TAMPAKNYA serangan udara belum akan menyelesaikan masalah. Memang, pesawat-pesawat AS bisa melumpuhkan artileri milisi Serbia dalam setengah hari hanya sampai waktu makan siang seperti diramalkan oleh Kapten Charles Moore dari Kapal Induk Theodore Roosevelt, yang kini berada di Laut Adriatik. Tapi ada kemungkinan juga serangan udara akan berkembang menjadi sebuah perang udara yang cukup seru. Kuncinya, angkatan udara Republik Serbia melibatkan diri ataukah tidak. Tanpa bantuan Republik Serbia, sejauh yang bisa dimonitor oleh intelijen Barat, milisi Serbia praktis tak punya daya untuk menangkis serangan udara Amerika. Milisi ini diduga memiliki 600 sampai 1.000 mortir dan meriam darat ke darat yang ampuh untuk serangan darat, tapi semua itu tak ada gunanya untuk menghadapi serangan pesawat-pesawat pembom. Menurut pihak Barat, milisi Serbia memang punya juga rudal darat ke udara jenis SA buatan Soviet. Hanya saja jumlahnya tak memadai sama sekali kurang dari sepuluh dan itu pun hanya dikonsentrasikan di satu daerah (di Kota Banja Luka, di bagian utara Bosnia). Lalu ada sejumlah meriam antiserangan udara konvensional, tapi apalah artinya itu dibandingkan dengan skuadron pesawat pembom modern AS, yang bom-bomnya begitu pintar menghindar dari cegatan peluru meriam biasa. Tapi serangan udara itu memang mesti dilakukan secara mendadak, agar milisi Serbia tak sempat memindahkan persenjataan artilerinya. Soalnya, jenis artileri milisi Serbia adalah artileri ringan yang sangat mudah dipindah-pindahkan. Dengan cepat, persenjataan ini bisa disembunyikan di gereja atau sekolah, bangunan yang mestinya tak akan menjadi sasaran bom- bom Amerika. Yang berbahaya tentu saja bila angkatan bersenjata Serbia melibatkan diri. Seperti diketahui, persenjataan Republik Federasi Yugoslavia hampir seluruhnya diwarisi oleh Serbia. Antara lain, sekitar 600 meriam serta 200 roket antiserangan udara buatan Uni Soviet, AS, dan Jerman, lalu sekitar 25 helikopter serta 25 pesawat tempur jenis MiG 21, MiG 23, dan MiG 29. Konon pesawat-pesawat itu pun dilengkapi dengan rudal udara ke udara. Kekuatan ini memungkinkan Serbia menahan serangan udara AS dan, kalau ada, sekutunya. Bila itu terjadi, target AS membungkam milisi Serbia dengan cepat tak akan tercapai. Padahal faktor waktu penting dalam serangan ini. Besar sekali kemungkinan bahwa tak cepatnya milisi Serbia lumpuh membuat mereka marah dan membalas dengan membabi buta. Dan balasan itu tentu bukan terarah pada pesawat AS di langit, tapi pada etnis Bosnia dan pasukan perdamaian PBB di darat. Bila itu terjadi, serangan balasan dari pihak milisi Serbia dan pasukan Serbia akan berjalan dengan mudah dan penuh kemenangan. Soalnya, meskipun jumlah personelnya lebih besar sekitar 120.000 tentara pihak Bosnia amat miskin dalam segi persenjataan. Kabar terakhir, mereka tinggal memiliki kurang dari sepuluh tank dan sejumlah kecil artileri. Dan pasukan perdamaian PBB, karena hanya ditugasi mengawal bantuan kemanusiaan, untuk bertahan dari serangan pun persenjataannya tak memadai. Padahal, warisan persenjataan untuk perang darat dari Yugoslavia yang dimiliki Republik Serbia cukup besar: 250.000 ton amunisi dan 300 tank buatan eks-Soviet. Dan jangan lupa, Republik Serbia menyimpan sedikitnya 35.000 pasukan khusus yang terlatih kemampuan dan daya tempurnya. Apalagi, dengan alam Balkan yang berbukit-bukit, pasukan Serbia memiliki benteng alami yang membuat mereka terhindar dari intaian pesawat Amerika di udara. Jadi? Jika serangan udara gagal, tampaknya pendaratan pasukan tak bisa dihindarkan bila Serbia tak juga mau berdamai. Atau Amerika akan juga mengebom Beograd sebagai peringatan agar jangan melibatkan diri? Bila itu dilakukan, bisa dipastikan Presiden Clinton akan menghadapi protes keras dunia internasional, yang hanya akan menguntungkan pihak Serbia. LPS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini