Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amerika
Bush di Ujung Tanduk
KEDIGDAYAAN Presiden George Walker Bush mengendalikan pemerintahan benar-benar sedang diuji. Dini hari, Bush sudah dilibas hasil investigasi yang dirilis dalam laporan komisi penyelidik serangan terhadap New York dan Washington, Rabu pekan silam. Komisi yang beranggotakan unsur Partai Republik dan Demokrat ini menyatakan tak menemukan "bukti kuat" dukungan Irak terhadap Al-Qaidah. Padahal inilah salah satu argumen yang dipakai Bush saat mengganyang rezim Saddam Hussein. Bahkan Wakil Presiden Dick Cheney pernah menuding adanya "hubungan cukup lama" antara Saddam dan Al-Qaidah.
Berdasar laporan "tak terduga" itu, koran beroplah besar New York Times mengimbau Bush meminta maaf kepada rakyat AS atas penyerbuan Irak. "Presiden Bush telah membuat rakyat AS mempercayai sesuatu yang kenyataannya sama sekali berbeda," kata tajuk rencana New York Times. Akibatnya, Bush terpaksa menggelar konferensi pers, Jumat pekan lalu. "Sering terjadi kontak antara aparat intelijen Irak dan Al-Qaidah di Sudan. Jadi saya tetap berpendirian mereka berkongsi," kata Bush.
Laporan awal komisi ini terbagi dalam dua bagian: "Garis Besar Plot 9 September" dan "Tinjauan Mengenai Al-Qaidah". Menurut jadwal, laporan final komisi akan tuntas pada 28 Juli. Toh, apa pun hasilnya, Presiden Bush sudah menegaskan sikapnya, "Saddam adalah ancaman bagi Amerika dan punya jaringan teroris, layaknya Al-Qaidah."
Irak
Karpinski Keserimpet 'Gitmo'
PERKEMBANGAN investigasi pelecehan tahanan di Penjara Abu Ghuraib makin menelanjangi kebijakan militer Amerika. Seluruh prosedur operasi yang diterapkan rupanya menjiplak persis hotel prodeo di Guantanamo Bay atau dikenal sebagai "Gitmo". Dengan kata lain, petinggi militer AS yang mengomandani pasukan di Irak, Jenderal Ricardo Sanchez, sepatutnya mengetahui sepak-terjang tentaranya. Dan para perwira tinggi yang berdinas di Irak layak diajukan ke pengadilan militer.
Itu adalah pengakuan terbaru Brigadir Jenderal Janis Karpinskiperwira yang diskors karena terlibat pelecehandalam wawancara dengan radio BBC, awal pekan lalu. Karpinski pun memaparkan dialognya ketika bertemu Mayor Jenderal Geoffrey Miller, bekas komandan Gitmo, yang bertandang ke Bagdad. Menurut Karpinski, Miller mengatakan, "Para tahanan itu layaknya anjing, yang jika kamu anggap mereka lebih dari itu, maka kamu akan kehilangan kontrol atas mereka." Tak mengherankan jika Karpinski merasa dijadikan kambing hitam, demi menyelamatkan petinggi militer lainnya.
Pakistan
Komandan Taliban Terbunuh
SETELAH bergerilya naik-turun gunung, akhirnya Nek Mohammed, komandan pasukan Taliban yang beroperasi di wilayah Waziristan, perbatasan Pakistan-Afghanistan, terbunuh dalam kontak senjata dengan militer Pakistan. "Perburuan kami tidak sia-sia, dia dan anak buahnya telah kami tewaskan," kata Mayor Jenderal Shaukat Sultan, juru bicara militer, akhir pekan lalu. Menteri Dalam Negeri Faisal Saleh Hayyat menilai kinerja serdadu Pakistan sangat memuaskan. "Keberhasilan ini akan mengeliminasi ancaman terorisme di kawasan Waziristan," katanya.
Sejauh ini Mohammed hampir tak terkalahkan. Ratusan militer Pakistan terbunuh di tangan pasukannya, sejak mereka melancarkan operasi pemburuan Taliban. Keberhasilan ini dianggap pengganti rasa malu yang selama ini meliputi pemerintahan Pakistan.
Korea Selatan
Tangan Kanan Roh Dibui
MANAJER kampanye Presiden Roh Moo-hyun akhirnya harus mendekam di penjara selama enam tahun. Pengadilan Distrik Seoul, Korea Selatan, akhir pekan lalu, memutuskan Chyung Dae-chul bersalah menerima "duit panas" US$ 2,2 juta (Rp 20 miliar) dari para pebisnis nasional. Bahkan uang US$ 455 ribu (Rp 4 miliar) dari seorang pengusaha perumahan ditengarai masuk kantong pribadi Chyung, dengan imbalan fasilitas perizinan proyek perumahan.
Pengacara ternama yang menjadi manajer kampanye pada pemilihan presiden 2002 itu ditahan sejak Januari silam. Tapi Chyung tak sendirian. Selama proses penyidikan dan persidangan, sudah 13 pengacara dan 20 pengusaha yang diperiksa dan ditahan. "Kelakuan Chyung telah mencederai transparansi sistem pemilihan, serta bisa membuat rakyat tidak percaya pada politisi dan pebisnis," kata hakim dalam pertimbangan putusannya.
Rommy Fibri (AP, AFP, Reuters, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo