Orang Cina melihat saham identik dengan keuntungan. Maka, orang berebut, sehingga penjualan saham diwarnai kerusuhan. APAKAH bursa saham hanya milik kapitalisme? Apakah itu tak bisa menjadi milik sosialisme juga? Itulah per~tanyaan retorik Deng Xiaoping, ketika meninjau Shenzhen, kota di Cina bagian timur yang dijadikan wilayah uji coba ekonomi pasar bebas. Ketika itu, awal tahun ini, Cina sudah mempunyai dua bursa saham, satu di Shanghai, yang lain di Shenzhen. Keduanya baru berdiri di akhir tahun 1990. Namun, masalahnya bukanlah komunisme atau kapitalisme. Masalahnya adalah, pasar saham masih merupakan barang baru di Cina, dan sampai pekan lalu dianggap sebagai jalan pendek mencari keun~tungan. Baru tahun lalu bursa saham Shen~zhen melakukan penjualan saham, dan dari harga jual 7.000 yuan, dalam waktu kurang dari setahun saham pertama itu kini nilainya menjadi 30.000 yuan. Karena itu, ketika Sabtu dua pekan lalu di Shenzhen dibuka penjualan lima juta saham baru dari 14 BUMN, peminatnya membludak. Di 300-an lokasi penjualan, ribuan orang antre berdesak-desakan. Hari pertama ditutup tanpa insiden berarti. Baru di hari kedua, hari terakhir, dorongmendorong tak terkontrol. Lalu, polisi, dengan dalih menjaga ketertiban, sebentar menyuruh para pengantre jongkok, sebentar berdiri. Hasilnya, makin kacau. Apalagi kemudian di~kabarkan polisi main tendang dan main pukul seenaknya. Pihak bursa saham mengu~mumkan, hari terakhir itu penjualan diper~panjang sampai dengan pukul sembilan malam. Toh, kerusuhan meledak setelah diumumkan saham habis. Massa menuduh, penjualan saham tak dilakukan secara benar. Orangorang yang marah itu lalu melempari bangunan di sekitar lokasi penjualan. Bahkan, kemudian mobil polisi pun menjadi sasaran. Terpaksa pasukan polisi turun tangan bersenjatakan gas air mata. Meski kemudian massa bubar, dua orang dika~barkan meninggal dan puluhan cedera. Esoknya kemarahan berlanjut, karena koran setempat, Shenzhen Special Zone Daily, memberitakan bahwa penjualan saham berjalan dengan tertib. Dan ketegangan itu meledak pada malam harinya. Sekitar 60.000 orang berdemonstrasi keliling kota. Mereka menuduh pemerintah daerah dan polisi Shenzhen korupsi. Berdasarkan perhitungan mereka, lima juta saham tak akan terjual secepat itu, kalau tak ada kecu~rangan. Untunglah, Dewan Kota Shenzhen turun tangan malam itu juga, sebelum tejadi bentrokan antara polisi dan massa. Diputuskan bahwa bursa saham Shenzhen esok siang akan menjual lagi 500.000 kupon seharga seribu yuan per lembar. Mungkin karena pengalaman pada hari Ahad dan Senin, penjualan di hari Selasa relatif berjalan tertib. Seperti sudah disinggung, orang Cina rupanya melihat saham identik dengan keuntungan. Nanti, bila harga saham jatuh, kerusuhan macam apa yang bakal meledak? DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini