NOBEL Sastra itu jatuh pada Joseph Alexandrovich Brodsky, 47 tahun, penyair Rusia, salah satu pemenang termuda dan termasuk yang paling indah puisinya. Dalam penilaian Akademi Sastra Swedia, Brodsky terpilih karena, "Menghasilkan karya-karya dengan penguasaan bahasa yang piawai, kejernihan pikiran, dan kemampuan berpuisi yang intensif." Kemenangan Brodsky yang biasa menulis dalam bahasa Inggris dan Rusia ini, tak mengejutkan kalangan sastra Barat. Mereka sudah mengenal dia sejak usia muda, ketika pada tahun 1964 Brodsky dituduh sebagai "parasit masyarakat" dan karena itu dijebloskan pemerintah Soviet ke kamp kerja paksa selama 18 bulan. Kumpulan puisinya yang pertama -- dalam terjemahan bahasa Inggris -- terbit 1973. Setelah itu menyusul A Part of Speech, kumpulan puisi periode 1965-1978. Buku eseinya, Less Than One yang terbit 1982, tahun lalu memenangkan hadiah Kritik Buku Nasional AS. Kumpulan puisinya berjudul Sejarah Abad XX dipuji para ahli karena "memperlihatkan keunggulannya dalam penggunaan ungkapan bahasa Inggris". Kendati tergolong pemenang muda, pada usia 47 tahun, Brodsky tampak 10 tahun lebih tua. Mungkin hukuman kerja paksa itu meruyak ke batinnya, di samping kesehatan fisik yang rapuh juga punya andil. Lagi pula, ia sudah dua kali menjalani operasi jantung "by-pass" -- terakhir musim semi berselang. Lahir 24 Mei 1940 dan tumbuh besar di Leningraad, Brodsky, anak tunggal keluarga menengah keturunan Yahudi ini, "jebol" sekolah pada usia 15 tahun. Jiwa bebasnya terlihat sejak kanak-kanak. "Saya mulai membenci Lenin bahkan sejak kelas satu SD. Bukan jijik karena filsafat atau praktek politiknya, tapi oleh citra penindasan yang dilakukannya. Mungin karena itu saya tak pernah menyukai sekolah resmi," Brodsky mengenang masa lalunya. Setelah itu ia mulai bekerja serabutan: buruh pabrik, tukang foto, pelaut, hingga asisten dokter bedah saraf. Waktu senggangnya digunakan untuk membaca karya-karya sastra. Brodsky mulai menulis puisi pada usia 20-an. Sesudah bebas dari kerja paksa, ia masih ditekan macam-macam: karyanya tidak boleh terbit, bepergian dilarang. Pada 1971 ia diberi kesempatan untuk beremigrasi ke Israel. Brodsky menolak. Akhirnya, ia dipaksa juga keluar -- diancam jiwanya dan pada tahun 1972 dikirim ke Wina. Ia terpaksa berpisah dari seorang anaknya, kedua orangtua, sejumlah kawan dekat, dan tanah air tercinta. Ini semua tak mudah bagi Brodsky. Dalam kekecewaannya ia menulis surat pada Leonid Brezhnev, orang pertama di Kremlin, ketika itu. "Leonid Ilyich YTH. Bahasa jauh lebih tua dan penting ketimbang negara. Saya merupakan bagian dari bahasa Rusia. Walaupun saya kehilangan kewarganegaraan Uni Soviet, saya tak akan berhenti menjadi penyair Rusia. Saya rasa saya akan kembali suatu saat kelak," tulis Brodsky ketika itu. Ia memilih tinggal di New York. Di sini Brodsky menghasilkan dan menerjemahkan karya-karya besarnya. Jenjang ketenaran juga diraihnya. Apa arti hadiah Nobel bagi Brodsky? "Menimbulkan optimisme (untuk proses liberalisasi di Uni Soviet). Saya juga berharap ada perbaikan dalam sastra Rusia. Saya harap orang tertarik membaca puisi Rusia, karena puisi Rusia abad ke-20 tak dikenal dan tak diterjemahkan dengan baik," ujar Brodsky. Kremlin pun menyambut kemenangan Brodsky. Gennadi Gerasimov, jubir deplu Soviet, berkomentar, "Walaupun selera panitia Nobel "agak aneh", hadiah itu tentunya akan menarik perhatian orang pada puisi abad ke-20 Rusia. Ini baik sekali." Majalah sastra Soviet, Novy Mir, malah akan menerbitkan sejumlah puisi Brodsky, Desember depan. F.S., Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini