AMERIKA Serikat bersusah payah mengajak sekutunya di Eropa Barat
supaya melaksanakan sanksi ekonomi terbatas terhadap Uni Soviet.
"Eropa (Barat) punya kepentingan berbeda dengan Amerika
Serikat," kata seorang pejabat Deplu di Bonn.
Justru 300.000 buruh Jerman Barat konon terhindar dari bahaya
pengangguran akibat meningkatnya hubungan dagang dengan Uni
Soviet. Program sanksi ekonomi terbatas AS antara lain menuntut
supaya dihentikan penjualan pipa baja untuk keperluan gas alam
Uni Soviet. Sebagai eksportir pipa baja, Jerman Barat setengah
hati mendukung seruan AS itu.
Kerugian menghantui juga negara Eropa Barat lainnya jika sanksi
itu dipatuhi. Hubungan dagang timbal balik antara industri
negara Barat dan pihak Pakta Warsawa telah mencapai US$ 90
milyar dalam 1980. Pada dekade sebelumnya cuma US$ 11 milyar.
Dan sebagian besar, US$ 77 milyar, adalah volume dagang antara
Eropa Barat dan Blok Timur saja.
Di antara sekutu Amerika hanya Inggris yang mendukung sepenuhnya
sanksi ekonomi terbatas terhadap Uni Soviet. Perdagangan Ingris
dengan Uni Soviet dan sekutunya memang tidak seberapa.
Faktor lain yang membuat Eropa Barat enggan menopang
kebijaksanaan sanksi ekonomi AS adalah soal sumber energi.
Boikot minyak Arab (1974) pernah memukul industri mereka.
Terpaksa dicari energi pengganti. "Kami membutuhkan gas," kata
Menlu Prancis Claude Cheysson.
Prancis melihat Uni Soviet sebagai penghasil gas alam terbesar
di dunia perusahaan Gaz de France milik pemerintah dilaporkan
telah menandatangani kontrak pembelian gas alam dari Uni Soviet
sebesar 7,8 milyar m3 per tahun-berlaku mulai 1984.
Juga Ruhrgas A.G., perusahaan gas alam terbesar di Jerman Barat,
dua hari menjelang kunjungan Presiden Leonid Brezhnev ke Bonn
bulan lalu, menandatangani kontrak jangka panjang dengan Uni
Soviet -- 25 tahun. Ruhrgas A.G. membutuhkan 10,5 milyar m3 per
tahun.
Negara Eropa Barat lainnya yang membutuhkan juga gas alam Soviet
adalah Italia, Belanda, Belgia, Austria, dan Swiss. Dulu dan
sampai sekarang, Eropa Barat menggantungkan diri dari sumber gas
alam di Laut Utara.
AS cemas sekali melihat Eropa Barat menggantungkan nasib pada
Uni Soviet. Alasannya: Pertahanan NAT0 akan lemah, dan Eropa
Barat akan mudah dipermainkan Uni Soviet dengan jalan menutup
pipa saluran gas alam. "Di masa lampau, Uni Soviet pernah
memakai ekspor energi sebagai alat politik, yaitu menghentikan
penyalurannya untuk Israel, Yugoslavia, dan RRC," kata Asisten
Menlu AS Robert Hormats.
AS menganjurkan Eropa Barat supaya lebih baik mengembangkan
tenaga nuklir, meningkatkan produksi gas alam di Norwegia,
maupun lewat pengiriman batubara dari AS. Tapi Eropa Barat
melihat jalan kelua itu agak naif. Kenapa? Penggunaan nuklir
sedang mendapat tentangan di mana-mana, dan Norwegia sangat
lamban dalam mengembangkan sumber gas alam, dan AS tidak punya
kapasitas cukup untuk mengapalkan batubara ke Eropa Barat. Maka
Eropa Barat cenderung mengabaikan kekhawatiran AS. "Uni Soviet
tidak mungkin memeras kami secara politik," kata Kariheinz Bund,
anggota Dewan Direktur Ruhrkole A.G., perusahaan tambang
batubara Jerman Barat. Agak naif? Seluruh Eropa Barat
membutuhkan 40 mib yar m3 gas alam Soviet per tahun.
Menurut seorang diplomat Barat, Uni Soviet tak mungkin main
ancam karena ketergantungannya pada mata uang asing untuk
membeli bahan makanan. Mata uang Soviet, rubbel, kurang laku
dalam transaksi perdagangan dunia. Dari penjualan gas alamnya
Uni Soviet diduga akan mengantungi devisa senilai US$ 7,5 milyar
setahun.
Di balik kontrak pembelian gas alatn Eropa Barat juga memetik
keuntungan dagang. Uni Soviet membutuhkan pipa baja untuk
penyaluran sepanjang 5.760 km. Belum terhitung pembelian
kompresor. Perusahaan Mannesmann dan Creusot-Loire, usaha
patungan Jerman Barat dan Prancis, telah memenangkan lelang
pemasangan stasiun kompresor sebesar US$ 2 milyar. Perusahaan
Nuovo Pignone dari Italia juga kebagian US$ 1 milyar untuk kerja
yang sama.
Perusahaan raksasa AS seperti General Electric dan Caterpillar
Tractor Co. sebetulnya juga bisa kebagian rezeki dari Uni
Soviet. Tapi realisasi kontraknya terhalang oleh sanksi ekonomi
terbatas itu. Yang untung malah Komatsu Ltd. dari Jepang. Konon
Komatsu telah menandatangani penjualan 500 traktor peletak pipa
dengan Uni Soviet. Di samping itu juga tengah dirundingkan
penjualan 400 mesin lainnya.
AS jelas jengkel melihat tingkah sekutunya. "Sikap itu memberi
kesan ketidakkompakan Barat," kata bekas Menlu AS Henry
Kissinger. Tak heran bila Uni Soviet tidak peduli sanksi ekonomi
terbatas yang disampaikan Presiden Ronald Reagan, 29 Desember.
Tapi, setelah kontrak bisnis Soviet ditandatangani, blok Barat
tampak bersatu lagi. Dalam pertemuan para menlu Barat di Palacio
Nacional de Congresos di Madrid, tindakan AS terhadap Uni Soviet
cukup mendapat dukungan suara. "Kesewenang-wenangan Soviet telah
membuat orang jengkel," kata seorang delegasi Kanada. "Marilah
kita berdiri di belakang (Menlu AS Alexander) Haig." Keadaan
Darurat di Polandia mendorong para menlu Barat bersatu.
Seruan itu cukup bergema. Pemerintah Jepang pekan lalu
memutuskan menjatuhkan sanksi terhadap Uni Soviet dan Polandia
akibat Keadaan Darurat di Polandia mulai 13 Desember. Konon
Jepang akan membatasi ekspor teknologi maju ke Uni Soviet, dan
meninjau kembali hubungan dagang. Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE)
juga mengikuti langkah serupa. Namun kontrak jangka panjang
dengan Uni Soviet belum terdengar akan dibatalkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini