Uni Soviet memperbarui kurikulum pendidikannya. Soal yang berbau komunisme dicoret dari semua pelajaran. LENIN ditendang dari sekolah. Coba, tanyakan kepada seorang murid SMA di Uni (Berdaulat) Soviet. "Ketika saya anak-anak, saya diberitahukan bahwa Kakek Lenin itu suci," kata Aleksei Rofe, 16 tahun, siswa Sekolah Nomor 353 di Moskow. Lalu seorang teman sekelasnya melanjutkan, "Kini kami tahu, Lenin akan dilupakan sejarah karena ia bukan pemimpin rakyat." Dekat setelah kudeta gagal Agustus lalu, bukan cuma patung Lenin yang dirobohkan di Uni Soviet, tapi buku-buku pelajaran sejarah yang sarat dengan nama pahlawan Revolusi Bolsyewik 1917 juga tak dipakai lagi, dianggap "usang," kata Natalya Yazykova, Ibu Kepala Sekolah di sekolah itu. Para guru diharapkan memperbarui pengetahuannya sendiri, sementara buku baru belum dicetak. "Tak ada gunanya lagi berdusta kepada anak-anak, Saudara-Saudara Guru. Kalian harus membekali para murid dengan pengalaman baru, dan mendidik mereka jadi orang bebas," kata Ibu Yazykova, mengulang pesannya kepada rekan-rekan gurunya, ketika kurikulum baru mulai diterapkan. Sesuai dengan Uni Soviet yang ganti haluan, pendidikan pun berubah arah. Pendidikan ideologi, yang dulu dinomorsatukan, kini digusur. Mata pelajaran sosial, sastra, dan sejarah dibersihkan dari unsur-unsur politik. Maka kembali tokoh sastra Soviet, yang dulu ditabukan karena dinilai sebagai pembangkang, kini karya-karyanya dipelajari lagi. Antara lain, Solzhenitsyn dan Boris Pasternak. Lalu, latihan dasar kemiliteran, yang dulu tergolong wajib, kini dihapus. Sebagai gantinya, disodorkan berbagai pilihan, mulai dari pelajaran program komputer, bahasa asing tambahan, sampai pelajaran tentang Kitab Injil. Tengok saja di satu kelas sekolah dasar. Seorang murid berusia sembilan tahun mendis- kusikan agama Kristen yang, menurut gurunya, sudah mengakar selama seribu tahun di tanah airnya. Dan ketika guru bertanya, siapa yang sudah dibaptis, dari 25 murid di kelas itu hampir semuanya mengacungkan jari. Sementara itu, di kelas setingkat SMA, siswa sedang belajar tentang kediktatoran Stalin. "Mula-mula, kami kaget juga bahwa yang kami pelajari kini bertentangan dengan yang lalu," kata seorang siswa. "Tapi kami terbiasa juga akhirnya." Kebingungan para siswa sebenarnya dimulai ketika terjadi kudeta 19 Agustus dan peristiwa yang mengikutinya. "Waktu itu, mereka tak tahu siapa yang harus dipercayai," tutur Svetlana Novolyetova, guru kesusastraan di Sekolah Nomor 353 itu. Menurut Reuters, yang meninjau berbagai sekolah di Moskow, isi pelajaran dan suasana sekolah memang berubah. Misalnya saja, karena Liga Komunis Muda dibubarkan karena Partai Komunis Uni Soviet dibekukan, Pionir di sekolah-sekolah pun ditiadakan. Pionir, itulah semacam kegiatan kepanduan yang wajib diikuti oleh para siswa, dan merupakan tangga pertama untuk masuk jadi anggota Liga Komunis Muda. Maka, tak terlihat lagi anak-anak berbaris memakai syal merah, seragam Pionir. "Tapi masih ada juga yang suka memakainya," kata Denis Kurtov, 12 tahun. "Mereka itu komunis," sahut teman Denis. Glasnost dan perestroika menjiwai sekolah Soviet juga akhirnya. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini