Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, merilis sebuah video pada Sabtu, 30 November 2024, yang menampilkan seorang sandera Israel berkewarganegaraan Amerika Serikat di Jalur Gaza yang berpidato kepada Presiden AS terpilih Donald Trump, Anadolu melaporkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kepada Presiden Trump, saya adalah warga negara Amerika-Israel yang saat ini ditawan di Jalur Gaza. Sebagai orang Amerika, saya selalu percaya pada kekuatan Amerika Serikat, dan sekarang saya menyampaikan pesan saya," kata Eden Alexander dalam video tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tolong gunakan pengaruh Anda dan kekuatan penuh Amerika Serikat untuk bernegosiasi demi kebebasan kami. Setiap hari di sini terasa seperti selamanya, dan rasa sakit di dalam diri kami bertambah dari hari ke hari. Tolong jangan membuat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan Joe Biden," katanya. "Senjata yang ia kirimkan kini membunuh kami, dan pengepungan yang melanggar hukum kini membuat kami kelaparan. Saya tidak ingin berakhir dengan kematian."
Dalam sebuah pesan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Alexander mengatakan: "Saya mendengar bahwa Anda akan memberikan $5 juta kepada siapa pun yang membawa kami kembali dalam keadaan hidup."
Dia menambahkan: "Seorang perdana menteri seharusnya melindungi warga negara dan tentaranya, tetapi Anda telah mengabaikan kami."
Reuters melaporkan, Yael Alexander, ibu dari sandera Edan Alexander, mengatakan bahwa ia terguncang oleh video berdurasi 3,5 menit tersebut.
Video tersebut "memberi kami harapan, tetapi juga menunjukkan betapa sulitnya bagi Edan dan para sandera lainnya, dan betapa mereka menangis dan berdoa agar kami dapat menyelamatkan mereka," kata ibunya dalam sebuah rapat umum di Tel Aviv yang menyerukan pembebasan para sandera.
"Anakku, Edan, kami sangat merindukanmu," katanya sebelum ia meminta para pemimpin Israel untuk mengakhiri perang di Gaza dan membuat kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan para sandera.
Netanyahu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa video tersebut merupakan perang psikologis yang kejam dan bahwa ia telah mengatakan kepada keluarga Alexander dalam sebuah panggilan telepon bahwa Israel bekerja tanpa lelah untuk membawa pulang para sandera. Tim transisi Trump tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.
Alexander, yang pada saat penculikannya adalah seorang tentara, dibawa ke Gaza selama serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas ke Israel selatan.
Sekitar setengah dari 101 sandera Israel dan asing yang masih ditahan tanpa komunikasi di Gaza diyakini masih hidup.
Para pemimpin Hamas diperkirakan akan tiba di Kairo pada Sabtu untuk melakukan pembicaraan gencatan senjata dengan para pejabat Mesir guna mencari cara untuk mencapai kesepakatan yang dapat menjamin pembebasan para sandera dengan imbalan para tahanan Palestina.
Tawaran baru ini muncul setelah Washington mengatakan minggu ini bahwa mereka menghidupkan kembali upaya-upaya untuk mencapai tujuan tersebut.
Pemerintahan Biden, yang akan menjabat hingga pelantikan Trump pada 20 Januari, mengatakan bahwa mereka bekerja "sepanjang waktu" untuk mengamankan pembebasan warga negara AS yang disandera Hamas.
"Kami memiliki kesempatan penting untuk mencapai kesepakatan membebaskan para sandera, menghentikan perang, dan meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza," ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Sean Savett. "Kesepakatan ini ada di atas meja sekarang."
Forum Keluarga Sandera mendesak pemerintahan Presiden Joe Biden dan Trump untuk meningkatkan upaya pembebasan sandera.
"Nyawa para sandera tergantung pada seutas benang," katanya.
Tel Aviv, yang menahan lebih dari 10.000 warga Palestina di penjara-penjaranya. Diperkirakan ada 101 tawanan Israel di Gaza. Hamas mengumumkan bahwa puluhan tawanan tersebut terbunuh dalam serangan udara Israel secara acak.
Pihak oposisi Israel dan keluarga para tawanan menuduh Netanyahu menolak untuk mengakhiri perang dan menarik diri dari Gaza karena takut pemerintahan koalisinya akan runtuh, di tengah ancaman para menteri ekstremis untuk menarik diri dari koalisi yang berkuasa.
Namun, Hamas mengatakan bahwa konflik hanya akan berakhir jika Israel menghentikan kampanye militernya di daerah kantong yang diblokade, yang telah menewaskan hampir 44.400 korban sejak Oktober 2023.
Genosida di Gaza yang memasuki tahun kedua telah menuai kecaman internasional, dengan para pejabat dan lembaga-lembaga yang mencap serangan dan pemblokiran pengiriman bantuan sebagai upaya yang disengaja untuk menghancurkan sebuah populasi.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada 21 November untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang mematikan di Gaza.
Pilihan Editor: Gencatan Senjata Lebanon: Bagaimana Prospek Poros Perlawanan?