Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Usulan reformasi konstitusi kandas di parlemen nasional Myanmar.
Peluang Aung San Suu Kyi menjadi presiden masih tertutup.
Berharap ada jenderal progresif di dalam Tatmadaw.
DI akhir masa pemerintahannya, Partai Liga Nasional Demokrasi (LND) berusaha mewujudkan janji kampanyenya dalam pemilihan umum lima tahun lalu. Selain soal pembangunan ekonomi dan perwujudan perdamaian, partai berkuasa di Myanmar itu hendak mengakhiri dominasi militer yang dilindungi konstitusi hasil referendum 2008.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam konstitusi, militer Myanmar atau Tatmadaw memiliki kekuasaan sangat besar di bidang pertahanan dan keamanan serta politik. Selain memimpin semua lembaga pertahanan dan keamanan, militer mempunyai wakil di 25 persen kursi parlemen tanpa perlu ikut pemilihan umum: 56 di majelis tinggi, 110 di majelis rendah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LND pimpin Aung San Suu Kyi mengusulkan sejumlah amendemen konstitusi. Proposal amendemen itu diputuskan melalui pemungutan suara di parlemen sejak 10 Maret hingga 19 Maret lalu. Meski menguasai 135 kursi (60,3 persen) di majelis rendah dan 255 kursi (58 persen) di majelis tinggi, tak ada proposal penting dari reformasi konstitusi itu yang lolos di parlemen.
“Semua orang tahu (hasilnya) jauh sebelum pemungutan suara di parlemen nasional ini,” kata Phil Robertson, Deputi Direktur Divisi Asia Human Rights Watch, kepada Tempo, Rabu, 8 April lalu. Menurut Robertson, Suu Kyi sebenarnya punya peluang menekan militer pada 2012 saat dia baru dibebaskan dari tahanan rumah dan negara Barat menanyakan apa yang bisa mereka bantu. “Dia seharusnya mengatakan kepada mereka untuk menuntut reformasi konstitusi, tapi dia tidak melakukannya.”
LND berdiri pada 27 September 1988 setelah serangkaian protes mendukung gerakan demokrasi pada 1988. Suu Kyi salah satu pendirinya. Partai ini ikut pemilihan umum 1990 dan menang, tapi junta militer menolak hasilnya. Tak lama setelah pemilihan, LND ditekan hebat. Suu Kyi sendiri menjadi tahanan rumah sejak 1989 dan baru dibebaskan pada 2010.
Myanmar di bawah junta militer menggelar amendemen konstitusi melalui referendum yang membuat posisi militer sangat kuat di bidang politik dan militer. Junta juga memasukkan pasal yang membuat lawan politik utamanya, Suu Kyi, tidak bisa menjadi presiden. Pasal 59 (f) melarang seseorang menjadi presiden jika pasangannya atau anak-anaknya adalah warga negara asing. Konstitusi baru itu disetujui melalui referendum pada 10 Mei 2008.
Saat Myanmar menggelar pemilihan umum pada 2010, LND memutuskan untuk memboikot. Junta militer menanggapinya dengan membubarkan partai ini dan menyatakannya sebagai partai ilegal. LND kembali ke panggung politik dua tahun kemudian dengan mengikuti pemilihan umum tingkat negara bagian dan memenangi 259 dari 330 kursi.
LND mengulang kemenangannya dalam pemilihan umum 2015 dengan meraih suara mayoritas di kedua kamar di parlemen nasional, yang cukup untuk memastikan kandidatnya menjadi presiden. Di majelis rendah, partai ini meraih 12,4 juta suara atau 255 kursi, jauh di atas Union Solidarity and Development Party (USDP), yang meraih 6,1 juta suara atau 30 kursi. Untuk majelis tinggi, LND meraih 135 kursi, jauh dari USDP yang 11 kursi. USDP adalah partai yang didukung militer.
Kemenangan ini tetap tak bisa membawa Suu Kyi menjadi presiden karena terganjal konstitusi, tapi ia menjadi kepala pemerintahan dengan jabatan state counselor. Meski memiliki suara mayoritas, LND juga tak leluasa mengamendemen konstitusi karena amendemen hanya bisa dilakukan bila disetujui lebih dari 75 persen suara parlemen. Dengan kata lain, selain mendapat dukungan semua partai, usulan LND harus didukung wakil tentara.
Suu Kyi mendapat reputasi internasional sebagai ikon pejuang hak asasi manusia dan mendapat Nobel Perdamaian 1991. Tapi pemerintahnya dikritik keras karena kasus penganiayaan terhadap etnis muslim Rohingya pada 2017. Kekerasan itu menyebabkan sekitar 1 juta muslim Rohingya hengkang dari negara tersebut. Suu Kyi dikecam keras dan bahkan beberapa lembaga mencabut penghargaan terhadapnya karena ia dinilai tak berbuat sesuatu untuk mencegah genosida tersebut.
Di ujung masa pemerintahannya tahun ini, LND mengusulkan amendemen konstitusi. Usulannya yang disampaikan sejak Februari lalu itu antara lain mengurangi kursi militer secara bertahap di parlemen. Dalam proposal LND, jumlah kursi akan dikurangi dari 25 persen menjadi 15 persen setelah pemilihan umum 2020, 10 persen setelah 2025, dan 5 persen setelah 2030.
Partai itu juga mengusulkan revisi pasal soal persetujuan terhadap amendemen konstitusi cukup dari dua pertiga anggota parlemen. LND pun mengusulkan agar kepolisian dikelola kementerian terpisah yang dipimpin sipil, penghapusan kerja paksa, dan penghapusan pasal 59 (f).
Brigadir Jenderal Maung Maung, pemimpin fraksi militer di parlemen, menilai proposal amendemen itu akan berdampak negatif terhadap transisi demokrasi, persatuan nasional, dan hubungan militer-sipil. “Meskipun (LND) sering berbicara tentang rekonsiliasi nasional, (tindakannya) berbahaya bagi proses tersebut,” ujarnya.
LND mengatakan semua usulan itu sangat bergantung pada sikap Tatmadaw. “Jika mereka tidak setuju, bagaimana kita bisa mendorongnya,” kata Tin Tun Naing, legislator dari LND.
Seperti sudah diduga, sebagian besar proposal reformasi itu kandas. Dalam sidang parlemen nasional pada 10 Maret lalu, proposal untuk mengurangi kursi militer hanya didukung 404 suara, kurang dari 62 persen anggota parlemen. Usulan untuk menghapus kata “disiplin” di depan kata “demokrasi” di konstitusi juga ditolak.
Dalam pemungutan suara keesokan harinya, parlemen juga menolak amendemen pasal 59 (f). Proposal itu hanya didukung 404 dari 633 anggota parlemen. Dengan demikian, pintu bagi Suu Kyi untuk menjadi presiden masih tetap tertutup.
Usulan untuk mencabut dominasi Departemen Pertahanan terhadap semua angkatan bersenjata dan memisahkan polisi dari militer pun tak membuahkan hasil. Usulan itu hanya didukung 407 suara atau sekitar 63 persen anggota parlemen. Usulan lain yang bernasib sama adalah soal diakhirinya praktik kerja paksa, penahanan lebih dari 24 jam, dan perubahan dukungan minimum untuk mengganti anggota parlemen.
Menurut The Irrawaddy, hanya empat amendemen—itu pun tidak ada yang melibatkan reformasi politik—yang mendapat dukungan lebih dari 75 persen anggota parlemen. Salah satu yang disetujui adalah amendemen pasal 344, yang mengatur soal bantuan dan perawatan bagi personel pertahanan yang cacat dan keluarga personel yang bertugas di bidang pertahanan yang meninggal atau menjadi korban.
Sai Tun Aye, anggota majelis rendah dari LND, mengatakan konstitusi hanya bisa diubah jika anggota parlemen dari militer bertindak untuk kepentingan negara atau ada jenderal berpikiran progresif seperti Fidel Ramos di Filipina. “Kami berharap dapat melihat seorang jenderal progresif dalam beberapa tahun mendatang,” tuturnya kepada The Irrawaddy.
Aung Thein, anggota parlemen dari LND, mengatakan partainya telah mengantisipasi kekalahan tersebut. Dia menegaskan bahwa mereka memiliki kewajiban untuk memenuhi janji kampanyenya kepada para pemilih. “Kami ingin orang-orang tahu bahwa kami telah mencoba,” katanya kepada Al Jazeera.
ABDUL MANAN (IRRAWADDY, MIZZIMA, AL JAZEERA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo