BILL Clinton, yang baru dilantik menjadi presiden AS Rabu pekan ini, marah besar. Dalam konperensi persnya di Little Rock, Arkansas, Kamis pekan lalu, ia membantah keras kesimpulan harian The New York Times yang menuliskan bahwa ia berniat menjalin hubungan dengan Presiden Saddam Hussein. ''Saya tak berminat menjalin hubungan dengan dia. Saya akan melakukan penilaian sesuai dengan tingkah lakunya,'' kata Clinton dengan wajah merah padam. ''Saya tetap meneruskan kebijaksanaan pemerintahan Bush terhadap Irak,'' tambahnya masih dengan nada marah. Jadi bagaimana kira-kira politik luar negeri Clinton nanti, dengan menteri luar negerinya yang ia pilih, Warren M. Christopher? Menjelang pelantikannya, sudah ada tantangan yang mesti dijawab, ya dari Saddam Hussein itu. IRAK ''Tak ada yang berbeda kebijaksanaan antara pemerintahan yang lama dan baru. Presiden Bush menjelaskan tak akan menjalin hubungan dengan Irak sepanjang Saddam Hussein berkuasa. Tindakan pengeboman yang dilakukan pemerintahan lama karena Saddam Hussein melanggar perjanjian gencatan senjata PBB. Itu pula sikap saya,'' ujar Clinton di depan wartawan di rumahnya, Little Rock, Arkansas. Ketika ditanya oleh Diane Sawyer dari jaringan televisi ABC, apakah ia berniat menjatuhkan Saddam Hussein dari kursi kepresidenan, Clinton menjawab, ''Itu semua tergantung seluruh tindak tanduknya. Namun bukanlah tugas AS dan PBB untuk menggusur seseorang dari kursi kekuasan di negerinya,'' ujar Clinton. Meski demikian, ia tak menutup kemungkinan melakukan aksi militer, termasuk pengiriman tentara AS ke Irak. Pernyataan menteri luar negerinya, Warren Christopher, cukup tajam dan berhati-hat. Di depan Senat AS, wakil menteri luar negeri zaman presiden Jimmy Carter ini menjelaskan bahwa AS selama ini terlalu bersikap toleran terhadap kediktatoran di banyak negara. Ia mendukung pengadilan kriminal terhadap kebiadaban pemimpin Irak terhadap suku Kurdi. Christopher, tokoh yang akan membentuk warna politik luar negeri Amerika Serikat ini, mengaku mendukung kebijaksanaan Bush, terutama dalam ide pembentukan sebuah satuan militer di bawah komando PBB yang permanen. Sebab, katanya, ''Saya ingin meyakinkan rakyat Amerika, kami tak mau mengorbankan darah dan banyak biaya demi kepentingan negara lain, atau tanpa dukungan negara lain.'' YUGOSLAVIA Menanggulangi ancaman kematian 80 ribu jiwa akibat musim dingin di Bosnia, Bill Clinton mengakui itu sulit dilakukan. ''Banyak korban mati di negara lain juga sejak 10 atau 12 tahun silam,'' ujarnya kepada televisi ABC. Apabila perundingan damai menyelesaikan konflik di bekas Yugoslavia itu gagal, Clinton menawarkan upaya lain. ''Misalnya mengirim sejumlah besar pasukan militer ke kawasan Bosnia- Hercegovina, untuk menghentikan pembersihan etnis oleh orang-orang Serbia,'' ujarnya kepada harian The New York Times. Lain halnya dengan pendapat Christopher. Menteri luar negeri AS itu tak berani mengatakan secara jelas tindakan apa yang bisa dilakukan Amerika. Di depan Senat ia hanya mengatakan bahwa pemerintahan Clinton akan mengikuti tindakan yang diambil Eropa dan badan internasional untuk mengakhiri pembantaian di Bosnia. SOMALIA Untuk masalah yang satu ini, terdapat persamaan sikap yang ditunjukkan oleh Clinton dan Christopher. Keduanya sama-sama setuju kehadiran sekitar 18.000 pasukan marinir AS di Somalia diperpanjang waktunya. ''Satu hal yang sulit dilakukan, menarik mundur tentara Amerika di Somalia sebelum 20 Januari,'' kata Clinton. Soal 20 Januari itu, hari pelantikan dia dan pengunduran diri Bush, dulu disebut-sebut oleh Bush sebagai batas waktu tentara Amerika berada di Somalia. PALESTINA-ISRAEL Untuk masalah satu ini, dalam wawancara-wawancara menjelang pelantikannya, tak disinggung sama sekali oleh Clinton. Christopherlah yang menjawab pertanyaan dari seorang wartawan. Katanya, dalam hal Konperensi Perdamaian Timur Tengah, ''AS akan tetap memelihara hubungan persahabatan dengan Israel.'' Lalu bagaimana dengan Palestina? Tak ada jawaban. Padahal, sejak pengusiran 400-an warga Palestian bulan lalu, delegasi Palestian sudah tegas mengundurkan diri dari konperensi, sampai mereka yang diusir boleh kembali. Akankah proses damai yang dirintis oleh Presiden Bush dan Menteri Luar Negeri James Baker ini, yang merupakan salah satu perubahan penting di Timur Tengah, akan berantakan? Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini