Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Konsumen di Thailand mulai mengkonsumei daging buaya setelah harga daging babi melonjak tinggi. Dilansir dari The Laotian Times, harga daging buaya kini lebih terjangkau dibandingkan babi. Sementara menurut konsumen, rasa daging buaya lezat seperti ayam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gelombang flu Afrika atau African Swine Fever (ASF) telah melanda Thailand. Akibatnya industri peternakan babi di negara itu terganggu sejak tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peternak babi Thailand mengeluh banyaknya babi yang mati tiba-tiba. Kekurangan daging babi di Thailand menyebabkan harga melonjak, dari 150 baht per kilogram menjadi 240 baht per kilogram.
Peternakan buaya sekarang memanfaatkan krisis daging babi. Permintaan harga daging reptil pun naik hingga dua kali lipat. Meski harga naik, daging buaya tetap jauh lebih murah daripada babi.
Pembelian daging buaya dalam jumlah besar akan diberi harga murah. Bagian yang paling mahal adalah ekor buaya yang menurut penjual mengandung daging lunak rendah lemak.
Buaya banyak diternakkan di Thailand terutama untuk diambil kulitnya yang dijual ke industri fashion. Dagingnya diekspor di restoran khusus, terutama restoran Cina, yang menyajikan daging eksotis.
Menurut laporan Nikkei Asia, Kementerian Pertanian Thailand mengatakan sekitar 1.150 orang di Thailand memiliki peternakan buaya atau terlibat dalam bisnis perdagangan buaya. Sekitar 1,2 juta buaya dipelihara per tahun, 60 persen di antaranya diproses untuk ekspor daging ke China, sementara 40 persen untuk bisnis kulit.
Dengan meningkatnya minat masyarakat, para pembudidaya buaya kini berpikir serius untuk mengembangkannya.
Baca: Thailand Temukan Kasus Pertama Flu Babi Afrika
THE LAOTIAN TIMES