Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nafsu besar belanja kurang

Hut proklamasi ri ke-33, 1978, bertepatan dengan bulan puasa. di kota-kota besar di indonesia pasar-pasar diserbu untuk persiapan lebaran, ada pula yang menyelenggarakan perlombaan-perlombaan dalam rangka hut ri. (nas)

2 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AGUSTUS ini, orang Indonesia menghadapi dua hal. Hari Ulang Tahun Proklamasi dan Ibadah Puasa. Di beberapa tempat terlihat rakyat tetap bersemangat menyelenggarakan perayaan-perayaan secara tradisionil. Ada yang mengadakan lomba panjat-panjatan dengan hadiah-hadiah yang remeh namun dikerebut dengan hangat karena nilai spirituilnya. Sementara pasar-pasar bagai diamuk oleh kesibukan baru, karena masuknya tukang-tukang obral menjelang Lebaran, yang membuat para pemilik toko tertegun. Di Jakarta, Semarang, Sala, Klaten, Pontianak, Pekalongan, barangkali di seantero negeri ini ada yang berubah. "Tahun ini pasar ramai dikunjungi, tapi tidak semua orang berbelanja, mereka cuma melihat-lihat saja " kata A Seng kepada TEMPO di Pontianak. Seperti Bubuk Makan Kayu Seperempat juta rakyat Pontianak tidak serepot tahun lalu lagi. Pasar Seroja, pusat perbelanjaan barang kelontong, tekstii dan perlengkapan rumah tangga menjelang Lebaran kelihatan sepi. Para pedagang tak berani memasukkan barang baru. Siang hari mereka kelihatan ongkang-ongkang. Yang mendingan hanya pasar. Sekayam di belakang Pos Polisi Besar di mana para tukang obral merebut kaki lima. Mereka menjual tekstil dengan harga: Rp 250 - Rp 300 per meter. Atau sebuah baju lengan pendek yang berharga Rp 1000. Di Bandung, menelang pertengahan Agustus masih terasa sepi. "Bila dibandingkan dengan tahun lalu, memang dirasakan masih ramai tahun lalu," ujar Ahmad, seorang penjual kain. Ia mencatat yang lebih laku sekarang adalah pakaian jadi. "Padahai harga kain tahun lalu dengan sekarang tidak begitu beda," ujarnya selanjutnya. Nurdin, seorang penjual pakaian jadi membenarkan. Barang-barangnya memang laku lebih keras ketimbang hari-hari biasa "Mungkin disebabkan karena banyak penjahit yang sudah tidak sanggup menjahit baju dan celana," katanya menjelaskan. Ia masih berharap mendekati Lebaran, kelesuan itu akan segera galak kembali seperti dulu. Di Medan, pusat perbelanjaan seperti Pusat Pasar, Pajak Hongkong dan Pasar Ikan Lama, suasana seperti hari-hari biasa. Tak ada yang menyolok. Kesepian ini mungkin di sebabkan karena pegawai negeri tidak mendapat THR. Sedangkan pembayaran gaji yang dipercepat, (lihat gambar -- pertengahan bulan) belum mereka terima. Jadi mungkin sekali seperti bubuk makan kayu nafsu besar, tenaga kurang. Bahkan di Jalan Surabaya -- masih di Medan - tempat mondar-mandir kaum elit, kelihatannya saja ramai, jual beli masih dapat dihitung dengan jari. Adapun di Jakarta, para tukang obral memang berkoar-koar lebih keras. Pusat Perbelanjaan Senen misalnya diserbu. Gang-gang, halaman-halaman yang masih kosong diduduki. Setiap hari mulut tukang obral itu berseru atas mengatasi menarik hati pengunjung. Mereka memakai megapun, ada juga yang menawarkan dagangannya dengan berpantun. Hampir semuanya pakaian jadi, jean dan kaos-kaos yang warna-warni. Kompleks perbelanjaan menjadi sumpek dan mobil, terutama hari Minggu tidak karuan lagi banyaknya. Sampai-sampai taksi menolak membawa penumpang menghampiri kompleks, karena takut macet. Tapi sementara itu kompleks perbelanjaan yang lebih elit, seperti Blok M, tak mengalami banjir uang meski pun pengunjungnya lebih banyak. Tapi di Semarang, pembantu TEMPO melihat kombinasi menjelang Lebaran dan Hari Proklamasi menanjakkan kesibukan. Demikian juga di Sala dan Klaten. Tetapi ini ada alasannya. Sepuluh hari atau seminggu sebelum Lebaran di sana dikenal "Malam selikuran" (Tanggal 21 bulan Puasa). Pada hari itu Taman Sriwedari di Sala serta di Alun-Alun Klaten diselenggarakan Pasar Malam Tradisionil yang disebut "Maleman". Para pedagang tradisionil akan keluar menjual keramik tanah liatnya. Juga akan terlihat tontonan rakyat seperti ketoprak, wayang wong, komedi monyet, sulapan -- pendeknya hari yang istimewa. Bulus Keramat Nanti setelah Lebaran berlalu, kesibukan itu masih akan berkepanjangan. Di Klaten sesudah Lebaran pedagang dan tontonan itu akan berjalan ke Jimbung dekat pegunungan Tembayat -- 10 Km dari pusat kota. Di sana mereka akan mengadakan acara "Syawalan". Di sana ada sebuah sendang yang dihuni oleh kura-kura keramat bernama Bulus Belang. Selama sepekan kura-kura belang itu akan jadi "Raja", tempat meminta kekayaan bagi orang-orang yang percaya. Kabarnya, mereka yang dikabulkan untuk jadi kaya, mula-mula kulitnya sendiri akan belang. Tapi pantas dicatat, banyak penduduk setempat yang berkulit belang tetapi tidak pernah kaya. Di Jakarta tidak ada bulus ajaib seperti itu. Rakyat mencoba menggembirakan hatinya dalam perayaan proklamasi dengan sesuatu yang lebih sederhana -- sekedar meramaikan. Lihatlah potret. Di Proyek Senen, di tengah kesibukan jual beli, sejumlah lelaki begitu bernafsu merenggutkan sapu tangan, handuk, taplak meja, barang-barang kecil yang disangkutkan di puncak permainan "Panjat-panjatan" itu. Barangkali hanya beberapa orang dari mereka beruntung dengan hasil yang tidak seberapa, namun mereka telah mendapat sedikit kegembiraan. Sedangkan di kampung-kampung, mahkota kejuaraan kampung dalam catur diperebutkan oleh penduduk dengan semangat yang mungkin jauh lebih kecil dari semangat Karpov, namun kesederhanaannya mengharukan. Apalagi di kompleks pertokoan Tanah Abang tiba-tiba muncul "Bioskop Tancap" -- bioskop darurat untuk rakyat banyak. Sebuah kegiatan kecil, yang juga berlangsung di berbagai pelosok kota. Namun tetap merupakan sebuah perhatian yang langsung bisa dinikmati, sehingga entah kenapa setiap orang merasa mendapat perhatian dalam kerepotan yang besar ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus