Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Cerita Muslim Jepang Sulitnya Ibadah

Seorang muslim Jepang menceritakan sulitnya menegakkan sholat wajib di Jepang karena minimnya sarana ibadah bagi umat Islam.

3 Mei 2018 | 08.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Amin K. Tokumasu, mualaf asal Jepang yang menemukan kedamaian saat masuk Islam. Sumber: TEMPO/Suci Sekar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menjalani hidup sebagai seorang muslim di Jepang penuh tantangan. Hal ini dirasakan benar oleh Amin K. Tokumasu, Ketua Organisasi Islam Jepang, yang memeluk agama Islam sejak usia 19 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepada Tempo pada Rabu, 2 Mei 2018, Tokumasu menceritakan ketika telah memantapkan hati untuk menjadi seorang muslim, maka dia berupaya menjalankan ajaran Islam, termasuk menegakkan solat wajib. Sayang, menjalankan ibadah salat lima kali dalam sehari ini, penuh ujian karena sulit menemukan masjid di Jepang. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya mengakui susah meminta waktu luang untuk melaksanakan sholat pada jam-jam kerja, termasuk sholat Jumat. Sulit menemukan orang Islam di Jepang, termasuk juga masjid di Jepang cukup sulit mencarinya dan kalau pun ada cukup jauh letaknya,” kata Tokumasu, saat ditemui usai acara forum 'high level consultation of world muslim scholars on wasatyyat Islam' di Bogor, Jawa Barat.

Amin K. Tokumasu, mualaf asal Jepang yang menemukan kedamaian saat masuk Islam. Sumber: TEMPO/Suci Sekar 

Untuk mengakali waktu sholat, Tokumasu pun berdialog dengan kantor tempatnya bekerja agar memberikan ruang sholat. Dengan begitu, dia bisa menunaikan sholat di tempat kerja. Permintaan ini untungnya dikabulkan.

Sedangkan untuk makanan halal, Tokumasu menekankan hal itu tidak terlalu menjadi kendala. Sebab masih banyak makanan Jepang, yang tidak menggunakan daging babi atau alkohol, misalnya sushi atau tempura. Menurutnya, masakan otentik Jepang hanya segelintir yang menggunakan daging babi dan sake. Namun setelah meletupnya perang dunia II, pengaruh barat mulai masuk ke Jepang, sehingga mulai banyak makanan yang mengandung alkohol.          

Meski hidup sebagai minoritas, Tokumasu menegaskan masyarakat Jepang tidak begitu memperkarakan agama, sebaliknya mereka bersikap saling menghormati. Agama asli masyarakat Jepang adalah Shinto yakni menyembah banyak dewa. Pemeluk agama terbanyak kedua di Jepang adalah Budha. 

“Masyarakat Jepang tidak pernah melakukan intervensi agama. Mereka menghormati ini keputusan pribadi seseorang. Mereka menghormati agama orang lain dan budaya,” kata Tokumasu, yang memilih nama Amin sebagai nama Islamnya yang memiliki arti lebih baik.   

Walaupun tidak terlalu mempermasalahkan agama, Tokumasu melihat masyarakat Jepang sangat religius. Hal itu terlihat ketika mereka menginginkan sesuatu, mereka akan pergi ke kuil dan berdoa atau ketika ingin membersihkan diri dari dosa, masyarakat Jepang akan mengunjungi kuli dan bersembahyang.         

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus