Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Erdogan Membungkam Zaman

Melalui serbuan polisi, pemerintah Turki mengambil alih koran Zaman. Media pengkritik yang dituding sebagai teroris.

14 Maret 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ratusan polisi berderap memasuki gedung yang merupakan kantor Feza Media Group. Masih berupaya memprotes, karyawan grup media yang mengelola harian Zaman, juga Today's Zaman dan kantor berita Cihan, itu memekik, "Pers bebas tak bisa dibungkam."

Siaran langsung di televisi memperlihatkan, di bagian lain dari gedung yang sama, polisi mendorong Sevgi Akarcesme, Pemimpin Redaksi Today's Zaman. Akarcesme belakangan bercerita bahwa seorang polisi mencengkeram lengannya dan mencoba menyeretnya keluar dari gedung. "Polisi tak membolehkan kami berada di dalam gedung kami sendiri! Ini benar-benar despotisme! Mereka menghadang saya secara fisik," katanya melalui akun Twitternya.

Penyerbuan polisi pada tengah malam Sabtu dua pekan lalu itu merupakan upaya pengambilalihan manajemen semua media di bawah Feza Media Group. Polisi bersenjatakan gas air mata dan meriam air membubarkan dan menghalau demonstran pendukung dan karyawan Zaman. Sebelum masuk ke gedung, polisi lebih dulu merobohkan gerbang besi.

Pengambilalihan itu memang dilakukan berdasarkan surat pengadilan di Istanbul, yang menetapkan manajemen Zaman dialihkan ke sebuah dewan pengawas. Tapi tak ada persidangan yang mendahului terbitnya surat ini. Pengadilan hanya merespons permintaan Kepala Kejaksaan Umum Istanbul, yang mengklaim Zaman bertindak atas perintah dari apa yang disebutnya "Organisasi Teroris/Struktur Negara Paralel Kaum Fetullah". Organisasi itu juga dituduh bekerja sama dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) untuk menggulingkan pemerintah Turki.

Apa yang terjadi pada Zaman ini bisa disebut puncak represi terhadap media oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan dan pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), yang didirikannya. Zaman, koran bertiras sejuta eksemplar yang berafiliasi dengan gerakan sosial Hizmet yang dipimpin Fetullah Gulen, termasuk sedikit media independen di Turki. Di negara itu, yang dominan adalah stasiun televisi dan koran milik pemerintah.

Sebelum Zaman, dalam dua tahun terakhir, korban sensor sudah berjatuhan, dengan tuduhan yang tak dibuktikan di pengadilan. Yang terhitung mutakhir, misalnya, adalah IMC TV. Pengelola satelit di Turki, Turksat, menghentikan siaran stasiun televisi independen ini berdasarkan tuduhan terorisme. Contoh yang lain, pada 2015, dua koran dan dua stasiun televisi milik Koza Ipek Holding diserahkan ke sebuah dewan pengawas karena dituding membiayai terorisme. Dua pekan lalu, dewan pengawas itu menutup semuanya karena rugi.

Gullen, ulama yang kini mengasingkan diri di Pennsylvania, Amerika Serikat, semula adalah sekutu Erdogan. Mereka putus kongsi tiga tahun lalu setelah ada investigasi dugaan korupsi yang melibatkan kalangan di lingkaran dalam Erdogan. Sejak itu Erdogan cenderung semakin otoriter: para pengkritik dipenjarakan, militer kembali diberi tempat penting, dan perang terhadap kaum separatis Kurdi kembali digelorakan.

Dalam situasi seperti itu, Zaman, yang didirikan pada 1986, bergeming dengan pilihan posisinya, menjadi pengkritik pemerintah—dari semula sebagai pendukung. Sasarannya adalah upaya Erdogan yang semakin menjauhkan Turki dari demokrasi.

Suara keras Zaman sudah dicoba diberangus sebelumnya. Pada pertengahan Desember 2014, polisi menangkap lebih dari 20 wartawan senior dan eksekutif media dengan tuduhan "membentuk, memimpin, dan menjadi anggota organisasi teroris bersenjata". Di antara yang ditangkap itu, melalui penyerbuan ke kantornya, adalah Pemimpin Redaksi Zaman Ekrem Dumanli. Pengadilan kemudian membebaskan Dumanli dan tujuh orang lainnya karena kurang bukti.

Seperti penyerbuan dua tahun lalu itu, Amerika dan Uni Eropa, dua sekutu penting Turki, sebenarnya bereaksi terhadap pengambilalihan Zaman dua pekan lalu. Tapi pernyataan resmi keduanya sulit digolongkan sebagai protes: Amerika hanya menyebut tindakan itu "bermasalah", sedangkan Uni Eropa menyatakan Turki "perlu menghormati dan mempromosikan standar dan praktek demokrasi yang tinggi, termasuk kebebasan media".

Menulis kolom di The New York Times, Sevgi Akarcesme mengkritik respons yang lembek itu. Menurut dia, prihatin saja seraya mengabaikan pelanggaran, semata demi kesepakatan bisnis dan regional, mungkin sekarang menguntungkan. "Kecuali Barat bertindak tegas untuk meluruskan pergeseran Erdogan ke arah pemerintahan otoritarian, sikap ini berisiko pada hilangnya sekutu yang stabil dan demokrasi yang langka di negara berpenduduk mayoritas muslim itu," katanya.

Purwanto Setiadi (BBC, IB Times, The New York Times, Today's Zaman)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus