Partai Rakyat Kamboja menanggalkan ideologi komunismenya, dan Hun Sen mendukung Sihanouk. Langkah menuju damai? DARI mana datangnya damai? Setelah 13 tahun perang saudara, setelah sejumlah pertemuan internasional -di Jakarta, Bangkok, Paris, juga Tokyo -damai bagi Kamboja bisa jadi datang dari Paris, Rabu pekan ini. Hari itu, disponsori PBB, keempat pihak yang terlibat dalam konflik di negeri itu direncanakan menandatangani perdamaian dan semua rencana untuk mewujudkan sebuah Kamboja yang baru Pemilu. Terpenting dari rencana itu adalah diselenggarakannya pada awal 1993. Menjelang pemilihan itu, pemerintahan sehari-hari akan dijalankan oleh Dewan Nasional Tertinggi, yang dipimpin Pangeran Norodom Sihanouk, yang akan bertindak sebagai pemerintah sementara. Banyak yang mengharapkan perundingan pada 23 Oktober nanti akan berhasil. Tanda-tanda itu sudah terlihat. Kamis pekan lalu, Perdana Menteri Hun Sen memproklamasikan dukungannya pada Sihanouk sebagai ketua Dewan Nasional Tertinggi. Pada hari itu juga, dalam Kongres ke-6, Partai Rakyat Revolusioner Kamboja -partai yang berkuasa -menyatakan meninggalkan komunisme dan menjadi partai liberal. Namanya pun diubah dengan mencoret kata "revolusioner": Partai Rakyat Kamboja. Langkah Hun Sen ini menjadikan faksinya, rezim Phnom Penh, bisa makin luwes bergandeng tangan dengan Sihanouk dan Son Sann. Ketiganya kini sama-sama nonkomunis. Tinggallah Khmer Merah terpojok sendiri. Di samping itu, Kongres Partai itu pun menyusun pengurus baru. Di luar dugaan, Sekjen Partai Heng Samrin diberhentikan. Ia dianggap tak karismatis lagi. Kedudukannya diisi oleh Chea Sim. Hun Sen sendiri, resminya hanya menjadi wakil ketua Partai, tapi tampaknya dia yang paling berkuasa. "Ini semua adalah keputusan yang sejalan dengan kebutuhan rakyat Kamboja," kata Perdana Menteri Hun Sen. Bukan hanya nama dan program saja yang berubah, lambang partai pun diganti. Lambang palu arit dibuang, diganti dengan gambar padi dan Angkor Vat, vihara Budha terindah di seluruh Kamboja. Semua referensi pada sosialisme dihapuskan. "Rakyat Kamboja telah menolak segala bentuk ideologi komunis," komentar seorang diplomat Barat yang dikutip Straits Times. Kebijaksanaan Hun Sen terasa sejalan dengan perubahan dunia kini. Sebaliknya, langkah-langkah Khmer Merah untuk mempertahankan eksistensinya terasa kuno. Yang dilakukan oleh partai pembantai rakyat Kamboja yang kini terpojok itu, memaksa para pengungsi dari daerah perbatasan Muangthai pindah ke basis-basis militer yang dikuasai Khmer Merah. Jurus itu jelas untuk menguasai massa dalam rangkaian nanti. Langkah yang dianggap melanggar hak asasi manusia itu mendapat kecaman internasional. Sekretaris Jenderal PBB Javier Perez de Cuellar yang mengecam tindakan itu. Karena kecaman internasional itu, Khmer Merah segera menghentikan tindakan tersebut. Para pengamat mengatakan, usaha Khmer Merah sia-sia saja. Sebagian besar orang Kamboja masih takut terulangnya kekejaman Khmer Merah, jadi mestinya mereka tak akan memilih kelompok yang dipimpin oleh Pol Pot dan Khieu Sampan ini. Benar, Pol Pot yang sudah tua dan dikabarkan sakit-sakitan tak akan berkuasa lagi secara formal, tapi gagasannya masih bisa saja dianut pengikut-pengikutnya. Atau, satu skenario alternatif yang kelabu yang akan terwujud? Perundingan di Paris ternyata gagal, asap mesiu kembali berkepul? Bila demikian, rakyat Kamboja rasanya seperti tak belajar apa pun dari masa lalu yang selalu kelabu. ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini