Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bergeming di Pucuk Kekuasaan

Perdana Menteri Najib Tun Razak menempuh segala cara untuk mempertahankan jabatannya. Mendapat dukungan penuh dari UMNO.

14 Maret 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiada kata yang pas untuk menggambarkan sikap Najib Tun Razak selain kalimat dalam peribahasa "anjing menggonggong kafilah berlalu". Di Johor, pada Ahad pekan lalu, Perdana Menteri Malaysia ini kembali menegaskan bahwa ia tak akan mundur. Ia menangkis hujan kritik yang ingin melengserkannya dari tampuk kekuasaan.

"Saat ini pemerintah akan melanjutkan mandat. Parlemen dan partai mendukung pemerintah," kata Najib kepada para juru warta. Ia menyatakan hanya akan angkat kaki bila partai yang dipimpinnya, United Malays National Organisation (UMNO), dan koalisi pemerintah, Barisan Nasional, tumbang dalam pemilihan umum pada medio 2018.

Najib tengah dirundung krisis politik terbesar sejak berkuasa tujuh tahun lalu. Masalah yang kian runcing sejak awal Juli 2015 ini bermula dari skandal keuangan di 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Perusahaan investasi pelat merah ini terbelit utang US$ 11,1 miliar (sekitar Rp 146 triliun).

Najib, Ketua Dewan Penasihat 1MDB, terseret dalam skandal setelah diketahui ada aliran duit US$ 681 juta (sekitar Rp 9,4 triliun) ke rekening pribadinya. Duit yang diduga bersumber dari dana 1MDB itu masuk ke kantong Najib sebelum pemilu 2013. Namun pria 62 tahun ini berulang kali berdalih dana jumbo itu merupakan sumbangan politik dari keluarga Kerajaan Arab Saudi.

Pada Januari lalu, Jaksa Agung Mohamed Apandi Ali sebenarnya telah membersihkan nama Najib. Ia menyatakan Najib tak bersalah. Ia juga menyetop penyelidikan kasus dugaan rasuah yang melibatkan Najib. "Perdana Menteri telah mengembalikan uang US$ 620 juta (sekitar Rp 8,1 triliun) yang tidak dipergunakan," katanya saat itu.

Pernyataan Apandi Ali, yang menjabat sejak 27 Juli 2015, rupanya gagal meredam kegaduhan. Kritik dan tekanan politik terus mendera Najib. Seruan paling nyaring terlontar dari Mahathir Mohamad. Pada Jumat pekan lalu, mantan perdana menteri dan pendiri UMNO ini meneken "Deklarasi Rakyat" untuk melengserkan Najib. Ia juga menyatakan mundur dari UMNO—partai yang mengantarnya memimpin Malaysia selama 22 tahun sejak 1981.

Mahathir, kini 90 tahun, tidak bergerak sendiri. Ia menggalang dukungan dari sejumlah anggota UMNO yang membelot dari Najib serta kubu oposisi. "Kita harus melepaskan diri dari (Najib) sebagai Perdana Menteri Malaysia," ucapnya dengan suara lantang, membacakan isi deklarasi yang ditulis dalam bahasa Inggris. Menurut dia, skandal 1MDB akan membawa dampak yang semakin buruk bila Najib dibiarkan tetap berkuasa.

Dalam pembacaan deklarasi, Mahathir mengutarakan bahwa Malaysia, di bawah kendali Najib, telah menjelma menjadi satu dari 10 negara paling korup sejagat. Ia tak menyebut dari mana rujukan tentang itu. Tapi, "Ia mencatat bahwa peringkat Malaysia telah merosot empat poin ke posisi 54 dalam indeks korupsi tahun 2015 yang dilansir Transparency International," demikian diberitakan CNBC.

Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, rupanya menyambut positif momentum itu. Dari balik jeruji bui, pria 68 tahun ini mendukung Mahathir—mentor sekaligus orang yang mendepaknya dari kursi wakil perdana menteri pada 1998. "Najib telah mendatangkan malapetaka dengan skandal paling parah dalam sejarah Malaysia," ujarnya.

Najib agaknya sukses "mempersatukan" Mahathir dan Anwar, dua pentolan UMNO yang berseteru hampir 20 tahun. Namun istri Anwar, Wan Azizah Wan Ismail, memilih waspada. "Berapa anggota parlemen yang dia (Mahathir) miliki? Dia membutuhkan kami," ucapnya. Azizah memimpin koalisi oposisi Pakatan Harapan, yang menguasai 88 dari 222 kursi parlemen, dan mengusung agenda reformasi serta pembebasan Anwar.

* * * *

Bagi Mahathir, Najib bukan politikus UMNO pertama yang menjadi sasaran upaya pendongkelan yang dilakukannya. Sejarah mencatat, ia pernah menjungkalkan anak didiknya, Anwar Ibrahim—ketika itu menjabat wakil perdana menteri—dari kekuasaan. "Anwar dipecat dan dipenjarakan karena kebijakan ekonominya untuk menangkal krisis ekonomi 1998 dianggap mengancam kelangsungan hidup kroni-kroni bisnis Mahathir," demikian diberitakan The Straits Times.

Mahathir juga berperan di balik tamatnya karier politik Abdullah Ahmad Badawi. Badawi adalah pengganti Anwar Ibrahim dan, sejak November 2003, menjadi penerus Mahathir. Saat Badawi menjabat perdana menteri itulah Mahathir justru meradang karena diketahui Badawi berusaha menyetop beberapa proyek warisan Mahathir.

Puncak kekecewaan Mahathir terjadi saat UMNO, yang dipimpin Badawi, terpuruk dalam pemilu 2008. Pada bulan Mei, Mahathir untuk pertama kalinya mundur dari UMNO. Ia lantas berkampanye tanpa ampun untuk memaksa Badawi mundur dan menyerahkan kepemimpinan kepada Najib pada April 2009.

Di tangan Najib, kebijakan pemerintah tak berubah wajah. Seperti diberitakan The Straits Times, Najib juga tak meneruskan sejumlah proyek mercusuar Mahathir. Najib, misalnya, menolak proposal jembatan bengkok, yang digagas Mahathir, sebagai pengganti jembatan tua Causeway untuk menghubungkan Johor-Singapura.

Najib juga mendukung setengah hati proyek mobil nasional Proton. Padahal Proton merupakan sisa-sisa peninggalan kebijakan industrialisasi yang mahal dari rezim Mahathir. Itu sebabnya Mahathir semakin kecewa kepada Najib. Berbekal skandal 1MDB sebagai amunisi baru, Mahathir kembali berupaya menjegal penerusnya itu.

* * * *

Seperti Mahathir, Najib menghadapi krisis politik yang menderanya dengan tangan besi. Ia memecat Abdul Gani Patail, Jaksa Agung yang mengusut dugaan keterlibatannya dalam megakorupsi 1MDB. Ia menggantinya dengan Mohamed Apandi Ali, yang belakangan membersihkan nama Najib.

Muhyiddin Yassin juga terkena getahnya. Wakil Presiden UMNO ini dibekukan dari jabatan wakil perdana menteri hanya karena mempertanyakan dana jumbo dalam rekening Najib. Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC), lembaga independen yang juga mengusut dugaan aliran duit ke kantong Najib, sampai sekarang belum berhasil menjerat satu orang pun.

MACC bahkan telah memastikan duit di rekening Najib berasal dari keluarga Kerajaan Saudi. "Hasil investigasi mereka (MACC) menunjukkan bahwa Perdana Menteri tidak melakukan praktek korupsi," kata Azalina Othman Said, Menteri di Kantor Perdana Menteri, dalam jawaban tertulis kepada parlemen, Rabu pekan lalu.

Kerajaan Saudi rupanya tak seia sekata. Seperti diberitakan The New York Times bulan lalu, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir membantah pernyataan bahwa keluarga kerajaan telah memberikan uang sebagai sumbangan politik kepada Najib. "Saya percaya itu dari warga Saudi secara pribadi, dan dana itu untuk investasi di Malaysia," kata Al-Jubeir.

Sebenarnya penyelidikan dugaan suap, korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan pencucian uang juga berlangsung di Swiss, Hong Kong, dan Singapura. Tapi sejauh ini belum ada indikasi mengenai keterlibatan Najib. "Tampaknya mereka tidak terkesan oleh pembersihan nama (Najib), meski mereka tidak menyatakan Najib sebagai tersangka," demikian diberitakan The Economist.

Najib tak hanya melenggang di ranah hukum. Di kalangan internal UMNO, ia sukses menggenggam dukungan politik. Ia tak ragu mendepak 291 kader UMNO yang membangkang karena mendorongnya lengser. "Mundur-tidaknya Najib bergantung pada ia sendiri dan UMNO," kata Wan Saiful Wan Jan, direktur eksekutif lembaga think tank Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS) di Kuala Lumpur, kepada CNBC.

UMNO, partai kawakan di Malaysia, telah mencengkeram kekuasaan sejak pemilihan umum pertama negara itu pada 1959. "Jika UMNO tidak memberikan tekanan dari dalam kepada Najib untuk mundur, dan bila ia sendiri tidak bersedia mundur, tidak ada alasan bagi Najib untuk mundur," Wan Saiful menuturkan.

Bagi Najib, sokongan dari UMNO sangat vital. Partai terbesar ini meraup dukungan utama dari warga Melayu—kelompok etnis yang menyusun 60 persen penduduk Malaysia. Basis massa UMNO tak hanya tersebar di kampung dan desa-desa di penjuru Semenanjung Malaysia. UMNO juga memperlebar pengaruhnya ke Sabah dan Sarawak.

Namun, di jajaran internal partai, loyalitas kader UMNO rupanya tidak gratis. Asia Sentinel melaporkan 191 ketua pengurus daerah UMNO menerima "ongkos" 50 ribu ringgit (sekitar Rp 160 juta) saban bulan. Duit itu tidak mengucur dari kas negara, tapi dari rekening pribadi Najib di AmBank di Kuala Lumpur. Artinya, tiap tahun Najib harus menggelontorkan 114,6 juta (sekitar Rp 363,9 miliar) untuk "membeli" dukungan.

Bukan hanya Najib yang menuai keuntungan dari praktek ini. Laporan Asia Sentinel menjelaskan sistem politik uang itu berperan dalam melanggengkan dukungan partai terhadap beberapa perdana menteri selama 35 tahun terakhir. "Praktek ini sekaligus menunjukkan korupsi menahun dalam sistem politik Malaysia," begitu isi laporan Asia Sentinel.

Dari mana Najib memperoleh "uang dukungan" itu? Najib, seperti diberitakan Asia Sentinel, pada Agustus tahun lalu mengatakan dalam pertemuan divisi UMNO bahwa duit itu mengalir dari pendahulunya, Abdullah Ahmad Badawi, ketika menjabat perdana menteri. "Ia (Najib) tidak pernah mempertanyakan dari mana asalnya," demikian menurut Asia Sentinel. Badawi, seperti Najib, juga tak pernah mencari jawabannya selama Mahathir berkuasa 22 tahun.

* * * *

Najib menjelma menjadi lawan yang tangguh bagi para penentangnya. Ia membentengi diri di segala lini. "Satu per satu lawan dari dalam atau luar UMNO dilumpuhkan atau diancam," kata Yang Razali Kassim, peneliti senior dari Pusat Studi Internasional S. Rajaratnam, Nanyang Technological University, Singapura.

Pada 25 Februari lalu, misalnya, Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia memblokir portal berita populer The Malaysian Insider karena memuat berita tentang skandal 1MDB. "The Malaysian Insider telah berusia delapan tahun dan diblokir dengan alasan 'keamanan nasional'," demikian pernyataan redaksi dalam laman Facebook mereka saat itu.

The Malaysian Insider bukan media pertama yang dibungkam karena memberitakan kasus Najib. Tahun lalu pemerintah juga memblokir akses ke Sarawak Report, situs independen Asia Sentinel, dan platform penerbitan Medium. Sarawak Report dan The Wall Street Journal mengungkap aliran duit 1MDB ke rekening pribadi Najib pada 2 Juli 2015.

Menurut Wan Saiful Wan Jan, Najib masih perkasa karena kalangan pebisnis juga tetap menginginkannya duduk di pemerintahan. "Mereka menginginkan stabilitas. Mereka tidak perlu pemerintahan yang baik," ujarnya. Ia menambahkan, siapa pun yang menggantikan Najib dianggap bakal mengubah situasi menjadi lebih tidak stabil.

Dengan berbagai manuver itu, Najib sejauh ini bergeming. Sorotan publik sama sekali tak mengganggu kegiatannya. Bulan lalu, Najib bertolak ke Sunnylands di California, Amerika Serikat. Bersama para pemimpin negara ASEAN, ia bertemu dengan Presiden Barack Obama. Awal bulan ini, bersama istrinya, Rosmah Mansor, ia mengunjungi Arab Saudi.

Najib semakin yakin bakal lolos dari skandal 1MDB setelah menuai dukungan dari Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Abdul Halim Mu'adzam Shah. Sang Raja, dalam pidato pembukaan sidang parlemen pada Senin pekan lalu, meminta parlemen segera menyetop kegaduhan politik. "Kami berharap semua anggota yang terhormat mengakhiri kepentingan politik jangka pendek yang telah menyusahkan rakyat dan pemerintah."

Mahardika Satria Hadi (The Economist, The Straits Times, CNBC, SMH, Asia Sentinel, The Telegraph)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus