Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Amerika Serikat mendakwa Nicolas Maduro dan 14 orang dekatnya dengan pasal perdagangan narkotik, terorisme, korupsi, dan pencucian uang.
Maduro mengancam bahwa Bolivarian akan menyapu habis Amerika dan sekutunya.
Amerika membandingkan nasib Maduro dengan Jenderal Manuel Noriega dari Panama.
PENGUMUMAN Gedung Putih tentang penanganan coronavirus disease 2019 (Covid-19) pada Rabu, 1 April lalu, justru dibuka dengan masalah Venezuela. Presiden Amerika Serikat Donald Trump, didampingi Menteri Pertahanan Mark Esper dan Kepala Staf Gabungan Mark Milley, menyatakan akan mengirimkan lebih banyak kapal perang dan pesawat tempur ke Karibia untuk mencegah kartel narkotik dan “tokoh korup” seperti Presiden Venezuela Nicolas Maduro memanfaatkan pandemi corona buat menyelundupkan narkotik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita tak boleh membiarkan kartel narkotik menggunakan pandemi untuk mengancam kehidupan rakyat Amerika,” kata Trump.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Amerika telah menjatuhkan sanksi ekonomi dan mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menekan pemerintah Maduro. Kejaksaan Miami sudah mendakwa Ketua Mahkamah Agung Venezuela Maikel Moreno dalam kasus pencucian uang senilai US$ 3 juta, hasil dari main perkara di negerinya, termasuk kasus yang melibatkan sebuah pabrik General Motors—perusahaan otomotif asal Amerika. Duit itu dihambur-hamburkan untuk membeli pesawat pribadi dan jam tangan mewah serta buat berbelanja di gerai Prada. Menteri Pertahanan Venezuela Jenderal Vladimir Padrino juga didakwa terlibat dalam penyelundupan narkotik pada Mei 2019. Tapi Maduro tetap duduk di takhta kepresidenan dengan dukungan militer negerinya serta negara lain, seperti Rusia, Cina, dan Kuba.
Terakhir, pada Kamis, 26 Maret lalu, jaksa federal Amerika mendakwa Maduro dan 14 orang dekatnya dengan pasal perdagangan narkotik, terorisme, korupsi, dan pencucian uang. Amerika menawarkan hadiah US$ 15 juta bagi siapa pun yang bisa memberikan informasi yang menuntun pada penangkapan Maduro.
Jaksa Agung Amerika William Barr mengatakan Maduro bekerja sama dengan kelompok gerilyawan Kolombia dalam perdagangan narkotik. “Rezim Maduro tenggelam dalam korupsi dan kejahatan,” ucap Barr. “Ketika rakyat Venezuela menderita, komplotan ini mengisi pundi-pundinya dengan uang narkotik dan melanjutkan korupsinya. Ini harus diakhiri.”
Kejaksaan menyatakan kejahatan mereka dapat dilacak sejak revolusi Hugo Chavez di Venezuela pada 1999 dengan wilayah kejahatan terentang hingga Suriah, Meksiko, Honduras, dan Iran. Barr memperkirakan komplotan itu menyelundupkan sekitar 250 ton kokain setiap tahun dari Amerika Latin.
Bukti-bukti untuk menjerat Maduro dikumpulkan dari penyelidikan selama beberapa tahun di Miami, New York, Houston, dan Washington. Hasil penyelidikan ini telah digunakan untuk menyeret sejumlah pejabat tinggi, personel militer, dan pengusaha Venezuela ke meja hijau dalam kasus perdagangan narkotik, suap, dan pencucian uang. Barr kini memprioritaskan penyelidikan di lingkaran dalam Maduro.
Maduro mengancam balik. Dia menyatakan akan melawan dengan segala cara bila Amerika dan Kolombia berani menyerang negaranya. “Jika suatu hari si imperialis dan oligarki Kolombia berani menyentuh bahkan sehelai rambut saja, mereka akan menghadapi kemarahan Bolivarian yang akan menyapu mereka semua,” katanya dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi Venezuela pada Kamis malam, 2 April lalu. Bolivarian adalah sebutan bagi pengikut Simon Bolivar, jenderal Venezuela yang membebaskan negeri itu dan sejumlah wilayah di Amerika Latin dari penjajahan Spanyol.
Kepala Kejaksaan Venezuela pun mengusut pemimpin oposisi Juan Guaidó dalam dugaan rencana kudeta bersama jenderal purnawirawan Cliver Alcalá. Dalam dakwaan, Alcalá disebut telah memasok senjata serbu untuk serangan lintas batas. Tanpa menunjukkan bukti, Maduro menuding Amerika berada di belakang rencana Alcalá untuk membunuh dia dan sejumlah orang.
Perseteruan Maduro yang dibekingi Rusia, Cina, dan Kuba dengan Guaidó yang didukung Amerika tampaknya tak akan berakhir dalam waktu dekat. Padahal, di akar rumput, dampak krisis politik itu makin dalam. Hiperinflasi dan kelangkaan pangan memicu sekitar 5 juta penduduk Venezuela meninggalkan kampung halamannya. “Dakwaan Amerika terhadap Maduro justru akan membuat posisi Guaidó makin berisiko dan mengabaikan penderitaan rakyat Venezuela,” ujar Ivan Briscoe, Direktur Program Amerika Latin dan Karibia di lembaga Crisis Group, kepada Associated Press.
Maduro sudah lama menuduh Amerika selalu mencari dalih untuk mengendalikan negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia itu. Kali ini dengan menyeretnya ke pengadilan. Tapi tak mudah untuk mengadili Maduro. Pemimpin negara asing yang masih berkuasa biasanya punya kekebalan dari dakwaan hukum Amerika ataupun internasional. Tapi Amerika termasuk 60 negara yang tak lagi menganggap Maduro sebagai kepala negara meskipun dia secara de facto berkuasa. Mereka lebih mengakui Guaidó, Ketua Majelis Nasional, sebagai pemimpin yang sah setelah pemilihan umum ulang pada 2018 yang diduga curang.
Frank Mora, bekas pejabat Pentagon, menganggap Amerika berhak mengecam Maduro karena menindas rakyatnya, mencuri uang negara, dan mengubah Venezuela menjadi negara kriminal. Tapi dia khawatir dakwaan terhadap Maduro tak akan menolong negara itu keluar dari krisis. “Ini bukan soal pergantian rezim atau memulihkan demokrasi di Venezuela. Ini soal politik elektoral,” katanya, seperti dikutip The Christian Science Monitor.
Pada 2016, Donald Trump menang di negara bagian ini. Meski demikian, Florida bukan basis Partai Republik. Empat tahun sebelumnya, Barack Obama justru menang di sini. Mora menuduh dakwaan terhadap Maduro di Florida semata-mata untuk kepentingan Trump dalam pemilihan presiden tahun ini.
Pada Rabu awal April, Amerika Serikat mengusulkan rencana transisi politik untuk Venezuela. Mereka menawarkan pencabutan sanksi jika Maduro dan Guaidó mundur dan menyerahkan kekuasaan ke sebuah pemerintahan sementara yang dibentuk oleh para pendukung mereka. Di bawah “kerangka kerja transisi demokratis” itu, semua tahanan politik dibebaskan dan semua tentara asing, terutama Kuba, keluar dari negeri itu. Sebuah dewan negara beranggotakan lima orang akan dipilih dengan dua dari oposisi, dua dari partai sosialis Maduro, dan satu dipilih oleh empat anggota lain.
“Harapannya akan terpilih orang-orang yang sangat dihormati publik dan dikenal sebagai orang yang dapat bekerja sama dengan kubu lain,” tutur Elliott Abrams, pejabat urusan Venezuela di Departemen Luar Negeri Amerika, kepada Associated Press. Selanjutnya, Amerika dan Uni Eropa akan mencabut sanksi terhadap pemerintah sekarang. Pencabutan sanksi yang lebih luas akan dilakukan setelah semua tentara asing meninggalkan Venezuela. Semua sanksi akan dicabut setelah pemilihan umum yang bebas digelar dalam 6-12 bulan ke depan.
Dalam penjelasannya kepada wartawan di Gedung Putih, seorang pejabat pemerintah menyatakan bahwa Amerika siap berunding dengan Maduro soal waktu lengsernya pengganti Hugo Chavez itu dari kursi presiden. Tapi dia mengingatkan nasib Maduro bisa seperti Jenderal Manuel Noriega, diktator Panama yang didakwa dalam kasus penyelundupan narkotik di Florida pada 1988. Setahun kemudian, Noriega terguling setelah Amerika menginvasi negara di Amerika Tengah itu. “Sejarah menunjukkan bahwa mereka yang tidak bekerja sama dengan lembaga penegak hukum Amerika akan terpuruk,” kata pejabat itu. “Kami harap Maduro tak menyesal jika menolak tawaran ini.”
IWAN KURNIAWAN (ASSOCIATED PRESS, THE CHRISTIAN SCIENCE MONITOR, THE GUARDIAN)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo