Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Boleh terbit tanpa tunku ?

3 surat kabar malaysia: the star, sin chew jit poh & watan, yang dibreidel 5 bulan lalu diijinkan terbit lagi dengan "pembersihan" bagi orang-orang yang tak sejalan & sepenanggungan dalam surat kabar itu.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BEGITU banyak larangan dalam UU Percetakan dan Publikasi, sehingga pembaca tak akan bisa lagi menerima pesan dari saya sejujurnya, seperti sebelumnya." Nada tulisan yang tak menggembirakan itu muncul di harian The Star, Kuala Lumpur, edisi Sabtu pekan lalu. Nada itu menjadi menarik karena penulisnya adalah bekas PM Tunku Abdul Rahman, dan itulah terbitan perdana surat kabar yang dibredel pemerintah Malaysia Oktober tahun lalu. Bersama The Star, dua koran yang 5 bulan lalu ikut ditutup dibolehkan terbit juga: harian berbahasa Cina Sin Chev Jit Poh (SCJP), dan harian berbahasa Melayu Watan. Kepada ketiga surat kabar tersebut tetap saja tak diberitahukan alasan resmi pembekuan 5 bulan lalu itu. Menurut salah seorang direksi The Star, pihaknya dianggap sebagai biang keladi perpecahan UMNO. "Benar atau tidak, Mahathir menganggap kami berperan dalam pembentukan 'Tim B' yang memisahkan diri dari UMNO," ujarnya. Pendapat serupa dikemukakan juga oleh harian SCJP, yang gara-gara dibekukan terancam bangkrut. "Berita kami dinilai cenderung mengkritik kebijaksanaan pemerintah," ujar sebuah sumber. Agaknya, pendapat dari dalam itu beralasan juga. Para analis politik di Malaysia mengatakan bahwa pembredelan tiga surat kabar itu dimaksudkan untuk meredam kritik yang dilancarkan oleh sejumlah orang di kubu UMNO. Seperti diketahui, waktu itu memang muncul kritik terhadap kepemimpinan Mahathir dari orang-orang di dalam partainya sendiri, UMNO. Maka, bisa dimengerti bila Mahathir menginginkan pembersihan bagi "orang-orang yang tak sejalan dan sepenanggungan" dalam surat kabar yang diizinkannya terbit kembali itu. Deputi Mendagri Megat Junid kepada TEMPO mengatakan, secara resmi pemerintah tak minta syarat apa pun kepada ketlga koran tersebut. Mungkin syarat resmi memang tak diperlukan. Tapi sudah jadi rahasia umum di Malaysia, sewaktu pembekuan masih berlangsung - ketika Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur belum menyatakan UMNO tidak sah - UMNO telah berusaha membeli saham The Star. Setelah melalui perundingan cukup alot hingga awal Januari, akhirnya UMNO - melalui Menteri Keuangan Daim Zainuddin - berhasil membeli sekitar 35% saham. Dan tak cuma keuntungan yang berpindah tangan. Sebab, beberapa staf editor dan wartawan yang dinilai agresif dan inovatif di harian beroplah 200.000 itu pindah ke media lain beberapa bulan lalu. Bahkan kini muncul kabar bahwa Tunku Abdul Rahman, yang memiliki 36.253 lembar saham dalam The Star, kemungkinan besar akan digeser. Tulisan Tunku di nomor perdana tampaknya mengisyaratkan itu. Tunku bukan hanya pemilik saham. Ia juga penulis kolom As I See It yang kontroversial, dan pelindung surat kabar ini. Sebuah sumber di koran itu membenarkan bahwa bekas PM Malaysia yang pernah memenjarakan Mahathir itu telah melepaskan jabatannya sebagai pelindung. Akan halnya harian berbahasa Melayu Watan, yang akan terbit pekan depan, harian ini pun rupanya cukup "tahu diri". Menurut beberapa pengamat, koran beroplah 70.000 itu bisa terbit karena tersingkirnya 5 orang penting yang sering menurunkan tulisan yang "dijadikan bahan adu mulut antara UMNO dan PAS, serta cenderung mengadu domba orang-orang UMNO sendiri." Hishamuddin Yaacob, pemilik Watan yang kini menjadi pemimpin redaksinya, membantah. Penggantian itu untuk lebih mendekatkan surat kabarnya ke masyarakat, katanya. Sementara itu, SCJP, yang 15% stafnya sudah kabur, mengalami kesulitan keuangan sejak dibekukan. Sebuah sumber menjelaskan bahwa pengusaha kayu dari Serawak bernama Tiong Hiew King kini tengah bertarung dengan harian Cina propemerintah Malaysia, Nanyang Siang Pau, untuk membeli SCJP yang beroplah 110 ribu eksemplar. Bila ternyata Nanyang yang menang, lengkap sudah keberhasilan pemerintah "mengendalikan" ketiga koran yang suka mengkritik itu. D.P (Jakarta), Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus