AWAL April awal perubahan di Panama. Ini bukan April mop. Konon, itulah yang diucapkan oleh Jenderal Noriega, penguasa de facto Panama. Setidaknya, di tengah pemogokan yang masuk hari kedelapan awal pekan ini, sang Jenderal berwajah nanas melunak sikapnya. Menurut surat kabar The New York Ttmes, Senin pekan ini, seperti dikutip Reuters, Noriega menerima tawaran pemerintah Kosta Rika. Jenderal yang kini kepepet kemacetan ekonomi negerinya itu setuju mengirimkan utusan secepat mungkin ke perundingan yang juga akan dihadiri oleh wakil pemerintah Spanyol, guna membicarakan cara ia meninggalkan Panama. Besar dugaan, sikap Noriega atas tawaran Kosta Rika dipengaruhi oleh anak perempuannya yang tinggal di negeri ini. Dan bila ia setuju menerima tawaran tinggal di Spanyol, itu karena Reagan mendukungnya. Presiden AS tak setuju bila Noriega memilih tinggal di negara Amerika Latin. Itu dianggapnya belum cukup jauh, bisa sala sewaktu-waktu Noriega muncul di Panama, dan mencoba merebut kekuasaan. Sikap melunak penguasa Panama itu mungkin juga karena ia menyaksikan ternyata rakyat tak patah oleh ancaman. Rabu pekan lalu, seorang karyawan yang ikut pemogokan tertembak mati. Hari berikutnya, bank-bank di Panama menolak meminjamkan uang kontan kepada pemerintah guna membayar gaji pegawai dan tentara. Pun, perintah Noriega agar pabrik gandum dibuka, dan dilakukan penjualan kepada pemerintah, diabaikan. Maka, Sabtu siang pekan lalu, empat truk penuh tentara tiba-tiba berhenti di depan pabrik gandum Harina de Panama yang terletak di bagian utara Panama City. Mereka langsung masuk ke dalam pabrik, dan menangkapi 40 orang pegawainya. Pemilik pabrik, Tirso Wolfshoon, dan seorang keluarganya pun diangkut. Tak berapa lama kemudian, pasukan tentara itu menyerbu ke pabrik gandum milik Generals Mills of the United States, yang letaknya tak jauh dari sana. Dengan gaya rampok profesional, mereka mengeluarkan berkarung-karung gandum dan mengangkutnya dengan truk. Itulah cara Jenderal Manuel Antonio Noriega "melawan agresi ekonomi pemerintah AS." Lewat koran pro-pemerintah Republica, Noriega juga memerintahkan agar pembayaran sewa kantor, apartemen, dan perlengkapan industri lainnya ditangguhkan untuk sementara waktu. Selain itU, pemerintah Panama memperingatkan kepada semua pemilik pasar swalayan, rumah makan, dan pedagang bahan makanan lainnya agar tetap melakukan kegiatan bisnisnya. Kalau tidak, mereka akan ditangkap dan izin penjualannya akan dicabut, karena tak membuka toko dianggap melanggar undang-undang. Krisis ekonomi memang sudah mulai menjalar ke seluruh pelosok Panama harihari ini. Akibat tindakan AS membekukan pembayaran sewa terusan Panama sebesar US$ 50 juta, negara yang sebagian besar pendapatannya bergantung pada pembayaran sewa terusan itu mati kutu. Bayangkan, aji 140.000 peawai negerinya belum terbayarkan. Juga uang pensiun berjumlah US$ 6,7 juta bagi para pensiunan, yang seharusnya dibayarkan Senin pekan ini, tak jelas kesudahannya. Dan, 15.000 tentara Panama harus ditangguhkan gajinya sampai pekan depan. Untuk mengatasi itu semua, Presiden Manuel Solis Palma - yang diangkat Noriega menggantikan Presiden Delavalle yang kini bersembunyi - mengancam akan "menggunakan tindakan keras" untuk mengaktifkan kembali 130 bank Panama, yang tutup sejak 3 Maret lampau. Palma memerintahkan pula agar Asosiasi Bank-Bank Nasional Panama (NBA) menyediakan uang tunai US$ 19 juta untuk membayar gaji tentara. Tapi ancaman Palma ditolak mentah-mentah. "Kami tak setuju dengan pemerintahan Noriega, untuk membantu krisis ekonomi ini," kata NBA dalam sebuah pernyataannya, Sabtu pekan lalu. Perkumpulan para bankir dari 110 bank internasional dan 117 bank umum lainnya itu mengatakan "krisis kali ini lebih bersifat politis daripada kasus ekonomi semata." Sementara itu, pemerintah AS sangat yakin bahwa tekanan ekonomi terhadap Panama akan membuat Noriega pergi dari kursinya. "Pengalaman kami dengan Marcos di Filipina dan Jean-Claude Duvalier dari Haiti membuat kami yakin tekanan ekonomi akan memberikan hasil yang kami inginkan," kata Elliott Abrams, asisten Menteri Luar Negeri AS. Yang baru dengan Panama, kata Abrams pula, "ternyata lebih mudah mengusir pemerintah sipil diktator daripada dikator militer seperti Noriega." Meniawab kabar yang berasal dari kaum oposan Panama bahwa kemungkinan AS mendesak pemerintah Kosta Rika untuk mengekstradisi Noriega, Abrams membantah. AS tak berniat melakukan hal itu, meski sebenarnya AS berhak mengadili Noriega yang dituduh terlibat perdagangan narkotik yang sindikatnya bergerak sampai Florida, AS. "Kami cuma berniat membuat Noriega kurang tidur," kata Abrams. Kini tampakny memang tinggal soal waktu. Kabar di AS santer terdengar bahwa setelah utusan Noriega ke Kosta Rika, akhir pekan ini sang jenderal sendiri yang akan pergi berunding dengan pemerintah Kosta Rika. Kenyataan bahwa bank tetap tak mau buka, dan tentara telah berani merampas gandum - meski atas perintah Jenderal ini juga - tentunya membuat Noriega berpikir. Bila ia tak juga bisa membayarkan gaji tentaranya, diktator militer ini tentu sudah bisa membayangkan yang akan terjadi padanya. Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini