposal itu merupakan kebijakan politik yang bertentangan dengan konstituen partai sayap kanan.

Pada saat yang sama, kejaksaan bersemangat menyidik tuduhan korupsi atas diri Sharon dan anaknya itu. Dan kejaksaan mulai lebih intensif sejak Januari lalu dengan menugasi Jaksa Senior Edna Arbel untuk memimpin tim penyidik atas dugaan suap US$ 700 ribu (sekitar Rp 6,6 miliar dengan kurs Rp 9.400) yang diterima Sharon dari David Appel, seorang kontraktor terkenal. Konon, sebagian besar uang haram itu dikirim ke rekening Gilad Sharon.

Ceritanya, pada akhir 1990 Appel berencana mendirikan resor dan rumah judi di pulau milik Yunani. Ia minta bantuan Gilad Sharon untuk menggunakan pengaruh ayahnya, yang saat itu Menteri Luar Negeri dan Menteri Infrastruktur dalam kabinet Benjamin Netanyahu. Sebagai imbalannya, Appel membayar Gilad US$ 3 juta (sekitar Rp 28 miliar). Pembayaran berupa mata uang dolar dan shekel dilakukan dalam 15 tahap. Belakangan, pemerintah Yunani tak memberi izin proyek Appel, tapi sogokan sudah telanjur masuk ke rekening Gilad.

Tapi, kejaksaan baru menyimpulkan keterlibatan Sharon, Maret lalu, berdasarkan rekomendasi Edna Arbel: Sharon terlibat dan layak diseret ke pengadilan. Tapi Mazuz, yang baru dua bulan jadi Jaksa Agung atas penunjukan Sharon, merasa lebih berhak memutuskan nasib Perdana Menteri Israel itu. Ia tak sependapat dengan penilaian Arbel, bahkan kemudi-an membebaskan Sharon. Tak aneh jika tercium bau tak sedap ketika Mazuz mencabut tuduhan korupsi itu. "Aneh bahwa Jaksa Edna Arbel memutuskan Sharon terlibat korupsi tanpa memperkirakan kemungkinan memenangi kasus itu," ujar Moshe Negbi, komentator hukum radio Israel. Padahal, kredibilitas Edna Arbel—belakangan diangkat sebagai hakim agung—tak diragukan.

Tak ayal, Partai Yahad, yang beroposisi, menentangnya dengan mengajukan banding ke Mahkamah Agung. "Hanya keputusan Mahkamah Agunglah yang bisa mengakhiri kasus ini," ujar Ran Cohen, anggota parlemen dari Partai Yahad.

Terlepas dari kecurigaan patgulipat antara Sharon dan Mazuz, bebasnya Sharon membuka pintu bagi Partai Buruh masuk ke kabinet. Sebelumnya, pemimpin Partai Buruh, Shimon Peres, menyatakan akan bergabung dalam kabinet jika Sharon bebas dari tuduhan korupsi. Sharon memang membutuhkan dukungan Partai Buruh untuk menghadapi pertempuran baru di Knesset (parlemen) untuk menghadapi mosi tidak percaya.

Selama ini sang Perdana Menteri kekurangan amunisi untuk menghadapi partai kanan yang menentang proposal penarikan Israel dari Gaza dan Tepi Barat. Bahkan dipastikan Partai Likud akan terbelah. Maka, Sharon bak di ujung tanduk: ia cuma mengandalkan 61 dari 120 kursi di parlemen. Itu sebabnya ia butuh dukungan Partai Buruh, pemilik 19 kursi di parlemen dan di kabinet.

Setelah urusan korupsi Sharon beres, Simon Peres secara intensif mendesak Partai Buruh bergabung dalam kabinet untuk menyelamatkan upaya perdamaian dengan Palestina. "Jika kabinet Sharon digulingkan sekarang, kesempatan penarikan dari Gaza akan sirna," kata Peres. Tapi, yang jadi soal: sebagian besar anggota Partai Buruh lebih suka kabinet Sharon jatuh dan segera menggelar pemilu.

Raihul Fadjri (Reuters, Jerusalem Post, Haaretz).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus