Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Jerman Joerg Kukies dalam wawancara dengan Reuters mengungkap Rusia tidak akan diterima kembali ke Kelompok G7 (G7), meski Presiden Amerika Serikat Donald Trump meminta agar Rusia diperbolehkan masuk G7 lagi. Negara anggota G7 saat ini adalah Amerika Serikat, Britania Raya, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Prancis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“G7 mengutuk agresi Rusia yang sangat jelas, khususnya kebrutalan serangan Rusia di perang Ukraina yang sudah masuk tahun ketiga,” kata Kukies, sambil menekankan usulan Trump tak perlu memerlukan persetujuan dengan suara bulat. Pada 2014, Rusia keluar dari G7 atas tuduhan penggaran terhadap wilayah Ukraina.
Kukies dijadwalkan kunjungan kerja ke Cape Town, Afrika Selatan, untuk rapat dengan para menteri keuangan negara anggota G20. Menteri Keuangan Inggris Scott Bessent tidak dapat hadir karena jadwal yang bentrok. Kondisi ekonomi global akan menjadi topik utama dalam rapat para menteri keuangan G20.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami perlu benar-benar fokus kembali pada urusan pertumbuhan ekonomi. Jerman punya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” kata Kukies.
Kukies dipilih menjadi menteri keuangan Jerman oleh Kanselir Olaf Scholz pada November 2024 setelah koalisi pemerintahannya runtuh. Dia masih memimpin Jerman sampai pemerintahan baru dibentuk setelah pemilu pada Minggu, 23 Februari 2025, dimenangkan Friedrich Merz dari konservatif.
Kukies mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa bisa dihindari karena kedua belah pihak punya itikad bernegosiasi. “Tak ada yang tertarik untuk memulai perang dagang,” kata Kukies.
Total 27 negara anggota Uni Eropa terpukul oleh rencana pemberlakuan kenaikan tarif impor ke Amerika Serikat oleh Presiden Donald Trump. Mereka berharap Trump mau memberlakukan tarif yang sama dengan yang diberlakukan negara lain.
Menurut Kukies, Uni Eropa surplus ekspor barang ke Amerika Serikat, yang hampir diimbangi surplus ekspor jasa Amerika Serikat ke Eropa. “Jika Anda (Trump) menambahkan ketidak-seimbangan perdagangan di kedua belah pihak, maka nilai perdagangan bisa cukup kecil,” kata Kukies.