MAU main gertak malah mengkeret sendiri, itulah yang dialami Arab Saudi kali ini. Para penguasa negara minyak terkaya di dunia itu, yang baru dua pekan lalu membeli peluru kendali jarak menengah dari RRC, kini waswas menghadapi ancaman Israel. Pasalnya, negeri Yahudi itu berang, lantaran peluru kendali bikinan Cina yang dibeli Saudi itu berdaya jangkau 3.600 km, bisa mencapai seluruh wilayah Israel. Dan selama ini Israel merasa "punya reputasi menghancurkan sebuah bahaya potensial sebelum menjadi bahaya yang sesungguhnya," kata Yosi Ben Aharon, pembantu dekat Perdana Menteri Israel Yitzhak Shamir, Minggu siang pekan lalu. Adakah Israel benar-benar akan menghancurkan rudal Arab Saudi itu sebelum dipakai? Yang jelas, kini Arab Saudi kehilangan nyali, karena angkatan udara Israel jelas tak tertandingi oleh negara Arab mana pun. Dalam Perang 1967, misalnya, pesawat-pesawat Israel mampu melumpuhkan hampir semua pesawat terbang tempur Mesir dalam beberapa jam saja. Dan pada 1981 Israel bisa menghancurkan reaktor nuklir Arab Saudi mengontak pemerintah AS untuk meredakan amarah Israel. Untung, Asisten Menteri Luar Negeri AS Richard Murphy cepat bereaksi. Minggu malam, setelah terdengar komentar Yosi Ben Aharon, dia langsung memanggil Moshe Arad, duta besar Israel di Washington. Sesuai dengan pesan dari Saudi, Murphy menjelaskan bahwa pembelian peluru kendali itu sama sekali tak dimaksudkan untuk menghadapi Israel, melainkan untuk menggertak Iran - yang makin rajin menghadiahi Irak dengan peluru kendali dalam Perang Teluk. Memang. Dua tahun belakangan ini hubungan antara Riyadh dan Teheran makin memburuk. Bahkan belakangan penguasa Iran sering mengancam Saudi agar menghentikan bantuannya kepada Irak. Jadi, tak mustahil, demikian perkiraan para pimpinan Saudi suatu saat Iran akan meluncurkan peluru kendali ke Negeri Unta ini. Lucunya, Israel lalu seperti melontarkan teka-teki. Senin, esok harinya, secara resmi Israel membantah bahwa Aharon melontarkan ancaman. Eh, tiba-tiba, Selasanya, radio Israel mengudarakan wawancara dengan Aharon. Isinya, ya soal rudal Saudi, dan reputasi Israel yang lebih suka menggebuk dulu daripada digebuk. Tak jelas arah sikap ini, bisa jadi tingkah Israel juga untuk menggertak RRC. Apa pun maksudnya, itu membuat Presiden Reagan ikut buka suara. Kata Reagan Jumat pekan lalu di Gedung Putih, "Saya harap mereka (Israel) tak punya maksud melaksanakan ancaman itu." Padahal, ketika PM Israel Shamir menyatakan kecemasannya tentang rudal Saudi kepada Menlu AS George Shultz dalam kunjungannya ke Washington dua pekan lalu, Reagan tenang-tenang saja. Kecemasan Israel, konon, didasarkan atas laporan bahwa peluru kendali jenis CSS2 buatan Cina itu bisa diisi dengan bom kimia. Bila ini benar, maka 4,3 juta penduduk Israel, yang mendiami wilayah sekitar 20,3 km2, memang gampang digebuk. Tapi para ahli strategi militer AS menganggap kecemasan Israel omong kosong belaka. Fred C. Ikle, bekas pimpinan lembaga perencanaan pertahanan pemerintah AS menganggap bahwa peluru kendali RRC tak mungkin bisa menghancurkan sasaran karena suka melenceng. Adalah lebih berbahaya peluru-peluru kendali jarak dekat milik Mesir, Syria, dan Iran, yang kebanyakan buatan Rusia dari jenis Scud dan Frog, kata Ikle pula. Sebab, kedua Jenis peluru kendali itu punya akurasi tinggi, dan jelas-jelas bisa menjangkau kota-kota di Israel, atau sasaran di udara. Sampai di sini, sebenarnya tak jelas benar negeri yang harus cemas. Jangan-jangan malah Arab Saudi sendiri. Bukan karena ancaman Israel, tapi karena ketahuan sudah mutu rudal Cina tak seperti diharapkan. Bila begitu, ini namanya gertak makan tuan. Prg.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini