Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif Matthew Offord mengatakan Boris Johnson akan menarik Inggris keluar dari perjanjian nuklir Iran 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Boris Johnson menjadi perdana menteri Inggris setelah mengalahkan Menlu Jeremy Hunt, dengan margin 66 persen berbanding 34 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari Arutz Sheva, dalam wawancara dengan i24NEWS, Offord mengatakan Inggris tidak ingin berperang dengan Iran, terkait penyitaan kapal tanker.
Namun, Offord menambahkan, Inggris akan tegas terhadap Iran dan yakin Johnson akan membuat Inggris keluar dari perjanjian nuklir mengikuti putusan Trump.
"Kita sekarang harus menghadapi bahwa perjanjian nuklir itu sudah mati," kata Offord kepada i24NEWS.
Offord menyarankan bahwa negosiasi ulang kesepakatan nuklir baru mungkin merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan situasi saat ini tanpa mengalihkan ke konfrontasi langsung.
Kesepakatan baru bisa menjadi jalan ke depan dengan melihat apa yang bisa kami berikan kepada rezim Iran tanpa membuatnya kehilangan muka, tetapi memastikan meredam tindakan mereka, kata Offord.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, mengucapkan selamat kepada Boris Johnson pada Selasa, seperti dikutip dari New York Times.
Namun Zarif menegaskan Iran tidak akan diam jika diserang.
"Iran tidak mencari konfrontasi," tulis Zarif di Twitter. “Tapi kami memiliki 1.500 mil dari garis pantai Teluk Persia. Ini adalah perairan kami & kami akan melindunginya."
Boris Johnson menjabat perdana menteri saat ketegangan antara Inggris dan Iran memanas, sebagai lanjutan dari keputusan Presiden Trump tahun lalu untuk menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjian nuklir 2015 dengan kekuatan dunia dan Iran.