KASUS Soesdarjanto dan spionase Uni Soviet di Indonesia
ternyata tetap menarik perhatian. Pers luar negeri sampai pekan
lalu masih terus rnenulis mengenai perkara ini, sembari
mengungkap berbagai hal yang belum sempat ditulis pers Indonesia
sendiri.
Dalam wawancaranya dengan kantor berita UPI pekan silam
misalnya, Pangkopkamtib Sudomo menjelaskan Letkol (AL) J.B.
Soesdarjanto hanya menerima sekitar Rp 250.000, setiap kali dia
menyerahkan suatu rahasia militer pada pihak Uni Soviet. Selama
5 tahun, Soesdarjanto dikabarkan hanya menerima sekitar Rp 2,5
juta untuk "jasa-jasa" yang dilakukannya pada pihak Rusia.
Rahasia militer terpenting yang diserahkan Soesdarjanto konon
berupa data teknis tentang konsentrasi kandungan mineral dan
garam serta sifat pantulan sonar di Selat Makasar. Peta
kepekatan kandungan garam ini penting sekali buat kapal selam
agar tidak bisa dideteksi bila lewat di perairan tersebut.
Kapal selam Rusia dikabarkan memang lebih suka lewat Selat
Makasar daripada Selat Malaka yang dianggap terlalu dangkal
hingga terpaksa harus muncul di permukaan. Dengan mempunyai peta
kepekatan kandungan garam ini, kapal selam bisa lewat di bawah
lapisan air laut yang disebut scattering layer hingga bisa lolos
dari deteksi peralatan sonar (Lihat Ilmu & Tenologi).
Yang rupanya masih belum jelas: mengapa Soesdarjanto bisa sampai
terlibat dalam kegiatan mata-mata untuk kepentingan Uni Soviet
ini? J.B. Soesdarjanto, 47 tahun, dikenal oleh lingkungannya
sebagai orang yang ringan langkah, gemar menolong dan pengunjung
gereja yang rajin dan taat. Dia betah tinggal di rumah dan tak
segan membantu istrinya di dapur (TEMPO, 2() lebruari 1982).
Pangkopkamtib Sudomo Senin lalu tampaknya juga masih ragu, apa
yang sebenarnya melibatkan Soesdarjanto: ideologi atau soal
uang. "Tapi kalau ideologi kelihatannya tipis," ujar
Pangkopkamtib seusai meresmikan pembukaan kursus Penataran
Inspektur Opstib di Aula Kopkamtib Senin pagi.
Bagaimana dengan motivasi karena mencari uang? Tampaknya juga
bukan. "Uang yang diterima cuma sekitar dua ratus atau tiga
ratus ribu rupiah. Kemungkinan ini juga kecil sekali," ujar
Sudomo. Dus motif yang jelas masih terus diteliti. Soesdarjanto
ternyata telah lima tahun "membantu" pihak Rusia dan
keterlibatannya baru terungkap akhir tahun lalu dalam
suatupengecekan sekuriti rutin.
Soal kemungkinan orang lain yang terlibat selain Letkol
Soedarjanto: "Itu juga sedang diteliti," kata Pangkopkamtib
sambil melempar senyum. Kasus Soesdarjanto ini menurut dia
sedang diproses. "Nanti kalau sudah siap akan diumumkan
hasilnya". Ia memberi ancar-ancar sidang Mahkamah Militer yang
akan mengadili Soesdarjanto mungkin akan- dilaksanakan tahun ini
juga. Sebuah sumber TEMPO bahkan menduga, dalam waktu dekat ini
Soesdarjanto akan disidangkan.
Setelah beberapa waktu ditahan di Inrehab (,untur, Jakarta
Pusat, kini Soesdarjanto dipindahkan ke Rumah Tahanan Militer
(RTM) Jalan Budi Utomo, di samping Lapangan Banteng. Sampai awal
pekan ini keluarganya belum diizinkan menengok namun bisa
mengirimkan pakaian dan makanan.
Senin lalu. Ny. Soesdarjanto datang membawa mete goreng
kesukaan suaminya. Selama dalam tahanan, berbeda dengan tahanan
lainnya, kabarnya Soesdarjanto setiap hari makan nasi padang
bungkus .
Berutang Budi
Tatkala masih ditahan di Guntur, Soesdarjanto pernah mengirim
surat -tanpa sampul--yang isinya minta dikirimi pakaian dan
minta didoakan anak dan istrinya. Esoknya Ny. Soesdarjanto
langsung mengirim piyama, sarung, pakaian dalam, sikat gigi dan
pasta gigi disertai sepucuk surat. Isinya keluarga selalu berdoa
untuknya.
"Bapak itu orangnya terbuka dan mudah merasa berutang budi pada
seseorang," kata Ny. Soes. Sebab itu kepada Finenko yang suka
memberinya uang antara Rp 50 sampai Rp 100 ribu "Bapak merasa
harus membalas kebaikannya". Pemberian uang yang terjadi tiap
tiga sampai enam bulan itu selalu dilaporkanSoesdarjantokepada
istrinya.
Ny. Socs sendiri tidak tahu persis apa motivasi tindakan
suaminya. "Barangkali hanya karena ia cepat merasa berutang budi
itulah," katanya Senin lalu lewat telepon. Motivasi ekonomi?
"Saya rasa tidak. Saya tidak pernah menuntut suatu kehidupan
yang berlebihan," kata Ny. Soesdarjanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini