Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Daerah otonom dari saddam ?

Pasukan sekutu membangun tempat penampungan suku kurdi di irak utara. pbb menganggap upaya itu melanggar kedaulatan negara. saddam hussein menyetu- jui tuntutan hak otonomi bangsa kurdi.

27 April 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kini Sekutu dan Saddam berlomba membangun tempat penampungan bagi orang Kurdi. PBB menganggap upaya Sekutu melanggar kedaulatan, orang Kurdi menilai tawaran Saddam perlu dicurigai. SEORANG kolomnis di Newsweek menceritakan karikatur di sebuah koran Prancis. Kartun itu menggambarkan dua helikopter terbang di atas pengungsi Kurdi. Yang di depan, dikemudikan oleh Saddam Hussein, menembaki para pengungsi. Yang di belakang, dipiloti oleh George Bush, mengedrop bantuan makanan, pakaian, dan obat-obatan. Karikatur itu kini tampaknya mesti dikoreksi. Setelah Perang Teluk II usai, Bush memang tak ingin tentaranya bentrok lagi dengan Irak. Itu soalnya, ketika Pengawal Republik membantai gerilyawan Kurdi, pasukan Amerika tenang-tenang saja. Bush hanya menyetujui operasi udara untuk membantu pengiriman bahan makanan. Tapi kini Amerika melangkah lebih jauh, menangkap lemparan bola dari Presiden Prancis Francois Mitterrand, untuk membuat penampungan buat pengungsi Kurdi di Irak Utara. Enam tempat penampungan akan dibangun di lembah-lembah oleh insinyur Amerika. Sepuluh ribu marinir Amerika akan menjaga tempat penampungan itu dari serangan tentara Irak. Prancis akan mengirimkan seribu tentara, Inggris menyumbang lima ribu marinir, dan Italia menyertakan 500 tentaranya. Masih ada lagi, Belanda bersedia mengirimkan seribu personil militernya. Tidakkah itu melanggar kedaulatan Irak? PBB pun tak pernah merestui sebuah tempat penampungan seperti itu. Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar terus terang mengatakan ada masalah kedaulatan yang bakal dilanggar. Seorang pejabat PBB yang dikutip International Herald Tribune menegaskan, PBB tak akan turut campur dalam urusan tempat penampungan versi Amerika dan kawan-kawannya ini. Yang pertama kali bereaksi tentu saja Irak, yang menilai gagasan Prancis itu tidak sah. Terlebih lagi Irak sudah bersepakat dengan dua pejabat PBB yang mendapat mandat penuh dari Sekretaris Jenderal Sadruddin Aga Khan dan Eric Suy, Jumat pekan lalu. Mereka setuju membangun penampungan pengungsi yang akan diawasi oleh badan dunia ini. "Kalau perlu tempat itu bisa dibuat di seluruh penjuru Irak," demikian kantor berita Irak IRNA menegaskan. Tetapi pihak Sekutu tak mau kalah. Presiden Bush sudah memperingatkan Irak agar tidak menerbangkan pesawat apa pun melewati garis 36 derajat Lintang Utara. Artinya, jika Irak mengganggu operasi Sekutu membuat tempat penampungan di daerah Kurdi, Amerika akan menganggapnya sebagai tantangan untuk kembali membuka perang. Sekutu tentu saja punya alasan. Tindakan ini, katanya, masih cocok dengan Resolusi 688 yang lolos di Dewan Keamanan 5 April lalu. Di situ disebutkan, PBB mengutuk tindakan Irak yang kejam atas bangsa Kurdi, dan menganjurkan "menggunakan segala sumber untuk mengatasi masalah ini." Yang tak dikatakan Amerika, sebenarnya ada ketentuan PBB yang mengharamkan campur tangan asing dalam konflik dalam negeri suatu negara. Bila saja Irak berkeras mempertahankan kedaulatan wilayahnya, persoalan ini bisa menjadi sumber perang baru. Hari Minggu pekan ini, 200 polisi Irak bergerak menuju Zakho, kota Kurdi yang terletak di pinggir perbatasan dengan Turki. Gerakan ini dijawab Amerika dengan mengirimkan 33 kendaraan militer dari Kota Silopi, di wilayah Turki, untuk memperkuat marinir yang sudah berada di Zakho. Sejauh ini memang belum ada insiden. Malah, melihat gelagat Saddam belakangan ini, pelanggaran kedaulatan Irak oleh Sekutu ini akan dimaafkan. Saddam akhir-akhir ini memang banyak mengalah. Tekanan ekonomi yang amat berat membuat Saddam berhitung betul agar sanksi ekonomi terhadap Irak bisa segera dicabut. Langkah lain yang lebih jauh, diam-diam Saddam sudah berunding dengan para pemimpin Kurdi. Sabtu pekan lalu, empat orang pemimpin tertinggi pemberontak diundang Presiden Irak Saddam Hussein ke Baghdad untuk berunding. Berita ini cukup layak dipercaya karena sumbernya adalah juru bicara kelompok Kurdi sendiri, Barham Saleh. Perundingan kali ini boleh dikata sangat serius. Delegasi Kurdi itu langsung di bawah pimpinan Jalal Talabani, pemimpin Persatuan Patriotik Kurdi yang disegani sebagai jenderal gerilyawan Kurdi. Pemimpin lain yang juga tak kalah berpengaruh, Massoud Barazani -Ketua Partai Demokratik Kurdi -mengirimkan kemenakannya, Nechirvan Barazani. Sementara dua lainnya adalah Abdul Rahman dan Rasoul Mamand. Hasilnya cukup mengagetkan. Saddam nampaknya setuju untuk memberi otonomi kepada bangsa Kurdi, tuntutan yang selama ini diperjuangkan. Bahkan, menurut koran London Times yang mengutip sumber-sumber Kurdi, otonomi ini meliputi Kota Kirkuk, penghasil sepertiga minyak Irak dan persilangan jalur pipa ke Laut Tengah. Masih terlalu pagi untuk menyatakan bahwa persetujuan ini akan menyelesaikan masalah Kurdi. Sebab, bukan kali ini saja Saddam menjanjikan otonomi. Tahun 1970 sebenarnya sudah ada kesepakatan yang dilanjutkan dengan perjanjian tahun 1974. Nyatanya, seperti juga di Iran, orang Kurdi cuma tertipu. Ketika mereka akhirnya mengangkat senjata untuk menuntut haknya, Saddam malah menggilasnya dengan bom kimia. Pantas jika sekarang mereka berhati-hati. "Persetujuan apa pun yang dicapai di Baghdad, harus diikuti dengan jaminan internasional," kata sumber Kurdi di London. Pengungsi Kurdi-Irak di Iran lebih tegas. Selama Saddam, seorang tiran yang membantai orang-orang Kurdi dengan dingin, kata mereka, masih berkuasa, mereka enggan kembali ke Irak. Memang tak tertutup kemungkinan bahwa tawaran wilayah otonomi dari Saddam ini cuma siasat untuk menggalang simpati negara-negara Barat. Tujuannya, seperti sudah disebutkan, agar sanksi ekonomi yang semakin mencekik Irak segera diangkat. Dengan demikian, diharapkan keadaan dalam negeri Irak bisa membaik, dan Saddam bisa tetap bertahan di kursinya. Tapi, apa pun di belakang sikap Saddam, inilah kesempatan bagi bangsa Kurdi di Irak untuk mencapai tujuannya. Yopie Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus