Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Damai versi assad

Pakta damaskus yang diprakarsai assad selesai ditandatangani para milisi yang bertikai. samir geagea, tokoh garis keras kristen, menyebut pakta ini sebagai proyek untuk perang. kubu pro israel menentang.

11 Januari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH minggu yang membahagiakan Hafez al-Assad. Presiden Syria ini sekali lagi membuktikan: masalah Timur Tengah tak dapat diselesaikan tanpa keikutsertaannya. Kesabarannya menunggu kegagalan AS dan Israel menyelesaikan kemelut Libanon kini berbuah. Adalah Assad yang berdiri di belakang Pakta Libanon yang ditandatangani 28 Desember silam. Untuk pertama kalinya, para pemimpin utama kaum milisi yang bertikai bisa sepakat dalam menyusun kembali puing-puing pembagian kekuasaan negara itu. Maka, hiduplah kembali harapan perdamaian di kawasan yang telah 10 tahun menjadi ajang pertumpahan darah, dan telah menelan korban lebih dari 100.000 jiwa serta Rp 20 trilyun. Adakah tiga juta penduduk Libanon akan segera lekang dari nestapa? Letupan bom, rentetan senapan mesin, dan desingan pesawat jet Israel di udara Libanon segera menyadarkan semua orang bahwa jalan masih panjang. Tiga hari setelah kesepakatan antara Walid Jumlatt, pemimpin kaum Druze Nabih Berri, pemimpin kaum Shi'ite dan Elie Hobeika, pemimpin milisi Kristen, usaha pembunuhan beruntun terjadi. Presiden Amin Gemayel lolos dari sergapan pada malam tahun baru. Begitu pula kepala inteligen milisi Kristen Asaad Shaftari. Banyak juga yang menyangka Shaftari cuma kena sial, karena kebetulan menumpang mobil bosnya. Sergapan-sergapan ini, tampaknya, lebih mencerminkan pertikaian di antara kaum Kristen dalam penerimaan Pakta Libanon oleh Hobeika. Maklum, banyak pimpinan senior milisi Kristen lainnya tak setuju dengan isi kesepakatan setebal 23 halaman itu. Soalnya, persetujuan yang dirumuskan selama tiga bulan itu tidak lagi mengakui dominasi Kristen terhadap kelompok Islam. Dalam perjanjian 1943 disebutkan kaum Kristen memiliki keunggulan 6 lawan 5 dalam kursi Dewan Perwakilan Rakyat, tapi dalam perjanjian baru kekuatannya berimbang. Demikian pula kepastian kaum Kristen menduduki posisi penting, seperti Presiden, Panglima Angkatan Bersenjata, Kepala Inteligen Militer, misalnya, tak berlaku lagi. Dominasi itu diberikan Prancis kepada kaum Kristen, ketika Libanon merdeka, sebagai pencerminan demografinya. Padahal, sekarang telah terjadi perubahan, hingga kaum Muslim yang menjadi dominan. Celakanya, negara luar kemudian ikut campur, dan kemelut pun berlarut-larut. Kini, dengan tekanan Syria, tampaknya penerimaan Pakta Libanon semakin luas. Presiden Gemayel, 43, yang tak diikutsertakan dalam penyusunan pakta ini, cenderung menerima. Sampai Senin lalu ia masih bolak-balik melakukan perundingan rahasia dengan Presiden Assad. Dan dari senyum Assad yang lebar di depan kamera TV, bisa diduga bagaimana kemauan perundingan ini. Pernyataan bekas Presiden Libanon, Sulaiman Franjieh, Ahad pekan ini, menambah kuat dugaan ke mana angin kekuasaan bertiup. Tokoh Kristen yang pada awalnya menentang Pakta Libanon ini telah mengubah sikapnya 180 derajat. Tinggal beberapa tokoh lagi, seperti pemimpin garis keras Kristen Samir Geagea, yang menyatakan, "Pakta Libanon itu proyek untuk perang, bukan untuk damai." Dakwaan Geagea bisa jadi kenyataan seandainya Israel berupaya menyabot kesepakatan ini, seperti dikhawatirkan Syria. Dan bisa diduga Israel akan melakukannya. Pakta Libanon, dalam salah satu pasalnya memberikan keleluasaan bagi pasukan Syria untuk bergerak di wilayah Libanon dalam menjaga perdamaian. Maksudnya, agar para milisi dapat lebih berkonsentrasi dalam bertempur dengan Israel. Maka, wajar jika kubu pro Israel ramai menuduh Pakta ini sebagai upaya Syria mencaplok Libanon, dan menjadikannya bagian dari Syria Raya. Sementara itu, dengan alasan sebagai pembalasan atas peroketan terhadap wilayahnya, Israel mengancam akan mengambil tindakan balasan. Seandainya itu terjadi, berarti Israel kembali melakukan invasi, maka rakyat Libanon boleh mengucapkan selamat tinggal pada perdamaian. Bambang Harymurti Laporan kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus