Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEMENANGAN Komisi Pengawas Persaingan Usaha melawan lima operator seluler di tingkat kasasi menarik perhatian pengurus Adams & Co. Awak firma hukum di Jakarta itu melihat putusan Mahkamah Agung atas perkara kartel layanan pesan pendek (SMS) ini sebagai kemenangan konsumen juga. "Konsumen bisa minta ganti rugi," kata Sekretaris Adams & Co Agus Soetopo, Kamis pekan lalu.
Adams & Co berniat mengajukan gugatan organisasi (legal standing) terhadap PT Excelmindo Pratama Tbk, PT Telekomunikasi Selular, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Bakrie Telecom Tbk, dan PT Mobile 8 Tbk ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adams & Co tak mewakili perorangan, tapi konsumen secara keseluruhan. Menurut Agus, dalil gugatan masih mereka rumuskan sembari menunggu amunisi: salinan putusan resmi dari Mahkamah Agung.
Tak main-main Adams & Co menyiapkan gugatan. Mereka membentuk panitia untuk mewadahi konsumen yang merasa dirugikan oleh penetapan tarif SMS. Adams & Co juga mengkaji cara untuk mengembalikan uang ganti rugi ke konsumen jika gugatannya menang nanti.
Dalam amar putusan kasasi pada 29 Februari 2016, Mahkamah Agung menguatkan putusan KPPU yang menghukum XL, Telkomsel, Telkom, Mobile 8, dan Bakrie Telecom membayar denda Rp 77 miliar. Majelis hakim kasasi menyatakan kelima perusahaan terbukti bersepakat menentukan tarif layanan pesan pendek lintas operator pada 2004-April 2008. Walhasil, konsumen dirugikan sekitar Rp 2,8 triliun. Sebenarnya ada enam perusahaan yang terbukti terlibat kesepakatan itu. Namun PT Smart Telecom Tbk tidak dikenai denda karena saat itu dianggap pemain baru yang belum mendulang keuntungan dari praktek kartel.
Ketua majelis hakim kasasi Syamsul Maarif mengatakan putusan dan pertimbangan KPPU sudah tepat dan benar. "Sehingga dikuatkan seluruhnya," ucap Syamsul. Bersama dua anggota majelis hakim, yakni Abdurrahman dan I Gusti Agung Sumanatha, Syamsul menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang membatalkan sanksi KPPU pada Mei tahun lalu salah.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyelidiki pengaturan harga SMS ini sejak 2007, setelah menerima laporan pelaku usaha dan konsumen. Ketua KPPU Syarkawi Rauf menuturkan, tim pemeriksa menemukan tarif SMS yang bergerak pada angka Rp 250-350 sejak 2001. Awalnya ada sepuluh operator yang masuk radar KPPU. Setelah ditelusuri, hanya enam yang terlibat kesepakatan penentuan tarif dasar layanan pesan pendek lintas operator itu.
Menurut Syarkawi, operator seluler melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. "Ada tindakan yang melanggar hukum, persaingan tidak sehat," ujarnya.
Dari penelusuran hingga proses sidang yang memakan waktu lima bulan, tim KPPU setidaknya menemukan dua bukti kuat: dokumen perjanjian kesepakatan tarif dan perhitungan keuntungan perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan enam operator, diketahui pendapatan mereka selama 2004-2007 mencapai Rp 133,885 triliun.
Komisi Pengawas juga menghitung selisih penerimaan SMS interkoneksi pada harga kartel dari harga kompetitif. Patokan harga kompetitif SMS lintas operator dihitung dari biaya kerja sama operator (interkoneksi originasi dan terminasi) plus biaya aktivitas retail sebesar 40 persen dan margin keuntungan sebesar 10 persen. Mengacu pada analisis Ovum Ltd, lembaga independen di industri telekomunikasi, KPPU memperkirakan harga kompetitif SMS lintas operator Rp 114.
Selanjutnya, dengan memakai harga kartel terendah sebagai patokan, yakni Rp 250 per SMS, KPPU menghitung kerugian konsumen sekitar Rp 2,827 triliun. Walhasil, KPPU memutuskan praktek kartel oleh XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, Mobile-8, dan Smart sebagai pelanggaran berat terhadap persaingan yang sehat.
Majelis KPPU menjatuhkan sanksi berupa denda untuk membuat jera dan mendisiplinkan anggota kartel. Menurut Syarkawi, total denda yang harus dibayarkan perusahaan kepada negara, yakni Rp 77 miliar, tak sebanding dengan kerugian yang ditanggung konsumen. Denda seharusnya lebih besar. Tapi undang-undang membatasi denda persaingan bisnis tak sehat maksimal Rp 25 miliar.
Agar memperoleh ganti rugi yang setimpal, menurut Syarkawi, konsumen bisa mengajukan gugatan bersama (class action) atau menggugat lewat organisasi seperti rencana Adams & Co.
Operator seluler yang terlibat kartel, menurut Syarkawi, wajib membayar penalti dalam waktu 30 hari setelah menerima salinan putusan kasasi. Jika dalam kurun tersebut operator seluler tak membayar ke rekening negara, KPPU bisa meminta bantuan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengeksekusi mereka.
Kelima operator seluler kompak irit komentar. Vice President Corporate Communications Telkomsel Adita Irawati mengatakan perusahaan belum menerima salinan resmi putusan Mahkamah Agung. "Karena itu, kami belum bisa memberi tanggapan," tutur Adita. General Manager Corporate Relation and Communication Management XL Tri Wahyuningsih mengatakan hal senada. Perusahaan, kata dia, akan menentukan sikap kalau sudah menerima salinan putusan.
Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, memastikan salinan putusan bakal segera dikirim. Menurut dia, proses minutasi, perbaikan naskah putusan, paling lama menghabiskan waktu lima bulan. "Tapi, kalau perkaranya menarik perhatian masyarakat, biasanya lebih cepat," ujar Suhadi.
Perwakilan PT Mobile-8, yang kini berganti nama menjadi Smartfren, juga belum bersedia berkomentar. Head of Public Relations Smartfren Telecom Ciba Gangga mengatakan kasus ini merupakan kejadian masa lalu, di era manajemen Mobile-8. "Saya belum mendapat update-nya," ucap Ciba.
Adapun Presiden Direktur Bakrie Telecom Jastiro Abi mengaku sedang sibuk ketika dihubungi. "Saya lagi meeting," kata Jastiro. Pesan pendek yang Tempo kirim tak ia balas.
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional, David Tobing, mengatakan praktek kartel selama ini membuat konsumen tidak punya pilihan sehingga harus menanggung kerugian. Karena itu, sebelum pelaku usaha digugat konsumen, David berharap mereka secara sukarela mengembalikan keuntungan dari kartel kepada konsumen. Salah satu caranya, "Pelaku usaha bisa memberi diskon tarif saat ini," ujar David.
Adapun Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo lebih mendukung KPPU memakai kewenangannya untuk merekomendasikan operator pelaku kartel membayar ganti rugi kepada konsumen. "Kalau melalui gugatan, akan menyita waktu," kata Sudaryatmo.
Linda Tianita, Egi Adyatama
Skala Bisnis Para Operator (Periode 2004-2007)
Operator | Pangsa Pasar (%) | Keuntungan (Rp) | Selisih Harga Kompetitif (Rp) | Denda (Rp) |
Telkomsel | 78,34 | 103,842 triliun | 2,193 triliun | 25 miliar |
XL | 12,33 | 16,831 triliun | 346 miliar | 25 miliar |
Telkom | 5,65 | 8,203 triliun | 173,3 miliar | 18 miliar |
Bakrie | 2,01 | 2,97 triliun | 62,9 miliar | 5 miliar |
Mobile-8 | 1,75 | 2, 476 triliun | 52,3 miliar | 4 miliar |
Smart | 0,1 | 4 miliar | 0,1 miliar | Nihil |
Sumber: Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo