SABTU, 25 April. Sebuah bendera hijau kecil ditancapkan pada sebuah pot bunga geranium di depan pintu gerbang istana kepresidenan di Kabul. Itulah simbol jatuhnya rezim komunis di Afghanistan setelah 14 tahun perang. Dan tampaknya, sampai awal pekan ini, Kabul terhindar dari pertumpahan darah meski jatuhnya sejumlah korban memang sulit dihindari sama sekali. Si "Singa Lembah Panshir" Ahmad Syah Massoud, panglima kelompok Jamiat-i-Islami, menguasai Kabul sebagaimana kebiasaannya selama perang bila merebut sebuah daerah. Iring-iringan truk penuh berisi ratusan pejuang mujahidin pimpinan Massoud dari markasnya di kawasan Utara Kabul masuk secara tak terduga ke Kota Kabul. Sambil menyandang peralatan berat, mereka langsung menempati gedung-gedung dan posisi penting di dalam kota. Sejumlah ahli perangnya bersama para pejabat militer sibuk menyusun strategi di dalam gedung garnisun Kabul. Satu pasukan khusus bersepatu tenis dan bersurban tiba-tiba meluncur keluar dari Benteng Bala Hissar di tengah kota. Mereka melepaskan serentetan tembakan dari pinggangnya sambil berteriak. Itulah pasukan suku Uzbek pimpinan Jenderal Rashid Dostum, sekutu Ahmad Massoud paling kuat. Pasukan itulah yang diam-diam membantu sekelompok prajurit mujahidin melumpuhkan anak buah mujahidin radikal Gulbudin Hekmatyar yang sudah terlebih dahulu menguasai istana kepresidenan. Tapi puluhan tentara Hekmatyar itu tiba-tiba dikejutkan munculnya 20 prajurit Massoud. "Kami menyelundup dari pintu belakang," kata Abdu Hodi, salah seorang anak buah Jamiat-i-Islami itu, pada Reuters. "Itu berkat pertolongan Allah," tambahnya. Dan ketika itulah banuan datang dari lebih dari 50 prajurit Massoud, yang segera menguasai keadaan. Tiba-tiba komandan pasukan Hekmatyar lari ke gerbang sambil berteriak, "Kami tak ingin baku tembak. Jangan panik." Segera saja pasukan Hekmatyar yang di bawah angin larilari kecil menyingkir, menghindari pertumpahan darah. Hari ini Kabul memang agak tegang. Di jalan-jalan tampak pasukan Massoud larilari dalam kelompok, ada juga yang naik truk, bahkan sejumlah tentara naik sepeda. Tapi segera suasana tenang kembali setelah warga sipil Kabul tahu bahwa pasukan Massoud tak melakukan perbuatan tak terpuji. Ahad, 26 April. Semalam sesekali terdengar suara tembakan. Tapi pagi ini orang-orang pada ceria di sebagian Kabul. Beberapa truk berbendera hijau meluncur pelan membagikan roti kepada rakyat. Ada pengumuman di TV bahwa Ahmad Syah Massoud diangkat menjadi menteri pertahanan yang baru. Senin, 27 April. Pasukan Massoud dibantu tank-tank dan pesawat tentara bekas rezim Kabul menekan tentara Hekmatyar yang memancing insiden. Sebagian ketegangan selesai tanpa letusan senjata. Di beberapa tempat jatuh korban. Kata seorang petugas Palang Merah, enam orang tewas. Kata seorang prajurit Massoud, 20 orang meninggal. Hari itu Nabi Azimi, wakil menteri pertahanan pemerintahan rezim kabul, muncul di TV. Ia memerintahkan semua tentara rezim Kabul tunduk pada komando Ahmad Massoud, Si Singa Lembah Panshir yang diangkat menjadi menteri pertahanan dan diserahi tanggung jawab mengamankan Kabul. Hari ini tersebar berita bahwa Dewan yang bakal mengambil alih pemerintahan sementara Afghanistan tiba di ibu kota yang sulit ditembus di masa perang itu. Dewan Mujahidin yang direncanakan terdiri atas 51 anggota itu akan "Mengambil alih pemerintahan Kabul, termasuk militer, dan seluruh instalasi penting lainnya," tutur Yunus Khallis, pemimpin Hezb-i-Islami. Setelah pengambilalihan terlaksana, tugas Dewan Mujahidin akan digantikan oleh sebuah badan lain yang disebut Dewan Terpimpin yang akan bertugas selama empat bulan. Dalam masa itu Dewan yang diketuai Burhanuddin Rabbani, Ketua Umum Jamiat-i-Islami, bakal menunjuk beberapa menteri, yang diambil dari berbagai golongan, untuk menjalankan pemerintahan Islam Afghanistan. Satu-satunya hambatan datang dari pasukan Hekmatyar, satu-satunya faksi mujahidin yang menentang pembentukan Dewan Mujahidin dan Dewan Terpimpin, karena tak segera mengadakan pemilu. Tapi hari ini tentara Hekmatyar sudah diusir dari bandara Kabul. Mereka ganti masuk kota dan menduduki gedung kementerian dalam negeri, satu-satunya gedung yang bisa dikuasai sampai awal pekan ini. Tiga juta warga Kabul yang masih melakukan kegiatan sehari-hari mencoba mengatasi suasana tegang. Sekelompok pemuda tampak sibuk menghias sebuah sedan Mercedes warna abu-abu dengan pita putih untuk pengantin. Tak jauh dari sana sebuah peti mati diturunkan dari truk. Bukan prajurit bekas rezim Kabul atau seorang pejuang muslim yang akan dikuburkan tapi seorang miskin yang perlu dibantu. "Insya Allah, perdamaian akan datang ke negara ini," kata Gul Afghan, penjual kentang. "Kapan pun mujahidin datang, buat kami tak ada masalah," sambungnya. Sementara itu, kecemasan muncul di asrama mahasiswi Universitas Kabul. "Tentu kami ketakutan," kata Zarmeena salah seorang mahasiswi. "Jika Hekmatyar berkuasa, kami tak boleh belajar. Kami akan tinggal di rumah mengenakan cadar," sambungnya. Meski suasana bisa dikuasai pasukan Massoud sampai awal pekan, tak ada yang berani memastikan pertempuran tak bakal meletus. Sampai-sampai utusan khusus PBB, Benon Sevan, pesimistis. "Pertumpahan darah tak terelakkan lagi bila mereka terlalu berambisi," katanya. Mereka, Massoud dan Hekmatyar, bekas teman sekuliah, yang samasama menjadi panglima gerilyawan muslim, tapi kini saling bermusuhan. Sevan sudah bolak-balik menemui Hekmatyar maupun Massoud. Belum dicapai kata sepakat dari keduanya, terutama karena sikap keras kepala Hekmatyra yang baru mau mengakui Dewan Mujahidin dan dewan Terpimpin bila lembaga pemerintahan sementara itu berjanji memajukan pemilu dari dua tahun yang akan datang menjadi secepat mungkin. Tapi ada hal lain juga. Setelah habis masa kerja Dewan Terpimpin, susunan pemerintah sementara Afghanistan belum disepakati sampai pemilu. Soalnya, belum ada kesepakatan membagi kursi pemerintahan yang merata kepada 20 faksi mujahidin, termasuk yang Syiah. Lalu belum juga ada kata putus, perlukah aparat rezim lama dilibatkan dalam pemerintahan sementara itu. Yang paling ramai, belum juga ada kata seia tentang orang yang bakal diserahi memimpin pemerintah sementara tersebut. Masalah kedua sebenarnya tidak sulit kalau semua bersikap luwes. Melibatkan aparat rezim lama sudah barang tentu akan sangat membantu karena merekalah yang menjalankan pemerintahan selama ini. Juga mereka secara moral tak bisa disingkirkan begitu saja. Peranan Abdul Rashik Dostum, bekas orang kepercayaan Najibullah yang kini menguasai Bandara Kabul, misalnya, cukup besar dalam penggulingan Najibullah. Didukung anak buahnya yang berdisiplin tinggi -- tapi dikenal juga suka memperkosa dan menjarah -- berhasil memblokir Mazar-i-Sharif, jalan utama yang menghubungkan Kabul dan Soviet, ketika Perang Afghanistan berkecamuk. Berkat dialah pejuang Massoud akhirnya bisa menguasai beberapa kota Afghanistan. Jasa terakhirnya adalah menahan pesawat khusus PBB yang akan mengangkut Najibullah melarikan diri ke New Delhi, pekan lalu. Atas jasanya itu Dostum menuntut agar ia diangkat menjadi perdana menteri Afghanistan. Lalu para stafnya yang berasal dari Komite Sentral Partai Watan diberi porsi dalam pemerintahan sementara. Ia juga menginginkan adanya pelajaran bahasa Uzbek, sukunya, dalam acara televisi Kabul. Semua tuntutan mestinya tak sulit dipenuhi kecuali soal perdana menteri. Selain Dostum, ada sejumlah jenderal dan bekas tentara Afghanistan lainnya, yang kini bertahan di Kabul, ingin ikut andil juga dalam pemerintahan baru. Hal itulah antara lain yang membuat Hekmatyar gigih menentang pembentukan pemerintahan sementara. Ia menuduh Massoud telah berkhianat terhadap perjuangan karena bekerja sama dengan orang-orang komunis. Ahmad Syah Massoud memang mendukung usul dari Dewan Keamanan PBB. Yakni sebuah pemerintahan sementara Afghanistan sampai pemilu, yang melibatkan berbagai faksi, termasuk memasukkan aparat dari bekas rezim lama. Amnesti umum juga akan diberlakukan terhadap segenap tahanan, kecuali mereka yang pernah menyakiti atau menyiksa pasukan mujahidin. Bila ada perbedaan pendapat antara Dewan Keamanan PBB dan Massoud adalah dalam hal jabatan-jabatan penting. Massoud dalam hal ini berkeras agar kedudukan-kedudukan penting itu diisi oleh para aktivis muda Islam yang profesional. Ia, yang dikenal sebagai pembangun sekolah dan puskesmas di daerah yang direbutnya dari tentara rezim Kabul di masa perang, mencitakan segera dibenahinya bidang pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan Islam. Massoud sudah punya ide kongkret. Misalnya, jadwal pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah ditambah. Para serdadu juga diharuskan mengikuti pelajaran agama Islam satu jam sehari. "Hal ini merupakan revolusi yang berdampak pada kehidupan sosial sehari-hari," tutur salah satu anggota komite pendidikan pendukung Massoud. Tapi Hekmtyar, yang konon mencitakan sebuah negara Islam yang ketat, menentang ide itu. Itu kurang tegas, konon begitu ia mengomentari gagasan bekas rekan kuliahnya di Politeknik Universitas Kabul itu. Hekmatyar, yang sudah menguasai wilayah selatan Afghanistan, agaknya menginginkan posisi penting juga dalam pemerintahan baru nanti. Padahal, dalam Dewan Terpimpin ia sudah ditawari jabatan sebagai perdana menteri. Ia menolaknya. Dengan kata lain, rezim baru di Kabul pun -- seperti rezim lama -- nantinya masih tetap rapuh, mengingat banyaknya kepentingan setiap golongan. Lebih-lebih bila melihat kelompok yang ingin melestarikan tradisi pemerintahan loya jurgah, yang menghormati otoritas para kepala suku setempat beserta dewan kepalanya. Karena itu, tak mengherankan bila banyak pengamat memperkirakan kelak di dalam peta bumi masa depan Afghanistan bakal seperti Yugoslavia. Artinya, ketidakstabilan masih menghantui republik Islam baru ini. Untuk sementara ini, tampaknya belum ada seorang tokoh yang bisa disepakati semua pihak sebagai pemimpin pemerintahan. Dulu, pernah disebut-sebut nama Hekmatyar. Tokoh yang lebih dulu populer daripada saingannya, Ahmad Syah Massoud, yang pernah dijagokan Iran, Pakistan, dan Amerika sebagai calon pemimpin Afghanistan. Ada tanda-tanda negara-negara yang selama ini mendukung para pejuang muslim secara moral maupun senjata itu mengganti pilihan mereka dengan Massoud. Tapi, sejak pagi Singa Lembah Panshir itu sendiri menyadari siapa dirinya. Ia tahu tak akan dapat diterima oleh mayoritas Afghanistan yang Pushtun itu, karena ia berasal dari suku Tajik, kelompok minoritas yang hanya 25% dari sekitar 16 juta penduduk Afghanistan. Mayoritas Pushtun menguasai militer dan aparat pemerintah di Kabul. Memang benar kelompok Pushtun pendukung Sibghatullah Mojadidi tidak akur dengan kelompok Hekmatyar. Meski mereka sesama Pushtun saling bermusuhan juga. Namun, mayoritas Pushtun, yang berjumlah separuh dari populasi penduduk Afghanistan seluruhnya, tak menjadi lemah dengan "membelot"nya sebagian Pushtun. Yang juga penting dibicarakan, seandainya perdamaian benar-benar tercapai, adalah kedudukan bagi Hekmatyar. Dengan pengikut 10.000 pejuang, ia tak mungkin diremehkan begitu saja. Kini tampaknya tinggal menunggu, bisakah Islam, yang menjadi pegangan hampir semua unsur pembentuk Afghanistan baru, menjadi lem perekat yang membuat mereka semua bisa saling memberi dan menerima. Didi Prambadi (Jakarta) dan DB (Kairo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini