Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Daftar Merah untuk Oposisi

Turki berupaya mencegah masuknya kalangan oposisi ke tubuh pemerintah. Mereka masuk daftar merah.

3 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokumen itu mulanya tersimpan di laci para birokrat Dewan Pemeriksa Pajak Turki. Isinya data para kandidat untuk posisi auditor pajak. Harian Taraf, yang memperolehnya dan menerbitkannya pada Rabu pekan lalu, membuka bagian yang tak biasa: dokumen itu membuktikan adanya penggunaan sistem "daftar warna" sebagai penentu kelulusan seleksi pegawai negeri.

Mereka yang masuk daftar warna merah akan langsung dicoret dari proses seleksi. Itu berarti mereka diketahui berafiliasi dengan kelompok oposisi, seperti Partai Republik Rakyat (CHP), gerakan Hizmet, kelompok Kurdi, serta mereka yang pernah terlibat dalam demonstrasi Taman Gezi.

Selain dengan warna merah, pemerintah Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menyeleksi calon pegawai negeri lewat daftar warna biru dan hijau. Warna biru khusus bagi pendukung partai Erdogan, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), dan Yayasan Pemuda Nasional (MGV). Mereka yang masuk daftar warna biru dipastikan melenggang mudah menempati posisi di lembaga pemerintah. Sedangkan daftar warna hijau berisi orang-orang yang tak terlibat apa pun dalam politik dan berpeluang besar lulus seleksi kepegawaian.

Dokumen yang dirilis Taraf mengungkap sejumlah pelamar mendapat nilai tinggi dalam seleksi tertulis tapi digugurkan karena diketahui sebagai bagian dari kelompok oposisi. "Nilainya 86 poin pada ujian tertulis. Asal Kurdi dari Provinsi Mus. Pasti negatif, dimasukkan ke daftar merah," tertulis dalam dokumen itu.

Menurut Zafer Üskül, guru besar hukum tata negara Universitas Dogus, penerapan sistem itu merupakan pelanggaran terhadap konstitusi. "Pasal 10 konstitusi mengatakan bahwa semua orang sama di depan hukum. Pasal 70 dari konstitusi melarang diskriminasi ketika merekrut orang. Penilaian harus dibuat hanya berdasarkan kualifikasi yang dibutuhkan oleh sebuah pos tertentu," katanya.

Pemerintah tentu saja membantah berlaku diskriminatif. Menteri Dalam Negeri Efkan Ala menuding ada aliansi untuk menyusun dan menyebarkan berita palsu. Ia menyatakan laporan yang dirilis Taraf adalah sistem profil di departemen atau kementerian. "Jika ada informasi atau dokumen (daftar warna), kami akan melakukannya sesuai dengan ketentuan," katanya.

Bantahan itu tetap sulit mengenyahkan dugaan bahwa Erdogan berusaha memutus pengaruh pemuka Islam, Fethullah Gulen, dalam pemerintahan. Bukan rahasia lagi, Erdogan menuding Gulen berada di balik sejumlah gerakan perlawanan terhadap kepemimpinannya. Ia bahkan menyebut adanya "struktur paralel" sebagai upaya gerakan penggulingan kekuasaan yang dilakukan pengikut Gulen.

Pengaruh Gulen dalam pemerintahan Erdogan memang cukup besar. Orang-orang kepercayaan dan pengikut Gulen diketahui berada dalam struktur pemerintahan. Seperti dilansir The Guardian, pada 2009, Duta Besar Amerika Serikat di Ankara, James Jeffrey, menulis kepada Departemen Luar Negeri Amerika bahwa kepolisian Turki sudah dikendalikan Gulenis—sebutan bagi pengikut Gulen. "Penegasan bahwa polisi Turki dikendalikan oleh Gulenis tak mungkin bisa dimintai konfirmasi, tapi faktanya tidak ada yang menyangkal itu," kata Jeffrey.

Kesaksian lain diungkapkan Ogus Gun, yang telah bekerja di kepolisian Istanbul lebih dari tujuh tahun. Ia mengatakan pendukung Gulen disisipkan di posisi penting di kepolisian, seperti intelijen atau satuan antiteror. Mereka sering melakukan penyelidikan internal. "Jika seseorang diduga akan menentang Gulen, dia akan dibuatkan tuduhan indisipliner, dipindahkan ke pos yang buruk, atau bahkan kariernya ditangguhkan," kata Gun, yang mengaku tak berafiliasi dengan kelompok Gulen.

Gulen juga diketahui berusaha mencetak loyalis dengan memanfaatkan sekolah persiapan universitas yang dikelolanya. Siswa, guru, dan para anggota staf administrasi dipaksa belajar hukum. Mereka kemudian diarahkan untuk mencari posisi penting sebagai pengacara dan bekerja di lembaga peradilan.

Zeynep, 20 tahun, murid sekolah Hizmet di bagian barat Turki, mengaku terus dicekoki ajaran Gulen. "Kami harus mengikuti program menonton tayangan Fethullah Gulen dan membaca buku-buku karyanya," katanya. Para guru secara terbuka mengatakan gerakan Hizmet membutuhkan orang-orang untuk posisi hakim dan pengacara.

Mudah diperkirakan Erdogan menyadari­ hal itu dan segera memutuskan menghapus sekolah-sekolah persiapan universitas yang didirikan Gulen. Untuk memutus pengaruh Gulen di kepolisian, Erdogan telah memecat ratusan petugas kepolisian dan kejaksaan sejak terkuaknya kasus dugaan korupsi yang melibatkan orang-orang terdekatnya pada Desember tahun lalu.

Upaya semacam itu diperkirakan semakin gencar dilancarkan. Maklum, Turki sedang menyongsong dua pemilu: pemilu lokal pada 30 Maret dan pemilihan presiden pada 26 Agustus mendatang. Erdogan tentu mengincar kejayaan bagi kubunya. "Pada pemilu mendatang, rakyat Turki akan mengatakan 'stop' kepada para pencuri demokrasi yang berambisi menjatuhkan pemerintah dengan headline surat kabar dan poros internasional," katanya dalam sebuah pertemuan massal di Sivas, Sabtu pekan lalu.

Rosalina (Irish Time, The Guardian, Today's Zaman)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus