Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Satu Eropa dengan Banyak Kecemasan

Hasil pemilihan Parlemen Eropa menumbangkan partai para penguasa. Inilah titik kritis untuk Uni Eropa.

21 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peta politik Eropa bisa jadi akan berubah. Hasil pemilu Parlemen Uni Eropa (UE) dua pekan lalu memang menampakkan gejala adanya perubahan itu. Sejak bilik suara ditutup dan suara dihitung, terpilihlah 732 anggota baru Parlemen UE, melalui pemilihan umum yang demokratis oleh sekitar 150 juta penduduk di 25 negara yang menjadi anggotanya.

Perkiraan bakal adanya perubahan kebijakan Eropa lima tahun mendatang bisa diraba dengan adanya kemenangan partai oposisi di hampir semua negara anggota Uni Eropa. Tampaknya kebanyakan warga Eropa melampiaskan kemarahan kepada partai-partai pemerintah yang sedang berkuasa dan menyalahkan mereka untuk semua hal buruk yang terjadi, mulai dari pengangguran sampai Perang Irak. Sebagian besar partai pemenang mengusung sikap politik anti-pembentukan Uni Eropa, terutama mereka yang berasal dari Inggris, Swedia, dan Republik Cek.

Di Inggris, Belanda, dan Italia, partai pemerintah kalah karena dukungannya terhadap kebijakan Amerika dalam Perang Irak. Partai Buruh—partainya Perdana Menteri Tony Blair, yang berkuasa di Inggris—merebut 17 kursi, sementara Partai Konservatif yang beroposisi dan menentang keterlibatan Inggris dalam Perang Irak memperoleh 25 kursi, dan Partai Demokrat Liberal 11 kursi. Partai Independen yang sangat anti-UE mendapatkan 12 kursi atau empat kali lebih banyak dari pemilihan sebelumnya. Yang menarik, sayap politik gerakan bersenjata Republik Irlandia Utara, Sinn Fein, untuk pertama kalinya berhasil meraih kursi. Perolehan mereka naik menjadi 11,9 persen dari 6,3 persen sebelumnya.

Di Prancis, Partai Persatuan Gerakan Populer, partainya Perdana Menteri Jacques Chirac, hanya mendapat 16,5 persen suara, jauh di bawah saingannya Partai Sosialis dengan 30 persen. Di Italia, partai dari Perdana Menteri Silvio Berlusconi kehilangan suara hingga 4 persen. Pengiriman 3.000 tentara Italia ke Irak disinyalir sebagai faktor yang memotong perolehan kursi partai berkuasa.

Di Jerman, negara yang mendapat jatah kursi terbesar di Majelis Eropa, 99 kursi, partainya Kanselir Gerhard Schroder juga mendapat pukulan berat sejak usainya Perang Dunia II. Mereka hanya mengantongi 21,5 persen, dibandingkan dengan 30,7 persen pada pemilihan terakhir lima tahun lalu. Partai oposisi Kristen Demokrat menang pemilihan dengan 44,5 persen, walaupun tetap saja turun dari 48,7 persen tahun 1999. Partai Hijau yang merupakan partai koalisi Schroder menguat dengan perolehan suara 11,9 dari cuma 6,4 persen sebelumnya, dan mendapat 13 kursi, atau naik enam kursi. Menurut salah satu anggota Partai Hijau, Fischer, masalah yang dihadapi Schroder adalah para kandidat partai yang lemah dan tidak bisa meraup dukungan.

Pemerintah lain rupanya mengalami gejala yang sama, termasuk di Austria, Denmark, dan Polandia. Partai yang justru mengobarkan sentimen anti-UE malah mendapat kenaikan suara hampir 30 persen. Hal ini juga terjadi di Swedia. Partai Juni List, misalnya, yang anti-UE, mendapat 15 persen suara, sebagaimana yang diramalkan jajak pendapat televisi publik Swedia SVT, walaupun tidak berarti kemudian mengurangi kursi Partai Sosial Demokrat.

Kelompok konservatif yang berkuasa di Yunani masih dapat mempertahankan kekuasaannya setelah Perdana Menteri Costas Caramanlis tetap berada di tempat teratas. Di Spanyol Partai Sosialis yang berkuasa berhasil menang dalam pemilihan dengan 43,3 persen, mengalahkan kelompok Konservatif yang mendapat 41,3 persen. Kemenangan ini diduga merupakan hasil dari penarikan pasukan Spanyol dari Irak.

Secara keseluruhan partai sayap kanan menang dengan pendukung utama Partai Masyarakat Eropa yang meraih 269 kursi dari 732 kursi yang diperebutkan. Partai Sosialis Eropa yang berhaluan kiri—termasuk Partai Buruh Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Partai Sosial Demokrat Schroder—menempati urutan kedua dengan 199 kursi. Kelompok ketiga terbesar adalah Demokrat Liberal dengan 66 kursi, lalu Partai Hijau dengan 39 kursi, sedangkan komunis dengan kelompok Persatuan Kiri Eropa merebut 36 kursi. Mereka akan bermarkas di Gedung Parlemen Uni Eropa di Kota Brussels dan bertugas selama lima tahun.

Dengan hasil pemilihan itu, Majelis Uni Eropa akan terpolarisasi lebih besar. Akibatnya, keputusan-keputusan relatif sulit diambil dengan cepat, apalagi dengan suara yang bulat. Beberapa partai sayap kanan yang mendapat kursi, misalnya, dikenal sangat anti-imigran, yang berlawanan dengan bekas partai penguasa parlemen yang pro-Uni Eropa. Begitu pula isu draf konstitusi Uni Eropa yang diperkirakan bakal jadi alot dalam pembahasan dan pengesahannya. "(Pemilihan) ini menjadi alarm," kata Presiden Parlemen Eropa, Pat Cox, kepada wartawan AP. Ia khawatir, kelangsungan UE terancam karena besarnya kursi partai oposisi yang menentang hampir semua kebijakan pemerintah di tiap-tiap negara anggotanya. Karena itulah, Cox memperingatkan para pemimpin Eropa agar memberikan penjelasan kepada para pemilihnya bahwa Uni Eropa sangat penting dan relevan di masa depan.

Pemilihan anggota parlemen UE kali ini juga menunjukkan adanya sikap yang memprihatinkan dalam hal partisipasi. Inikah sikap masa bodoh orang Eropa terhadap Uni Eropa? Bisa jadi demikian. Bayangkan, mereka yang mau memilih hanya 45,3 persen dari sekitar 350 juta rakyat di seluruh negara anggotanya. Persentase ini merupakan angka terendah sejak pemilihan Parlemen Eropa yang pertama tahun 1979. Padahal, dalam satu tahun belakangan masuk sepuluh anggota baru—delapan di antaranya pecahan Uni Soviet.

Dari kesepuluh anggota baru, jumlah pemilih terendah tercatat di Slovakia, yang cuma 20 persen, lalu Polandia, sebagai negara terbesar di antara mereka, cuma mencatat 21 persen. Juru bicara Parlemen Eropa, David Harley, menyebut pemilihan ini, "Mengecewakan dan benar-benar dalam tingkat terendah yang menyedihkan." Menteri Luar Negeri Jerman Joschka Fischer juga mengungkapkan perasaan senada, "Tetapi itulah hasilnya," katanya singkat.

I G.G. Maha Adi


Polarisasi Pelangi di Langit Eropa

Pemilihan anggota Parlemen Uni Eropa tahun 2004 adalah yang keenam setelah tahun 1979. Pemilih tahun ini diperkirakan sekitar 150 juta orang, yakni warga negara dari 25 negara anggota Uni Eropa, yang akan mengisi 732 kursi di pusat Parlemen Eropa di Brussels, Belgia. Komposisi partai dan polarisasi ideologi berdasarkan hasil perhitungan terakhir adalah:

Partai Masyarakat Eropa (sayap kanan)

  • 269 kursi

    Partai Sosialis (sayap kiri)

  • 199 kursi

    Partai Demokrat dan Reformasi (liberal)

  • 66 kursi

    Partai Hijau

  • 39 kursi

    Kiri Bersatu (berhaluan kiri)

  • 37 kursi

    Persatuan Bangsa Eropa

  • 26 kursi

    Keragaman dan Demokrasi Eropa (termasuk partai independen Inggris yang anti-UE)

  • 20 kursi

    Lain-lain (termasuk 8 kursi Partai Front Nasional Prancis, berhaluan kanan)

  • 76 kursi

    Sumber: Dari berbagai sumber

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus