BERSIAPLAH berperang jika hendak mempertahankan perdamaian. Yargon kuno itu tampaknya kini dipakai Presiden Clinton untuk melihat perang di Bosnia. Kini, menurut analisa di Washington Post, Clinton percaya begitu etnis Bosnia memiliki senjata sekuat yang dimiliki oleh milisi Serbia, kedua pihak akan dengan sendirinya berupaya mengadakan perdamaian. Itu soalnya, bila pun pekan ini atau pekan depan pesawat- pesawat AS mengebomi lokasi-lokasi artileri milisi Serbia, tak lagi bertujuan menghentikan pembantaian etnis. Tapi sekadar membuka peluang untuk mengirimkan persenjataan untuk etnis Bosnia. Begitu persenjatan Bosnia seimbang dengan Serbia, kata analisa di surat kabar tersebut, Clinton akan menarik diri dari Bosnia. Soalnya, setelah sepekan Menteri Luar Negeri AS Warren Christhoper melobi para pemimpin Eropa Barat dan Rusia, AS merasa tak punya pendukung untuk melaksanakan aksi militernya untuk melumpuhkan artileri Serbia. Bahkan, kabarnya, Inggris dan Perancis siap mendukung rencana AS asal Amerika menerjunkan pasukan daratnya untuk melindungi tentara PBB di Bosnia, yang sebagian besar memang tentara Inggris dan Perancis. ''Jika Amerika memang mau menolong, mereka juga harus terlibat di darat, tidak hanya di ketinggian 10.000 meter,'' kata seorang pejabat senior Perancis. Tapi itulah suatu aksi militer yang sejak awal tak ada dalam agenda Clinton. Dan yang mungkin lebih diperhitungkan oleh Clinton, di dalam negeri AS sendiri keterlibatan AS itu dipersoalkan oleh sebagian orang Amerika. Suara terbanyak yang mendukung aksi militer AS di Bosnia yang diperoleh oleh sebuah pengumpulan pendapat hanya lebih sedikit dari 60%. Pol yang lain, untuk pertanyaan yang sama, hanya menunjukkan angka sekitar 45% tertinggi. Umumnya orang Amerika khawatir, keterlibatan AS akan mengulang Perang Vietnam: berkepanjangan dengan korban di pihak Amerika cukup besar. Padahal, bergerak sendiri tanpa dukungan sekutunya di Eropa, AS mungkin saja membungkam artileri Serbia, tapi memerlukan waktu yang panjang. Secara militer, tak ada kesulitan bagi AS menggempur pusat- pusat kekuatan artileri itu. Kapal induk Roosevelt, yang dilengkapi sekitar 50 pesawat tempur dan pengebom jenis A-18, A-6, dan F-14, kini sudah siaga di laut lepas sekitar 80 km dari pantai Yugoslavia. Kekuatan itu saja akan mampu melakukan 150 kali serangan singkat setiap harinya. Jika dibutuhkan, masih ada lagi skuadron pesawat tempur F-15 dari markas di Aviano, Italia, yang pengoperasiannya membutuhkan persetujuan pemerintah Italia. Maka, seandainya 250 pesawat Amerika yang disiagakan di Italia, Turki, dan Jerman, dalam waktu sepuluh hari ini melakukan aksinya di atas Bosnia, mestinya itu dalam rencana untuk mengebom guna membuka peluang mengirimkan bantuan senjata, dan sesudah itu lepas tangan. Soal pesawat AS itu sendiri adalah sinyalemen harian Inggris edisi Minggu itu, The Sunday Times. Para pejabat AS sendiri, sampai awal pekan ini, belum menanggapi benar tidaknya berita tersebut. Bagaimanapun, rencana Clinton terakhir itu, kalau memang benar begitu, lebih maju daripada rencana yang disiapkan oleh NATO, Pakta Pertahanan Atlantik Utara, yang antara lain beranggotakan beberapa negara Eropa Barat dan Turki, selain AS. Strategi yang disiapkan NATO sekadar untuk menghambat serangan Serbia, dan melindungi wilayah yang masih dikuasai oleh etnis Bosnia. Secara operasi militer, ini tak beda jauh dengan Operasi Pemulihan Harapan di Somalia oleh Amerika. NATO, menurut rencana itu, membutuhkan 60.000 tentara. Tahap pertama dari operasi ini adalah mengonsentrasikan kekuatan militer di kota pelabuhan Split di wilayah Kroasia. Sumber militer menyebutkan, unit amfibi Saipan AS, dengan kekuatan 2.200 marinir yang bermarkas di pantai barat Mediterania, telah disiapkan untuk gerakan tahap pertama ini. Unit pasukan amfibi ini segera akan mendapat dukungan pasukan lintas udara dari negara-negara sekutu lainnya. Pada saat yang bersamaan 3.000 pasukan para AS akan masuk menguasai lapangan terbang di Sarajevo. Kabarnya, ada dua batalyon yang siap untuk tugas ini, yaitu Batalyon Lintas Udara yang bermarkas di Vicenza, Italia, atau Batalyon Pasukan Khusus yang bermarkas di Bad Tolz, Jerman. Tahap berikutnya berupa pendaratan 12.000 pasukan infanteri AS dari markas Bad Kreuznach, Jerman. Pasukan yang dilengkapi dengan artileri ringan ini bisa diangkut dengan kereta api atau melalui laut lewat perlabuhan Bremerhaven di Jerman ke pelabuhan Split yang sudah disiapkan menjadi basis operasi. Akhirnya adalah pasukan yang lebih besar akan bergerak untuk mengerjakan proyek-proyek sipil, seperti pembangunan jalan, jembatan, dan pembangkit tenaga listrik, perbaikan jaringan telepon, pendirian rumah sakit darurat. Pasukan ini akan bergerak bersama pasukan yang akan melindungi kantong-kantong wilayah yag masih dihuni etnis Bosnia. Setelah tugas selesai, pasukan ditarik secara bertahap. Sejauh ini Clinton menolak mengambil bagian dalam rencana NATO itu. Aksi militer ini, katanya, tak akan membuat artileri Serbia berhenti menyalak. Selain itu, karena sifatnya adalah pasukan penjaga perdamaian, yang menurut aturan tak akan dipersenjatai sebagaimana layaknya pasukan tempur, pasukan ini mudah menjadi bulan-bulanan aksi tembak-lari milisi Serbia. Yang paling diragukan, tak adanya jaminan Serbia akan berhenti melakukan pembersihan etnis setelah pasukan penjaga perdamaian ini ditarik dari wilayah Balkan. Ada tanda-tanda bahwa Clinton akan melaksanakan rencana terakhirnya itu: mepersenjatai etnis Bosnia. Kabarnya, Washington sudah mengangkat diri menjadi makelar pembelian senjata untuk Bosnia. Pemerintah Arab Saudi sudah disebut-sebut siap melepas dana US$ 100 juta untuk rencana ini. Dan agar persenjataan yang dikirimkan tak menyulitkan orang- orang Bosnia, dipilih senjata-senjata eks-Uni Soviet. Alasannya mudah saja, orang-orang di wilayah Balkan sudah terbiasa dengan peralatan itu. Sumber senjata bisa langsung dari Rusia atau negara-negara Eropa Timur, yang belakangan ini melakukan penjualan senjata dengan harga miring. Pejabat di Gedung Putih, kabarnya, sudah menyebut-nyebut Hungaria, Polandia, dan Slovakia sebagai tempat belanja senjata untuk Bosnia ini. Bahkan disebut- sebut juga Mesir, yang banyak menyimpan senjata buatan Soviet. Juga sudah dirinci senjata macam apa yang akan dibeli. Tampaknya, lebih ditekankan persenjataan untuk perang gerilya, yakni berbagai jenis mortir dan senapan otomatis berikut amunisinya. Untuk melumpuhkan tank-tank Serbia, etnis Bosnia tak akan dikirimi tank juga, melainkan rudal antitank, umpamanya rudal jenis Sagger buatan Soviet. Cara pengiriman pun kabarnya sudah dibuat, yakni senjata- senjata akan dikumpulkan di pelabuhan Kroasia, antara lain Split dan Dubrovnik. Dari kota pelabuhan itu senjata aka dibawa melalui darat. Itu jalan pertama. Jalan kedua, senjata dibawa lewat udara, didaratkan di bandara. Ini hanya mungkin dilakukan untuk kawasan Sarajevo dan Tuzla, yang memiliki landasan udara. Dan ini baru bisa dilakukan setelah landasan udara dan sekitarnya diamankan oleh pasukan tempur. Dan ketiga, untuk wilayah yang terkepung dan tak memiliki landasan udara, senjata akan dikirimkan lewat paket-paket yang dijatuhkan dari pesawat. Yang ini memang agak riskan, bisa-bisa paket itu jatuh ke tangan milisi Serbia. Tapi mengingat pengalaman pasukan PBB tempo hari, yang mengedrop bantuan kemanusiaan lewat udara, jalan ketiga itu pun dinilai masih bisa ditempuh. Satu-satunya hambatan dilaksanakannya rencana Clinton ini, persetujuan dari Dewan Keamanan PBB tampaknya akan sulit diperoleh. Telah lama pihak PBB dan beberapa negara Eropa Barat mencoret rencana ini. Menurut mereka, itu hanya akan mengobarkan semangat tempur kedua pihak. Dan sebagai negara pemegang hak veto, Perancis, Rusia, dan Inggris tampaknya akan menolak pencabutan embargo senjata bagi etnis Bosnia. Ada yang bilang, Presiden Clinton akan memperjuangkan rencananya ini dengan menanyakan, adakah rencana lain yang lebih kecil risikonya, dan bisa menghentikan agresivitas milisi Serbia. Sejauh ini tak seorang pun berani menjamin bahwa rencana- rencana yang sudah disiapkan akan membuat milisi Serbia menghentikan serangannya terhadap etnis Bosnia. Termasuk rencana Dewan Keamanan PBB pun, yang belakangan ini mengumumkan adanya enam wilayan aman karea dilindungi oleh pasukan perdamaian PBB. Tapi DK-PBB sendiri, kabarnya, tak bisa memastikan apakah wilayah tersebut bakal benar-benar aman dari serangan milisi Serbia. Nah, bila tak ada tindakan yang menjamin bisa menurunkan agresivitas milisi Serbia, apakah mempersenjatai etnis Bosnia bukan merupakan satu-satunya cara terbaik dari sejumlah cara yang buruk? Soalnya, ini membuat etnis yang selama 13 bulan tak berdaya menghadapi pembersihan etnis yang dilakukan oleh etnis Serbia hanya karena kalah persenjataan, lalu bisa membela diri. Yang tampaknya akan segera berubah sikap adalah Rusia. Adanya rencana pembelian senjata bikinan eks-Soviet tentulah akan langsung didukung oleh Boris Yeltsin, yang memerlukan dana untuk reformasi ekonominya. Malah mungkin Yeltsin akan memberikan harga istimewa. Juga negara-negara Eropa Timur akan segera mendukung rencana Clinton itu. Rencana ini pun akan mengurangi bahaya disepasukan perdamaian PBB, karena etnis Bosnia, dengan asumsi bantuan senjata sudah di tangan mereka, bisa melawan sendiri milisi Serbia. Dan bisa jadi teori Clinton benar, begitu kekuatan mereka seimbang, yang mereka pikirkan bukanlah berperang lagi, melainkan berdamai. Tapi, inilah yang bisa diragukan mereka yang tak mendukung rencana Clinton: kapan persenjataan kedua pihak dianggap seimbang. Intelijen Barat, konon, memang sudah memantau persenjataan milisi Serbia. Di perbatasan Republik Serbia dan Bosnia, atas perintah Perdana Menteri Slobodan Milosevic sendiri, sudah dilakukan penjagaan, dan truk yang mengangkut senjata dilarang lewat. Masalahnya, bisa saja milisi Serbia merasa terancam dengan datangnya bantuan senjata buat Bosnia, lalu mencari akal mendatangkan bantuan dari republik Serbia. Dan kalau benar para jenderal di Beograd penganut garis keras, mudah saja senjata akan mengalir untuk milisi Serbia. Ketika itu, perang pun akan menjadi tanpa ujung. Untuk kemungkinan itu Washington belum menjawabnya. Yang jelas, sejauh ini tampaknya tak mungkin lagi Clinton menarik diri untuk tak sama sekali melakukan sesuatu di Bosnia. Sejauh pengamatan para analis di Washington Post, ada kemungkinan Clinton akan nekat dengan rencana terakhirnya ini. Alasannya, itulah biaya termurah dari semua rencana selama ini. Soalnya, itu tadi, sejauh ini memang belum ada rencana yang bisa disetujui kompak oleh banyak negara. Masalah di Bosnia itu memang sulit, karena mereka yang berperang pada mulanya bersatu di bawah Republik Federasi Yugoslavia. Lalu ada kekhawatiran setiap aksi militer akan membahayakan sekitar 9.000 pasukan perdamaian PBB yang sudah berada di sana. Tapi jelas Bosnia tak bisa dibiarkan begitu saja. Di situ dipertaruhkan prinsip-prinsip yang mestinya diacuhkan oleh dunia internasional. Bisakah dibenarkan dan tanpa memperoleh sanksi apa pun suatu kelompok etnis membantai etnis yang lain yang tak berdaya untuk membela diri karena tak memiliki senjata yang memadai? Bisakah dibenarkan suatu teror terhadap kaum wanita yang dikumpulkan dan kemudian diperkosa secara masal? Tidak perlu kah mereka yang bertanggung jawab atas itu semua diadili sebagai penjahat perang? Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini